Inibaru.id – Kepulan asap menyambut saya saat tiba di sentra pengasapan ikan Desa Wonosari, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Kepulan asap itu keluar dari beberapa cerobong besar yang menjulang tinggi di kawasan yang dikenal sebagai Asap Indah tersebut.
Asap yang mengepul menandakan proses produksi tengah berlangsung. Benar saja. Begitu memasuki area tersebut, ratusan orang tampak tengah sibuk dengan peran mereka masing-masing. Ada yang memproduksi, ada yang memasarkan, dan ada yang tengah melayani para pembeli.
Khusus untuk pembeli, saya menduga mereka nggak hanya warga lokal, tapi juga ada yang datang dari luar kota. Sejak lama, Kabupaten Demak memang masyhur sebagai salah satu kota penghasil ikan asap terbesar di Jawa Tengah. Maka, nggak heran jika konsumennya berasal dari berbagai kota.
Oya, di Demak ada beberapa desa yang terkenal dengan sentra pengasapan ikannya. Yang pertama adalah sentra pengasapan di Desa Cabean yang berlokasi di pusat kota. Lalu ada Asap Indah di Desa Wonosari yang berjarak sekitar 6 kilometer ke arah utara dari pusat kota.
Pengasapan Ikan Terpusat
Berbeda dengan produksi pengasapan ikan di Cabean yang dilakukan di rumah masing-masing, di Desa Wonosari semuanya terpusat. Mulai dari produksi hingga transaksi penjualan, semuanya dilakukan di tempat yang dikenal sebagai Asap Indah ini.
Dari informasi yang saya dapatkan, dulunya warga Wonosari juga memproduksi ikan asap di rumah. Namun, karena dianggap mengganggu aktivitas masyarakat, dibuatlah tempat khusus untuk mengakomodasi segala aktivitas macam pembuatan ikan asap tersebut.
Asap Indah menempati bangunan seluas 500 meter persegi, berisikan 76 ruko yang dihuni 386 orang. Semuanya adalah warga asli Wonosari. Lalu, pengelolaan sentra pengasapan yang diyakini sebagai yang terbesar di Jateng ini diatur dengan sistem koperasi.
Sudiran, salah seorang produsen ikan asap di Asap Indah mengatakan, dalam sehari tempat ini bisa menghasilkan ikan asap sebanyak kurang lebih 25 ton. Untuk ikannya, para produsen nggak sepenuhnya mengambil dari nelayan di Demak; ada juga yang dari luar kota.
Mengolah Berbagai Ikan
Sudiran mengungkapkan, sebagaimana produsen lain, bahan baku pembuatan ikan asap kebanyakan berasal dari para nelayan di Juwana, Kabupaten Pati. Ikan yang diolah bermacam-macam, di antaranya tongkol, pare, manyung, salem, dan petek.
“Setelah diproses, ikan asap dijual dengan harga mulai Rp3.000 hingga Rp35 ribu, tergantung dari jenis ikannya,” terangnya sembari tetap fokus pada pekerjaannya.
Untuk membuat aroma ikan asap lebih sedap, Sudiran melanjutkan, kuncinya ada pada bahan bakarnya. Dulu, mereka memakai batok kelapa kering alih-alih kayu. Namun, karena harganya mahal, para produsen pun menggantinya dengan jenggel (tongkol) jagung.
"Aroma yang dihasilkan mirip. Bahkan, jenggel jagung bikin proses pengasapan lebih cepat dan rasa (ikan asap) lebih mantap," kata dia.
Diekspor ke Turki dan Belanda
Sudiran nggak punya alasan pasti kenapa ikan bisa terasa lebih enak saat diasap dengan jenggel jagung. Yang dia tahu, sudah banyak yang mengatakan demikian. Karena itulah dia dan kawan-kawannya terus menggunakan jenggel jagung sebagai bahan bakar untuk mengasapi ikan.
"Selama proses pengasapan, janggel jagung diberi air agar api tidak terlalu besar dan menghasilkan kepulan asap yang banyak," ujar Sudiran yang kemudian mengajak saya untuk mencoba mengasapi ikan.
Sebelum diasapi, ikan terlebih dulu dibersihkan, lalu dipotong-potong sesuai kebutuhan. Kemudian, agar daging nggak rusak dan pengasapan lebih mudah, potongan ikan ditusuk dengan kayu. Setelah itu barulah diletakkan di atas bara yang menghasilkan asap tebal.
"Setelah pengasapan selesai, ikan segera dijual atau didistribusikan ke bakul. Ada yang sudah punya langganan (yang datang), ada juga yang dikirim pakai ekspedisi," tukasnya. "Yang beli hingga Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi; bahkan ada yang diekspor ke Turki dan Belanda, dalam kemasan kaleng."
Salut banget! Jujur, saya nggak akan sanggup menjadi mereka. Baru beberapa menit mengasapi ikan saja saya langsung menyerah karena mata terasa perih terkena asap. Gimana kalau harus berjam-jam seperti Sudiran dkk ini? (Sekarwati/E03)