Inibaru.id - Kalau berbicara Islam Kejawen, tampaknya Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang penduduknya masih kental mempraktikkannya, ya. Salah satu tradisi Islam kejawen yang terus terlaksana hingga kini adalah Grebeg Maulud.
Grebeg maulud merupakan tradisi rutin khas keraton Yogyakarta untuk memperingati dan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal.
Tradisi ini menjadi puncak festival Sekaten yang digelar selama 40 hari. Grebeg maulud bisa dibilang sebagai hasil "perkawinan" budaya Jawa dengan Islam karena di dalamnya terkandung nilai-nilai Islam dalam balutan budaya Jawa.
Digagas oleh Sunan Kalijaga, Grebeg Maulud ini menjadi salah satu sarana untuk melakukan syiar Islam di tanah Jawa sejak abad ke-15 Masehi. Kala itu, masyarakat Jawa masih banyak yang menganut agama Hindu, Buddha, atau kepercayaan lainnya.
Nah, agar masyarakat tertarik dengan Islam, dibuatlah upacara-upacara yang cukup membumi bagi masyarakat lokal. Salah satunya dengan mengadakan arak-arakan hasil bumi seperti Grebek Maulud ini.
Makna Grebeg Maulud
Genpi (24/6/2021) memuat, istilah grebeg atau garebeg berasal dari kata gumrebeg yang memiliki arti “ramai”. Kemudian maknanya diperluas menjadi “perayaan” atau “keramaian”. Maklum, setiap perayaannya selalu disertai dengan arak-arakan yang ramai oleh barisan prajurit keraton yang diiringi alunan gamelan.
Nggak hanya itu, grebeg juga bisa berarti miyos atau keluarnya Sultan untuk memberikan hasil bumi kepada rakyatnya. Memang, dalam Grebeg Maulud Keraton juga akan mengarak gunungan yang akan diperebutkan oleh masyarakat Yogyakarta di halaman Masjid Gedhe Kauman. Gunungan ini dipercaya membawa keberkahan, kemakmuran, dan ketenangan.
Proses Panjang Sebelum Grebeg Maulud
Sebelum Grebeg Maulud yang menjadi puncak Sekaten, ada proses panjang yang harus dilalui, Millens. Pertama, acara Miyos Gangsa yaitu mengeluarkan gamelan Sekati Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga dari Keraton Yogyakarta menuju Masjid Gedhe Kauman. Bunyi gamelan menjadi pertanda dimulainya acara Sekaten.
Kemudian acara kedua yaitu Numplak Wajik. Acara ini merupakan awalan dari proses pembuatan gunungan. Untuk merayakan Grebeg Maulud, keraton akan menyediakan tujuh gunungan yaitu Gunungan Lanang, Gunungan Wadon, Gunungan Pawuhan, Gunungan Darat, Gunungan Bromo, dan Gunungan Gepak.
Acara selanjutnya Mbusansani Pusaka, di mana semua pusaka yang ada di ruang penyimpanan keraton akan dikeluarkan dan diganti kain pelindungnya. Kemudian prosesi Bethak yaitu menanak nasi sebanyak 7 kali yang dipimpin oleh permaisuri dengan pusaka periuk.
Prosesi selanjutnya adalah Kundur Gangsa yaitu momen Gamelan Kyai Guntumadu dan Kyai Nogowilogo dibawa kembali dari masjid Gedhe Kauman menuju keraton.
Selanjutnya, Kundur Gunungan Bromo yaitu diaraknya gunungan. Sebanyak lima gunungan akan diarak dan diletakkan di pelataran Masjid Gedhe Kauman untuk dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk sedekah dari Sri Sultan. Sedangkan dua lainnya diarak menuju Kepatihan dan Puro Pakualaman.
Meski panjang, tradisi perayaan Maulud Nabi Muhammad ala Keraton Yogyakarta ini menarik banget ya?Betewe, di tempat kamu tinggal ada tradisi apa untuk merayakan kelahiran Nabi, Millens? (Fatkha Karinda Putri/E05)