Inibaru.id – Mengungkapkan jenis kelamin bayi dalam kandungan menjadi perayaan yang mulai ngetren di kalangan para orang tua muda di AS pada awal 2000-an. Biasanya, tradisi modern yang dikenal sebagai Gender Reveal ini digelar sebelum pesta baby shower yang dirayakan pada trimester ketiga kehamilan.
Perayaan gender reveal dilakukan dalam pelbagai cara, mulai dari pesta mencari harta karun hingga meletuskan balon yang dilakukan pasangan istri-suami; untuk menemukan informasi tentang jenis kelamin sang buah hati dalam kandungan yang sebelumnya dirahasiakan dari mereka.
Nggak hanya di AS, tradisi ini juga mulai banyak diterapkan di Indonesia. Padahal, jauh sebelum pesta gender reveal muncul di sana, masyarakat kita sebetulnya sudah punya tradisi serupa, lo. Di Jawa, kita mengenalnya sebagai Mitoni.
Agak sedikit berbeda dengan gender reveal seperti sekarang yang berarti mengungkapkan informasi, gender reveal dalam mitoni biasanya lebih bersifat "memprediksi" jenis kelamin si janin dalam kandungan yang baru berusia sekitar tujuh bulan.
Gender Reveal dalam Tradisi Mitoni di Batang
Bentuk gender reveal dalam tradisi mitoni bisa berbagai cara, karena tiap daerah biasanya punya ritualnya sendiri. Di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, gender reveal dilakukan menggunakan perantara rujak. Yap, kamu nggak salah baca!
Untuk yang belum tahu, rujak adalah makanan tradisional berupa irisan buah-buahan yang dicampur dengan sambal kacang. Khusus untuk rujak mitoni di Batang, buah yang dipakai bisa sampai belasan macam. Buah-buahan ini dicincang, lalu dicampur dengan sambal kacang bertekstur cukup cair.
Tradisi mitoni ini biasanya digelar pada usia kehamilan tujuh bulan sebagai bentuk syukur atas kehamilan sekaligus harapan agar ibu dan buah hati dalam mendapatkan keselamatan hingga tiba waktu kelahiran. Selain menggelar pengajian, tradisi tersebut biasanya dilakukan dengan membagi-bagikan berkat dan rujak mitoni.
Nah, berbeda dengan di daerah lain yang hanya menjadi penganan pendamping, rujak mitoni bagi masyarakat Batang. khususnya di daerah saya yakni Dukuh Lempuyang, Desa Surjo, Kecamatan Bawang, adalah "aktor utama" yang dipersiapkan dengan saksama.
Memprediksi Jenis Kelamin dengan Rujak
Batang adalah kampung halaman suami, sedangkan saya berasal dari Demak yang nggak menjadikan rujak mitoni sebagai hidangan sakral dalam tradisi mitoni. Jadi, tentu saja saya takjub dengan kebiasaan yang dalam proses pembuatannya melibatkan para saudara dan tetangga karena nggak mungkin dikerjakan sendiri ini.
Kemudian, saya jauh lebih takjub lagi setelah mengetahui bahwa rujak mitoni juga menjadi media untuk memprediksi jenis kelamin calon anak kami. Hal ini saya ketahui dari Karyati, tetangga yang membantu saya membuat sambal kacang.
"Rasa dari rujak mitoni inilah yang nantinya jadi cara untuk memprediksi apakah bayi berjenis kelamin laki-laki atau perempuan," tutur perempuan 43 tahun tersebut. "Jika rujak terasa enak, berarti bayinya perempuan. Kalau nggak enak, berarti laki-laki."
Menurutnya, hal ini kemungkinan berkaitan dengan kultur sosial di Jawa yang kebanyakan perempuannya suka memasak, sedangkan laki-lakinya nggak, sehingga secara nggak langsung memengaruhi rasa masakan, termasuk rujak.
Sarana Hiburan Para Rewang
Oya, karena rujak mitoni dibuat untuk dibagi-bagikan ke seluruh tetangga yang jumlahnya bisa mencapai ratusan porsi, kami nggak bisa membuatnya sendiri. Lazimnya, pembuatan rujak disokong oleh beberapa orang yang disebut rewang; umumnya para tetangga terdekat dan sanak saudara.
Karyati mengatakan, gender reveal biasanya dilakukan begitu seluruh proses pembuatan rujak selesai. Setelah buah-buahan dicampur secara merata dalam sambal kacang, tiap rewang bakal mencicipi hasilnya, lalu menakar rasa dan mengemukakan hasilnya.
“Wah, rasa rujaknya lebih enak; bayinya bakal perempuan kayaknya!" celetuk Karyati begitu kelar mencicipi rujak mitoni yang kami buat, yang segera diiyakan rewang lainnya.
Saya hanya tertawa mendengarnya, tapi nggak memungkiri bahwa rujaknya memang enak; terasa sejuk dan segar seperti baru keluar dari kulkas. Menurut Karyati, prediksi itu hanyalah sarana hiburan para rewang, jadi nggak perlu dijadikan patokan.
“Nggak masalah mau perempuan atau laki-laki, yang penting ibu dan anaknya sehat. Lahiran lancar. Amin,” tutupnya, yang tentu saja saya amini dengan sepenuh hati.
Tradisi yang menarik, bukan? Di tempatmu, adakah tradisi serupa yang juga digunakan untuk menebak jenis kelamin bayi dalam kandungan? (Sekarwati/E03)