BerandaKulinary
Kamis, 15 Jan 2025 17:00

Meracik Rujak Mitoni di Batang, Kaya Rasa dengan Buah-buahan Belasan Macam

Rujak mitoni khas Kabupaten Batang bisa terbuat dari belasan macam buah, menghadirkan sensasi rasa yang begitu kaya dan menyegarkan. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Rujak mitoni di Batang yang kaya rasa oleh belasan macam buah-buahan membuatnya begitu dinanti masyarakat.

Inibaru.id - Memasuki tujuh bulan usia kehamilan, lazimnya orang Jawa, saya menggelar Mitoni. Namun, kendati sama-sama masih di Jawa, tradisi mitoni di satu kota dengan kota lainnya ternyata nggak selalu sama. Inilah yang saya alami.

Saya berasal dari Kabupaten Demak. Namun, waktu mitoni, kebetulan saya tengah berada kampung halaman suami yang berada di Dukuh Lempuyang, Desa Surjo, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang. Satu hal yang membedakan mitoni di kedua kota itu adalah pembuatan rujaknya.

Di kota kelahiran saya, rujak hanyalah salah satu syarat dalam mitoni yang biasanya dibikin alakadarnya. Namun, hal tersebut ternyata berbeda dengan di Batang, karena di kota ini, hidangan yang terbuat dari irisan buah-buahan yang dipadukan dengan bumbu rujak itu dibuat dengan sangat serius.

Dengan ragam buah yang sangat variatif, rujak mitoni di Batang biasanya dibuat dalam jumlah banyak dan rasanya jauh lebih menggoyang lidah. Untuk yang saya bikin, sekurangnya ada 10 macam buah yang disertakan, mulai dari mangga muda, bengkuang, parijoto, belimbing, hingga daging kelapa muda (degan).

Dibuat dengan Serius

Lebih dari sepuluh macam buah-buahan jadi bahan dasar pembuatan rujak mitoni di Batang.(Inibaru.id/ Sekarwati)

Oya, untuk yang belum tahu, mitoni berasal dari kata "pitu" yang dalam Bahasa Jawa berarti tujuh. Saat usia kehamilan mencapai bulan ketujuh, masyarakat Jawa menggelar mitoni sebagai ungkapan rasa syukur sekaligus doa keselamatan untuk ibu dan bayi selama sisa kehamilan hingga masa persalinan.

Nah, salah satu upa-rampai yang selalu ada dalam mitoni adalah rujak buahnya yang unik; yang seluruh buahnya "dihancurkan" lalu disatukan dalam bumbu rujak yang bertekstur cair. Untuk buahnya, rujak mitoni di Batang dihancurkan dengan dicacah kasar, kadang diserut.

Saya menghitung, ada lebih dari sepuluh macam buah yang dipakai, di antaranya mangga muda, bengkuang, jeruk bali, parijoto, belimbing, kuweni, timun, dan degan. Witri, tetangga yang membantu mempersiapkan rujak mitoni mengatakan, ragam buah yang saya siapkan ini sebetulnya terhitung sedikit.

"Variasi buah untuk rujak mitoni biasanya antara 15 sampai 20 macam, Mbak!" sebut perempuan 37 tahun itu sambil mencacah bengkuang, yang sontak membuat mulut saya ternganga.

Dibagikan ke Seluruh Tetangga

Saya nggak membayangkan bakal seberapa banyak rujak yang bakal dihasilkan jika kami menggunakan 15-20 macam buah. Dari yang kami buat saja, buah cacah yang dihasilkan sudah memenuhi dua ember besar dengan berat sekitar 10 kilogram! Namun, menurut Witri, buah yang dibutuhkan memang sebanyak itu.

“Buah-buahan yang dipersiapkan memang harus banyak karena nanti akan dibagikan ke tetangga. Satu RT di sini ada 150 orang,” terangnya. "Kami sudah biasa melakukannya."

Pembuatan rujak mitoni yang dalam skala besar biasanya akan melibatkan bantuan keluarga dan tetangga. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Dalam kondisi hamil, menangani pekerjaan seberat itu tentu saja nggak bisa saya lakukan sendiri. Beruntung, ada banyak saudara dan tetangga yang membantu, termasuk Witri. Di desa ini, budaya saling membantu untuk persiapan hajatan memang masih lazim dilakukan, nggak terkecuali untuk mitoni.

"Agar rujak cepat selesai, kita bagi tugas. Enam orang bagian mengiris buah, lalu dua sisanya membuat sambal (saus) rujak," papar Witri.

Bagian Inti dari Tradisi Mitoni

Witri mengatakan, bagi warga Batang, rujak adalah bagian inti dari tradisi mitoni karena identik dengan ibu hamil yang menyukai makanan segar. Inilah yang membuat rujak mitoni dibuat sangat serius, dengan tujuan agar orang-orang turut merasakan kebahagian sebagaimana ibu hamil.

