inibaru indonesia logo
Beranda
Inspirasi Indonesia
Memagari Kicau Merdu Burung Pleci di Pegunungan Muria
Kamis, 2 Jan 2025 16:05
Penulis:
Bagikan:
Setyawan Rahayu atau yang akrab disapa Wawan sedang memperlihatkan foto burung Pleci Mata Putih, satwa khas Pegunungan Muria yang terancam punah. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Setyawan Rahayu atau yang akrab disapa Wawan sedang memperlihatkan foto burung Pleci Mata Putih, satwa khas Pegunungan Muria yang terancam punah. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Corak bulu yang unik dan suara khasnya yang acap memenangkan lomba membuat pleci muria di alam liar banyak diburu masyarakat lantaran harganya yang tinggi.

Inibari.id – Pegunungan Muria telah lama dikenal sebagai rumah bagi pelbagai satwa eksotis, nggak terkecuali burung pleci. Di wilayah tersebut, setidaknya ada tiga jenis burung pleci utama, yakni Pleci Kristal, Pleci Keruh, dan Pleci Putih.

Sedikit informasi, Pleci (Zosterops) merupakan jenis burung pengicau yang mudah dikenali dari lingkaran putih di matanya, yang membuatnya acap pula disebut sebagai burung kacamata. Mereka tersebar di wilayah Afrotropis, Indomalaya, dan Australasia.

Sebagai burung pengicau, pleci juga dikenal dengan suaranya yang khas. Di Pegunungan Muria misalnya, pleci kristal atau lebih sering disebut sebagai Pleci Muria mudah ditandai dengan suara “cing”-nya yang jernih dan melodius.

Setyawan Rahayu, pencinta burung cum pegiat lingkungan dari Yayasan Penggiat Konservasi Muria (Peka Muria) mengungkapkan, suara khas pleci kristal sering menjadi daya tarik pehobi. Alhasil, mereka banyak diburu orang dan populasinya pun terancam.

Surga Para Burung

Wawan dengan teman-teman dari Peka Muria tengah melakukan pengamatn burung dan pendataan di Pegunungan Muria (Inibaru.id/ Imam Khanafi)
Wawan dengan teman-teman dari Peka Muria tengah melakukan pengamatn burung dan pendataan di Pegunungan Muria (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Wawan, begitu Setyawan biasa disapa mengungkapkan, selain lingkaran mata berwarna putih mencolok, pleci muria secara fisik bisa dikenali dari warna bulunya yang dominan hijau zaitun dan corak kuning pada bagian dada. Tubuhnya kecil dan ramping.

"Sebagai burung koloni, pleci sering hidup berkelompok, yang (suara mereka yang saling bersaut-sautan) menambah daya tarik mereka di hutan," paparnya.

Dia mengenang, hutan di kawasan Muria, terutama di sekitar Colo (Kudus), memang pernah menjadi surga bagi para burung. Kala itu, masyarakat masih sangat peduli terhadap kelestarian alam. Lebih dari 118 spesies burung tercatat, termasuk pleci muria.

"Sayang, tren gantangan (lomba burung kicau) membawa dampak signifikan pada populasi mereka," keluh lelaki berambut sebahu tersebut. “Pleci yang juara biasanya langsung diburu pehobi. Harga pasaran naik, lalu banyak yang berusaha menangkap mereka, membuat populasi mereka berkurang signifikan."

Kicauan yang Mulai Menghilang

Wawan memperlihatkan jenis burung anis kembang, anis merah, atau plontang, jenis burung yang terancam menghilang dari Pegunungan Muria. (Inibari.id/ Imam Khanafi)
Wawan memperlihatkan jenis burung anis kembang, anis merah, atau plontang, jenis burung yang terancam menghilang dari Pegunungan Muria. (Inibari.id/ Imam Khanafi)

Saat ini, Wawan melanjutkan, nggak hanya pleci muria yang populasinya terancam. Beberapa jenis burung seperti Anis Kembang, Anis Merah, atau Plontang bahkan sudah sangat sulit ditemukan di kawasan Muria. Burung-burung ini hampir punah akibat perburuan liar dan permintaan pasar yang tinggi.

"Mereka (pencari burung) memburu burung dengan memikat (menangkap dengan menjebak) mereka di alam liar," terangnya.

