BerandaHits
Rabu, 14 Jan 2025 16:32

Mengajarkan Regulasi Emosi pada Anak; Bukan Sekadar Melarang Marah atau Menangis, lo!

Mengelola emosi bukan sekadar menahan rasa sedih atau rasa marah. (Shutterstock)

Mengajarkan regulasi emosi pada anak bukan sekadar melarang mereka marah atau menangis, tetapi membimbing mereka untuk mengenali dan mengelola emosi dengan cara yang sehat.

Inibaru.id - Mengajarkan regulasi emosi pada anak adalah proses penting dalam mendukung perkembangan mental dan sosial mereka. Sayangnya, banyak orang tua masih menganggap bahwa mengajarkan regulasi emosi berarti melarang anak menunjukkan emosi seperti marah atau menangis. Padahal, regulasi emosi nggak bertujuan menekan emosi, melainkan membantu anak mengenali, memahami, dan mengelola perasaan mereka dengan cara yang sehat.

Regulasi emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan reaksi emosional terhadap situasi tertentu, sehingga mereka bisa merespons dengan cara yang lebih adaptif. Kemampuan ini penting karena:

1. Membantu membangun hubungan sosial yang sehat. Anak yang mampu mengatur emosinya cenderung lebih mudah bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.

2. Mendukung kesehatan mental. Anak yang dapat mengelola emosinya dengan baik memiliki risiko lebih rendah mengalami gangguan kecemasan atau depresi.

3. Mengembangkan kemampuan menghadapi tantangan. Anak akan lebih mampu menghadapi tekanan, kegagalan, atau konflik dengan cara yang positif.

Langkah-Langkah Mengajarkan Regulasi Emosi

1. Mengakui dan Menghargai Perasaan Anak

Akui dan hargai perasaan anak. (via Halodoc)

Langkah pertama adalah mengajarkan anak bahwa semua emosi itu wajar dan boleh dirasakan. Alih-alih melarang anak marah atau menangis, orang tua perlu mengakui perasaan mereka dengan mengatakan, “Ibu tahu kamu sedang marah” atau “Ayah tahu kamu sedih karena mainanmu rusak.” Dengan begitu, anak merasa dipahami dan nggak takut untuk mengekspresikan emosi mereka.

2. Mengajarkan Kosakata Emosi

Agar anak bisa mengenali emosinya dengan lebih baik, mereka perlu memiliki kosakata emosi yang cukup. Selain emosi dasar seperti marah, senang, dan sedih, orang tua bisa mengenalkan emosi lainnya seperti kecewa, malu, atau cemas. Misalnya, “Kamu terlihat kecewa karena temanmu tidak datang.”

3. Memberikan Contoh Regulasi Emosi

Anak belajar dari melihat perilaku orang tua. Jika orang tua mampu mengatur emosi dengan baik, anak akan meniru cara tersebut. Contohnya, ketika orang tua merasa kesal, mereka bisa berkata, “Ibu sedang kesal, jadi Ibu akan menarik napas dalam-dalam dulu supaya bisa berpikir lebih tenang.”

4. Mengajarkan Teknik Mengelola Emosi

Berikan anak cara-cara konkret untuk mengelola emosi mereka, seperti:

- Menarik napas dalam-dalam ketika merasa marah.

- Menghitung sampai sepuluh sebelum bereaksi.

- Menggambar atau menulis untuk menyalurkan emosi.

Dengan memberikan teknik ini, anak memiliki alat untuk mengelola emosinya dengan lebih baik.

5. Mengajarkan Pemecahan Masalah

Setelah emosi mereda, bantu anak memahami situasi yang mereka hadapi dan ajarkan cara mengatasinya. Misalnya, jika anak marah karena mainannya diambil teman, ajak mereka berdiskusi tentang cara meminta mainannya kembali dengan baik.

Menghindari Larangan yang Nggak Mendidik

Melarang anak marah atau menangis tanpa memberikan solusi justru dapat membuat anak bingung dan merasa nggak dimengerti. Akibatnya, anak mungkin akan menekan emosinya atau mengekspresikan emosi dengan cara yang kurang sehat, seperti meledak-ledak atau menjadi agresif.

Sebaliknya, jika anak diberi ruang untuk mengekspresikan emosinya dan diajari cara mengelolanya, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih percaya diri, empatik, dan mampu menghadapi berbagai situasi sulit dengan baik.

Dengan pendekatan yang tepat, anak akan memiliki keterampilan penting dalam mengatur emosinya, yang bermanfaat bagi perkembangan mental, sosial, dan emosional mereka di masa depan. Orang tua, sebagai pendamping utama, perlu bersikap sabar, mendukung, dan memberikan contoh yang baik dalam proses ini. Yuk, bimbing anak untuk mengatur emosinya dengan benar, Millens. (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bongkoroti, Salah Satu Penganan Langka di 'Pasar Kuliner Jadul' di Taman Menara Kudus

15 Jan 2025

Sekilas tentang Prompt Engineer, Profesi Anyar yang Muncul dari Perkembangan AI

15 Jan 2025

Kritik Rakyat adalah Hak, Permintaan Maaf adalah Kewajiban Pejabat yang Kelakuannya Nggak Patut

15 Jan 2025

Si-Manis Mart, Inovasi Stabilitas Harga di Jawa Tengah

15 Jan 2025

Uniknya Asal-usul Penamaan Desa Gamer di Kota Pekalongan, Jawa Tengah

15 Jan 2025

Cegah Bunuh Diri, Kafe di Jepang Sediakan Peti Mati untuk Merenung

15 Jan 2025

Meracik Rujak Mitoni di Batang, Kaya Rasa dengan Buah-buahan Belasan Macam

15 Jan 2025

Ipda Bakti Relakan Tabungan Haji Jadi TPA, Wujud Pengabdian Polisi kepada Masyarakat

15 Jan 2025

Buka Sampai Tengah Malam, Nasi Kuning Mbah Jo Yogyakarta Selalu Dijejali Pelanggan

16 Jan 2025

Sepakat Berdamai setelah Seteru Sengit Antara PP dan GRIB Jaya di Blora

16 Jan 2025

Gambaran Keindahan Kepulauan Canaria di Spanyol pada Film 'Killing Crabs'

16 Jan 2025

Kata Orang Tua Siswa tentang Penjual Jajanan di Sekolah

16 Jan 2025

Mulai 1 Februari, KA Sancaka Utara 'Comeback' dengan Relasi Diperpanjang hingga Cilacap

16 Jan 2025

Menghadapi Dilema Bekal vs Jajanan di Sekolah; Bagaimana Sikap Orang Tua?

16 Jan 2025

Rujak Mitoni dan Tradisi 'Gender Reveal' di Batang

16 Jan 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Apa Dampak bagi Demokrasi Indonesia?

3 Jan 2025

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit bagi Air dan Udara, Baik atau Buruk?

3 Jan 2025

Kemalasan Nobita, Antitesis Masyarakat Jepang dengan Tradisi Tahun Baru

3 Jan 2025

Pastikan Resolusi Tahun Barumu Bebas FOMO!

3 Jan 2025

Seperti Apa Mekanisme Tilang dengan Sistem Poin di SIM yang Berlaku Mulai 2025?

3 Jan 2025