Inibaru.id - Istilah “kumpul kebo” pasti sudah akrab di telinga banyak orang Indonesia. Biasanya merujuk pada pasangan yang tinggal satu rumah seperti suami istri, tapi tanpa ikatan pernikahan. Selama ini, perdebatan soal apakah praktik tersebut bisa dipidana selalu muncul. Ada yang bilang iya, ada yang bilang tidak. Nah, lewat KUHP baru, hal ini akhirnya diatur secara tegas.
Mulai 2 Januari 2026, KUHP Nomor 1 Tahun 2023 resmi berlaku, dan di dalamnya ada pasal khusus yang mengatur soal kumpul kebo. Tepatnya Pasal 412 yang berbunyi siapa pun yang hidup bersama layaknya suami istri di luar pernikahan, bisa dikenai pidana maksimal 6 bulan penjara atau denda kategori II, yaitu maksimal Rp10 juta. Cukup berat juga, ya?
Meski begitu, banyak orang salah paham dan mengira bahwa siapa pun bisa melaporkan pasangan yang tinggal bersama tanpa menikah. Padahal tidak begitu.
Pasal ini termasuk delik aduan absolut, artinya proses hukum hanya bisa berjalan kalau ada pengaduan dari pihak tertentu. Orang-orang yang memiliki hak untuk mengadu juga sangat terbatas.
Buat pasangan yang sebenarnya sudah menikah dengan orang lain, laporan hanya bisa dibuat oleh suami atau istri sah mereka. Sementara bagi yang belum menikah, yang bisa membuat aduan hanyalah orangtua atau anak kandung. Artinya, tetangga, teman kos, RT/RW, bahkan ormas sekalipun tidak punya legal standing untuk melaporkan seseorang atas tuduhan kumpul kebo.
Menurut para ahli hukum, aturan ini memang sengaja dibuat untuk melindungi privasi individu dan mencegah orang tak berkepentingan ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain. Jika ada pihak yang tidak berhak melapor tapi nekat menuduh atau menyebarkan kabar, justru dia bisa terkena pelanggaran pencemaran nama baik. Jadi, gosip soal siapa tinggal dengan siapa ternyata bisa berujung panjang kalau tidak hati-hati.
Lalu bagaimana kalau pasangan yang tinggal bersama menimbulkan keributan yang mengganggu lingkungan? Misalnya, sering menggelar pesta, memutar musik kencang, atau hal-hal lain yang mengacaukan ketertiban umum.
Nah, untuk kasus ini, warga sekitar tetap bisa mengadukan pelanggaran ketertiban umum, bukannya mengadukan perzinaan atau kumpul kebo. Pengaduan seperti ini pun masih bisa didamaikan atau dicabut sebelum masuk ke pengadilan.
Dengan adanya aturan baru ini, pemerintah berharap sengketa-sengketa terkait privasi bisa lebih tertangani secara proporsional, tanpa membuka celah untuk main hakim sendiri. Buat masyarakat umum, yang penting dipahami adalah kumpul kebo memang dapat dipidana, tapi hanya jika ada aduan dari pihak yang berhak.
Jadi, sebelum berkomentar atau menyebarkan kabar soal urusan pribadi seseorang, lebih baik kita berpikir dua kali. Selain menjaga diri dari masalah hukum, kita juga ikut menjaga ruang privat orang lain tetap aman. Bagaimanapun, hidup bertetangga itu paling nyaman kalau saling menghormati batasan masing-masing. Setuju kan, Gez? (Arie Widodo/E07)