“Di sini, rujak mitoni paling ditunggu masyarakat, lo, karena biasanya rasanya beda dengan yang dijual di pasar; lebih enak dan buahnya variatif,” jelasnya. "Terus, bumbu rujaknya juga lebih sedap."

Oya, bumbu yang dipakai dalam rujak mitoni sejatinya nggak jauh berbeda dengan bumbu rujak pada umumnya, yakni terdiri atas gula merah, kacang tanah yang sudah disangrai, cabai, dan garam. Namun, teksur bumbu rujak mitoni lebih cair karena dikocori air kelapa muda.

"Bumbu atau sambal rujak mitoni dikasih air degan (kelapa), jadi terasa lebih segar saat memakannya. Teksturnya lebih cair, warnanya cokelat muda; cerah dan menggugah selera," papar Witri.

Sensasi Segar dan Rasa yang Menyatu

Rujak mitoni yang sudah jadi akan menampilkan bentuk yang awut-awutan, tapi memiliki cita rasa yang kompleks dan menggoyang lidah. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Setelah seluruh bahan selesai disiapkan, buah yang sudah dicacah kemudian dicampur dengan sambal cair dalam satu wadah. Meski terlihat awut-awutan dengan perpaduan warna karut-marut, harus diakui jika rasa rujak mitoni buatan Witri dkk ini benar-benar menggugah selera.

Dalam sesuap rujak mitoni, lidah kita akan menemukan rasa asam, manis, pedas, dan asin yang menyatu dengan aneka rasa buah yang menyegarkan. Witri mengungkapkan, rujak mitoni nggak perlu didinginkan atau diberi es batu karena air kelapa yang terkandung di dalamnya sudah menciptakan sensasi segarnya sendiri.

"Seperti minum air degan, rujak mitoni tanpa es batu saja sudah sangat segar, lo!" serunya yang segera diiyakan teman-temannya.

Saya sepakat. Sangat wajar jika keberadaan rujak mitoni di Batang sangat dinanti,ya? Maka, tanpa menunggu lebih lama lagi, kami pun segera memindahkan rujak ke dalam cup berukuran sedang untuk dibagikan ke tetangga. Nantinya, rujak dibagikan setelah pengajian, jadi satu paket dengan nasi berkat dan jajan lainnya.

Hm, penasaran untuk mencicipi rujak mitoni dari kota yang masuk wilayah pantura ini juga? Jadilah warga Batang; atau, err, carilah pasangan orang sini! Ha-ha. (Sekarwati/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bongkoroti, Salah Satu Penganan Langka di 'Pasar Kuliner Jadul' di Taman Menara Kudus

15 Jan 2025

Sekilas tentang Prompt Engineer, Profesi Anyar yang Muncul dari Perkembangan AI

15 Jan 2025

Kritik Rakyat adalah Hak, Permintaan Maaf adalah Kewajiban Pejabat yang Kelakuannya Nggak Patut

15 Jan 2025

Si-Manis Mart, Inovasi Stabilitas Harga di Jawa Tengah

15 Jan 2025

Uniknya Asal-usul Penamaan Desa Gamer di Kota Pekalongan, Jawa Tengah

15 Jan 2025

Cegah Bunuh Diri, Kafe di Jepang Sediakan Peti Mati untuk Merenung

15 Jan 2025

Meracik Rujak Mitoni di Batang, Kaya Rasa dengan Buah-buahan Belasan Macam

15 Jan 2025

Ipda Bakti Relakan Tabungan Haji Jadi TPA, Wujud Pengabdian Polisi kepada Masyarakat

15 Jan 2025

Kata Guru dan Orang Tua Siswa tentang Rencana UN yang Akan Diadakan Kembali

2 Jan 2025

Ttangkkeut, Tempat Warga Korea Melihat Matahari Terbit Pertama di Awal Tahun

2 Jan 2025

YOLO; Filosofi Hidup Sekali yang Memacu Kebahagiaan Plus Risiko

2 Jan 2025

Ada Sampah di Planet Mars, Arkeolog: Jangan Dibuang tapi Dilestarikan!

2 Jan 2025

Hari Pertama 2025: KAI Daop 4 Semarang Berangkatkan 25 Ribu Penumpang, Paling Banyak di Stasiun Tawang

2 Jan 2025

Memagari Kicau Merdu Burung Pleci di Pegunungan Muria

2 Jan 2025

Waktu Terbaik Mengunjungi Kebun Buah Mangunan Yogyakarta

2 Jan 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Apa Dampak bagi Demokrasi Indonesia?

3 Jan 2025

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit bagi Air dan Udara, Baik atau Buruk?

3 Jan 2025

Kemalasan Nobita, Antitesis Masyarakat Jepang dengan Tradisi Tahun Baru

3 Jan 2025

Pastikan Resolusi Tahun Barumu Bebas FOMO!

3 Jan 2025

Seperti Apa Mekanisme Tilang dengan Sistem Poin di SIM yang Berlaku Mulai 2025?

3 Jan 2025