BerandaTradisinesia
Minggu, 12 Okt 2024 17:00

Lenggak-lenggok Para Penari Cilik di Sanggar Padma Baswara Demak

Siswa kelas Alit di Sanggar Budaya Padma Baswara berfoto bersama setelah penampilan Tari Lilin yang mereka bawakan di hadapan para orang tua. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Dengan penuh percaya diri, para penari cilik di Sanggar Padma Baswara Demak berlenggak-lenggok membawakan Tari Lilin. Seperti apa keseruan mereka?

Inibaru.id - Akhir pekan yang cerah; hari masih sore ketika saya tiba di halaman Pendopo Notobratan, Kelurahan Kadilangu, Kabupaten Demak, belum lama ini. Saat saya tiba, beberapa bocah tampak tengah berkumpul, mengerumuni seorang perempuan yang kemudian saya tahu sebagai pelatih tari.

Nggak lama kemudian, para siswa kelas tari di Sanggar Budaya Padma Baswara itu pun bersiap; mengenakan kostum dan bersolek sebelum mulai menari. Hari itu, mereka akan memakai riasan bertema Solo Cantik.

"Tema ini identik dengan riasan mata coklat dan hitam serta bersanggul. Untuk kostumnya, berkemben, berjarik, dan berselendang," tutur seorang penata rias yang rupanya juga siswa di sanggar yang cukup rajin menggelar event budaya ini.

Penata rias yang saya temui itu adalah siswa kelas tari Ageng, sedangkan bocah-bocah yang dirias adalah kelas Alit. Jadi, di sanggar ini, selain belajar menari, para siswa juga diajari cara menjadi penampil, termasuk dalam hal merias dan mengenakan kostum.

Dibagi Tiga Kelas

Sebelum pertunjukan, para siswa dari kelas Alit di Sanggar Padma Baswara dirias terlebih dahulu. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Saya memang telah lama penasaran dengan Sanggar Padma Baswara, tapi hari itu punya kesempatan untuk bertemu dengan Ika Febrianti, pendiri sekaligus pelatih di sanggar tari yang saat ini memiliki sekitar 80 siswa tersebut.

"Kebetulan hari ini lagi ada kelas Alit, yang mayoritas adalah anak SD," tutur Ika di sela kesibukannya mempersiapkan para bocah cilik itu menari. "Kami ada kelas Alit, Madya, dan Ageng."

Seperti dikatakan Ika, Sanggar Padma Baswara membagi para siswanya dalam tiga kelompok, yakni kelas Alit yang diperuntukkan bagi anak usia 5-9 tahun; Madya untuk usia 9-16 tahun, dan Ageng bagi yang berumur 16 tahun ke atas.

"Setiap kelas punya materi yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan kemampuan siswa selama belajar menari di sanggar," terangnya. "Selain itu, ada juga kelas khusus untuk pemula yang pengin belajar tari, yang diperuntukkan bagi siswa yang nggak mengikuti kelas dari jenjang awal."

Satu Tarian per Semester

Siswa kelas Ageng menata siswa kelas Alit untuk membantu persiapan sebelum pertunjukan dimulai.(Inibaru.id/ Sekarwati)

Saat saya datang, sanggar budaya ini tampak tengah sibuk mempersiapkan para penari cilik dari kelas Alit itu tampil di hadapan orang tua mereka. Hari itu, mereka akan tampil membawakan Tari Lilin, materi yang telah mereka pelajari selama satu semester.

"Di sini, untuk kelas Alit, selama satu semester siswa belajar menari dalam satu tema, lalu pada akhir pembelajaran mereka akan mengikuti semacam ujian," terang Ika. “Untuk semester ini, materi yang kami ajarkan adalah tari lilin dan membuat wayang kancil.”

Berdasarkan pengamatan Ika, sejauh ini hasil latihan para penari cilik ini cukup memuaskan. Hampir seluruh siswa menjadi langganan untuk tampil pada acara-acara seperti HUT kabupaten atau event sekolah. Mereka juga tampil di depan umum dengan penuh percaya diri.

"Keterlibatan anak-anak dalam pertunjukan besar menurut saya dapat menambah semangat mereka untuk mengembangkan bakat," kata dia sembari mengecek untuk kali terakhir persiapan para penari cilik yang dibimbingnya ini naik "panggung".

Dukungan Orang Tua

Siswa kelas Alit menampilkan Tari Lilin di hadapan pelatih dan orang tua di halaman Pendopo Notobratan, Kelurahan Kadilangu, Kabupaten Demak. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Pada akhirnya, pertunjukan yang saya dan para orang tua siswa nantikan pun dimulai. Dengan cawan berisi lilin di tangan kecil mereka, para penari cilik ini mulai melenggak-lenggok. Gerakan mereka sungguh gemulai, kentara sekali sudah terbiasa menari.

Saya duduk di sebelah Seperti Mastoyah, ibu dari Kenzi Fadil Adzim, satu-satunya penari cowok dalam pertunjukan Tari Lilin sore itu. Dari sorot matanya, perempuan 42 tahun ini terlihat begitu bahagia melihat sang buah hati menari bersama kawan-kawannya.

Dari kejauhan, saya juga melihat betapa energetiknya gerakan Kezi. Meski menjadi satu-satunya cowok di situ, bocah yang saat ini duduk di Kelas 2 SD N Bintoro Demak tersebut nggak terlihat canggung. Dia tampil dengan penuh percaya diri.

"Sebagai orang tua, sudah seharusnya saya mendukung. Jadi, ya saya akan support terus," serunya dengan wajah semringah.

Dengan gerakan yang luwes dan penuh percaya diri, para penari cilik seumuran anak SD ini menampilkan Tari Lilin di hadapan pelatih dan para orang tua mereka. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Menurut penuturan Mastoyah, sejak kecil Kenzi memang sudah suka menari. Keinginan untuk bergabung dengan Sanggar Padma Baswara ini bahkan bukan berasal dari dirinya, tapi permintaan sang anak sendiri.

"Sebetulnya tidak hanya menari, karena Kenzi pada dasarnya sangat menyukai berbagai kesenian," kata Mastoyah saat menyambut buah hatinya yang telah selesai menari.

Selama kegiatan itu positif dan bermanfaat untuk mengembangkan diri, menurut saya sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mendukungnya. Bentuk dukungannya bisa bermacam-macam, termasuk untuk hadir pada acara-acara semacam ini.

"Selama kegiatan itu positif, sebagai orang tua saya tidak punya alasan untuk tidak mendukung, kan?" tandas Mastoyah yang seketika membuat saya seketika mengangguk-anggukkan kepala kuat-kuat.

Menurut saya, kesenian dan kebudayaan perlu diwariskan sejak dini agar terus lestari. Maka, sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi orang tua untuk memperkenalkannya, lalu mendukung keinginan mereka untuk berkesenian. Kamu sepakat, Millens? (Sekarwati/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT