Inibaru.id – Jauh sebelum Indonesia menggunakan UUD 1945 sebagai dasar hukum negara, Indonesia sudah mengenal berbagai macam hukum. Aturan-aturan ini diterapkan pada setiap kerajaan atau kesultanan yang eksis di masanya.
Salah satu aturan negara yang cukup populer adalah yang diterapkan oleh Kesultanan Demak. Pada saat kerajaan yang ada di Pantura ini berjaya, ada dua kitab hukum yang digunakan, yaitu Solokantoro dan Angger-Angger Surya Alam. Keduanya memakai dasar aturan Islam.
Aturan ini dibuat saat Kesultanan Demak dipimpin oleh Sultan Fatah. Saat itu, proses pembuatan aturan hukum ini dibantu oleh Wali Songo yang memahami hukum Islam.
Serat Solokantoro
Solokantoro berisi tentang peraturan pemerintah dan struktur organisasi pemerintahan di Kesultanan Demak. Kitab ini mengatur tentang bagaimana kewajiban dan hak para pejabat dan pegawai kerajaan, Millens.
Sebagai contoh, dalam kitab ini, peran para Wali di Kesultanan Demak dijabarkan. Mereka bisa berperan sebagai pujangga, ngiras, kinarya, pepunden, jaksa yang mengku perdata, atau sebagai karyawan terhormat. Intinya, para Wali selalu mengawasi raja dalam menjalankan roda kepemimpinannya.
Kalau dibandingkan dengan struktur pemerintahan sekarang, peran para Wali mirip dengan Dewan Pertimbangan Agung, Jaksa Agung atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Serat Angger-Angger Suryangalam
Sementara itu, Angger-Angger Suryangalam merupakan undang-undang resmi Kesultanan Demak yang berisi tentang ketentuan perdata, pidana, dan hukum acara. Dalam naskah Serat Angger-Angger Suryangalam, dijelaskan bahwa hukum yang berlaku di Kesultanan Demak berdasarkan hukum Islam dengan berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis.
Setidaknya ada 19 pasal dalam Serat Angger-Angger Suryangalam ini. Berikut adalah rinciannya:
1. Peraturan umum tentang bebasnya anak dibawah umur 10 tahun atau yang belum baligh dari hukum dan ketentuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan denda.
2. Astodusto, hukuman yang menyangkut delapan jenis tindakan melukai dan membunuh orang.
3. Kawula, hukum tentang aturan hamba sahaya (budak) yang menyangkut asal-usul dan perlakuannya.
4. Astocorah, hukum yang berhubungan dengan delapan jenis pencurian dengan hukuman mulai denda, potong tangan, potong kaki, sampai hukum mati (hudud).
5. Sahaso, hukum yang menyakut penistaan dengan sanksi berupa denda, hukuman badan, penjara, hingga hukuman mati.
6. Adol Tinukum, hukum yang menyangkut jual beli.
7. Sando, hukum yang berhubungan dengan masalah pegadaian.
8. Ahutang-phihutang, hukum masalah utang piutang.
9. Titipan, hukum yang menyangkut masalah barang titipan baik berupa perkakas, harta benda maupun hewan peliharaan.
10. Tukon, hukum yang mengatur masalah mas kawin yang dinilai dari jumlah, pengembalian oleh pihak wanita apabila terjadi pembatalan.
11. Kawarangan, hukum yang mengatur masalah perkawinan,
12. Paradoro, hukum yang mengatur perbuatan mesum, pelecehan seksual, dan pemerkosaan, dengan sanksi yang rendah hingga hukuman mati.
13. Dwere kaliliran, hukum masalah pembagian harta waris.
14. Wakporusyo, hukum tentang masalah caci maki dan penghinaan sesama penduduk.
15. Dandoparusyo, hukum tentang tindak kekerasan terhadap manusia dan hewan.
16. Kagelalehan, hukum yang mengatur tentang kelalaian yang mengakibatkan orang lain celaka.
17. Atukaran, hukum tentang perselisihan dan perkelahian secara terbuka.
18. Bhumi, hukum yang mengatur tentang kepemilikan dan penggarapan sawah, perkebunan perikanan, dan sewa menyewa.
19. Duwilatek, hukum tentang fitnah menfitnah.
Ternyata hukum di Kesultanan Demak cukup menarik ya, Millens? (Isl, Alm/IB32/E07)