Inibaru.id – Paryam hanya bisa duduk di balai-balai depan rumahnya yang menghadap persis ke sawah yang luas. Meski ada sejumlah pohon mangga dan lamtoro yang menghadang angin langsung menerjang rumahnya, tetap saja angin berembus dengan sangat kencang disertai dengan hujan sehingga membuat nenek tersebut ketakutan.
Di dekatnya, suaminya, Sugiyanto berdiri mengacung-acungkan keris ke arah langit. Laki-laki yang pernah menjabat sebagai kepala dusun ini memiliki keris keramat yang dia yakini bisa menghalau angin kencang, hujan deras, dan awan yang bergerak sangat rendah di Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak.
“Ngidul…ngidul! (ke selatan, ke selatan!)” teriak sang kakek tersebut. Sayangnya, perintahnya dengan keris tersebut seperti sia-sia. Angin terus berembus kencang hingga menerbangkan atap sejumlah rumah dan membuat banyak pohon, termasuk yang berukuran besar rubuh. Tetangga-tetangganya yang semakin ketakutan pun mengumandangkan azan demi meminta pertolongan ke Yang Maha Kuasa.
Di desa yang termasuk dataran rendah yang cenderung rata tanpa perbukitan sama sekali ini, puting beliung atau setidaknya hujan yang disertai dengan angin kencang bukanlah hal yang aneh terjadi. Warga yang sudah tahu betapa bahayanya kondisi tersebut pun memilih untuk berdiam di teras rumah. Mereka bahkan nggak berani memegang ponsel karena adanya ketakutan akan petir.
Yap, meski ada mitos nggak ada petir di Demak, realitanya, di desa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Demak itu, petir bisa terdengar begitu dekat dan menggelegar. Entah sudah berapa banyak atap rumah, pohon tinggi seperti kelapa atau randu yang jadi korban sambarannya.
Widi, warga setempat mengaku berkali-kali melihat petir menyambar pohon di dekat rumahnya. Bahkan, dulu sempat ada sebuah pohon yang disambar petir hingga rubuh dan memutus kabel listrik. Selama beberapa hari, warga desa pun terpaksa tinggal dalam kegelapan.
“Pas pohonnya menimpa kabel hingga putus, langit seperti merah semua. Warga sampai ketakutan,” ceritanya.
Kalau Realitanya Tetap Ada, Mengapa Ada Mitos Nggak Ada Petir di Demak?
Mitos ini muncul sejak Demak masih berupa kesultanan. Jadi, dulu, ada tokoh bernama Ki Ageng Selo yang merupakan putra dari Ki Ageng Getas Pandowo. Mereka masih keturunan dari Raja Brawijaya dari Majapahit. Ki Ageng Selo juga berguru kepada Sunan Kalijaga sehingga ikut berdakwah menyebarkan Islam.
Ki Ageng Selo dikenal sakti dan sangat kuat. Bahkan, ada kabar kalau dalam sehari, dia bisa mencangkul sawah hingga 30 bahu. Nah, kabarnya, Ki Ageng Selo juga bisa menangkap petir, lo. Gara-gara hal ini, dia bisa tetap asyik mencangkul sawah meski petir menyambar dan awan sudah sangat gelap.
Ada cerita kalau Ki Ageng Selo sempat menangkap petir yang dianggap berwujud naga. Petir tersebut kemudian diikat dengan jerami dan dibawa pulang. Sultan Demak yang mendengar kabar menghebohkan ini kemudian meminta Ki Ageng Selo melukis petir tersebut di sebuah papan kayu.
Namun, saat Ki Ageng Selo menggambarnya, datang seorang perempuan tua dengan air yang disimpan di batok kelapa. Sang perempuan tua kemudian menyiram petir yang diikat dengan jerami hingga kemudian lenyap. Proses melukis petir pun akhirnya terhenti di bagian kepala naga saja, Millens.
Meski begitu, lukisan ini sudah cukup memuaskan bagi Sultan Demak hingga dipasang di bagian depan dari Masjid Agung Demak. Lukisan ini dikenal hingga sekarang dengan sebutan Lawang Bledheg atau yang berarti pintu petir.
Nah, meski mitosnya nggak terbukti dan di Demak tetap saja ada petir menyambar, warga setempat percaya kalau mereka menyebut nama Ki Ageng Selo, maka petir nggak akan menyambar rumah mereka.
Kalau kamu, percaya dengan mitos ini, Millens? (Sol/IB09/E05)