Lokasi seperti Candi Angin dan Argo Piloso menjadi sejumlah titik yang banyak diincar pemburu. Wawan mengatakan, dampak perburuan liar itu cukup signifikan. Candi Angin misalnya, yang dulu dipenuhi kicau burung anis merah mulai jarang terdengar belakangan ini.

“Kami sudah sering mengimbau pemburu untuk berhenti memikat burung, tapi mereka masih saja masuk hutan dengan diam-diam," geramnya.

Upaya dan Tantangan Pelestarian

Meningkatnya perburuan liar menjadi tantangan besar bagi Wawan dkk untuk melestarikan keberadaan pleci muria. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)
Meningkatnya perburuan liar menjadi tantangan besar bagi Wawan dkk untuk melestarikan keberadaan pleci muria. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Meningkatnya perburuan liar memunculkan tantangan besar dalam pelestarian burung di Pegunungan Muria. Wawan pun menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat sekitar terkait kondisi wilayah mereka saat ini. Lalu, para pemikat burung di alam liar juga perlu dikenai sanksi untuk memberikan efek jera.

“Kalau hanya melarang tanpa edukasi, masalahnya tidak akan selesai. Harus ada pendekatan ke masyarakat dan sosialisasi yang lebih intens,” tegasnya. "Edukasi bisa lewat tokoh masyarakat dan sekolah-sekolah."

Wawan sedikit lega karena saat ini telah muncul sejumlah komunitas lokal seperti tempatnya bernaung yang melakukan upaya konservasi, misalnya dengan menjaga keberadaan pohon endemik yang menjadi habitat asli burung-burung; misalnya pohon kembang dan woh gandeh tempat koloni pleci.

“Kami juga mencoba membuat program adopsi burung. Jadi, masyarakat bisa memelihara pleci hasil penangkaran, bukan dari hasil tangkapan liar. Dengan begitu, populasi di alam tetap terjaga,” paparnya.

Sosialisasi ke Desa-Desa

Pengamatan rutin dilakukan untuk memantau populasi  burung-burung rentan punah di Pegunungan Muria. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)
Pengamatan rutin dilakukan untuk memantau populasi burung-burung rentan punah di Pegunungan Muria. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Wawan dkk menyadari, menjaga eksistensi pleci muria di alam bukanlah hal mudah. Karena itulah Yayasan Peka Muria yang menaungi mereka terus melakukan sosialisasi ke desa-desa sekitar hutan di Muria.

“Kami ajak masyarakat untuk melihat dampak panjang dari perburuan liar ini. Kalau burung hilang, ekosistem juga terganggu. Pola pikir seperti ini yang ingin kami tanamkan," ungkapnya.

Bentuk pendekatan tersebut, lanjutnya, memang butuh waktu dan tidak bisa langsung berhasil karena kebiasaan masyarakat memikat burung tersebut sudah berlangsung sejak lama, bahkan diwariskan secara turun-temurun.

"Namun, segala upaya harus dilakukan, karena pleci muria adalah simbol dari keindahan alam Muria yang telah memberi kehidupan untuk mereka juga," serunya.

Kicauan untuk Generasi Mendatang

Selain Peka Muria, konservasi burung pleci juga harus melibatkan masyarakat setempat. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)
Selain Peka Muria, konservasi burung pleci juga harus melibatkan masyarakat setempat. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Wawan optimistis, dengan langkah pelestarian yang tepat seperti mendukung penangkaran legal, memberikan edukasi kepada masyarakat, dan memperketat aturan terkait perburuan liar, impiannya nggak akan berakhir sebagai isapan jempol belaka. Meski butuh waktu, dia berharap perlahan populasi pleci di Muria bisa pulih.

“Kami ingin anak-cucu kami nanti masih bisa mendengar suara merdu pleci di hutan Muria,” kata Wawan penuh harap.

Menurutnya, Pegunungan Muria dengan segala kekayaan alamnya bukan hanya milik generasi sekarang tapi juga generasi mendatang. Dia menegaskan, suara merdu pleci muria dan keberadaan spesies lainnya harus tetap menjadi bagian dari harmoni alam yang lestari.

Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa keindahan ini tidak hanya menjadi cerita masa lalu. Dengan bersinergi antara masyarakat, pemerintah, dan komunitas konservasi, Pegunungan Muria bisa tetap menjadi rumah bagi pleci dan kekayaan hayati lainnya. (Imam Khanafi/E03)

Komentar

OSC MEDCOM
inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved