inibaru indonesia logo
Beranda
Foto Esai
Minggu, 6 Feb 2022 09:00
Tahun Baru Imlek di Pecinan Semarang: Merah, tapi Kurang Meriah
Bagikan:
Dupa atau hio dan makanan yang diletakkan di atas meja altar Dewa Air, Bumi, dan Udara Sam Kwan Tay Tee.
Lampion-lampion berwarna merah dipasang di kawasan Pecinan Semarang pada perayaan Tahun Baru Imlek.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengujungi Klenteng Tay Kak Sie.
Kueh keranjang, salah satu penganan manis yang disajikan di meja altar saat perayaan Tahun Baru Imlek di Klenteng Tay Kak Sie.
Liem, salah seorang penabuh beduk di Klenteng Tay Kak Sie.
Patung Laksamana Cheng Ho yang berada di depan Klenteng Tay Kak Sie.
Beberapa anak yang tinggal di kawasan Pecinan Semarang tengah merayakan Tahun Baru Imlek.
Sejumlah umat Konghucu tengah bersembahyang di hadapan Dewa Air, Bumi, dan Udara Sam Kwan Tay Tee.
Hio ditancapkan di bokoor setelah sembahyang. Asap yang membumbung adalah harapan agar doa segera terkirim dan diterima Pecipta.
 Bersembahyang di Klenteng Tay Kak Sie pada perayaan Tahun Baru Imlek.

Salah satu momen sembahyang Tahun Baru Imlek di Klenteng Tay Kak Sie.

Dihantam pandemi bertubi-tubi, Kota Lunpia belum juga bisa menggelar perayaan Tahun Baru Imlek yang sebelumnya selalu 'wah'. Suasana serba merah masih terasa, tapi kurang meriah lantaran hampir seluruh kegiatan publik ditiadakan. Lalu, gimana masyarakat Pecinan Semarang melalui pergantian tahun?   

Inibaru.id – Tahun baru telah tiba. Ribuan lampion berwarna merah tergantung di atas sebagian besar jalan di Pecinan Semarang, mulai dari Gang Warung hingga Klenteng Tay Kak Sie. Namun, nggak tampak kemeriahan di kawasan yang berada di Semarang Tengah itu.

Untuk ke sekian kali perayaan Imlek di Pecinan Semarang gagal digelar besar-besaran lantaran kasus Covid-19 kembali melonjak di Kota Lunpia. Keramaian dibatasi, keriuhan Pasar Imlek Semawis yang biasanya menjadi gong tahun baru masyarakat Tionghoa di Semarang itu pun terpaksa ditangguhkan.

Oya, perlu kamu tahu, Pasar Imlek Semawis adalah festival "pasar malam" yang digelar di Jalan Wotgandul Timur selama beberapa hari menjelang pergantian tahun. Di tempat tersebut, siapapun bisa menikmati berbagai kuliner legendaris dan modern di lapak-lapak yang tersedia.

Biasanya, perayaan diawali dengan tradisi Ketuk Pintu, semacam doa bersama dan selamatan yang digelar di Klenteng Tay Kak Sie. Setelahnya, ada jamuan Tuk Panjang, yakni acara "duduk bersama" seluruh elemen masyarakat di Kota Semarang sembari menikmati hidangan khas Tionghoa.

Selama Pasar Imlek Semawis berlangsung, selain berwisata kuliner, pengunjung juga bisa menikmati atraksi tradisional macam kesenian barongsai, wayang potehi, ramalan peruntungan, atau kaligrafi Tiongkok. Sebagai penutup, panitia kembali menggelar jamuan Tuk Panjang.

Belum Dapat Lampu Hijau

Yang saya ingat, kali terakhir perayaan Imlek digelar secara meriah di Kota Semarang adalah pada 2020. Semula, saya berharap tahun ini Imlek bakal kembali dirayakan secara terbuka, mengingat grafik penderita Covid-19 telah jauh berkurang. Namun, lampu hijau rupanya nggak diberikan.

Menyaksikan kemeriahan Imlek di Pecinan Semarang tinggallah isapan jempol tahun ini. Menyambangi Pecinan Semarang pada 1 Februari silam, bertepatan dengan Tahun Baru Imlek ke-2573, Klenteng Tay Kak Sie memang tampak lengang. Beberapa orang tampak bersembahyang, tapi nggak banyak.

Keramaian justru berpusat pada rombongan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hari itu bersepeda melintasi klenteng yang berada di Gang Lombok tersebut. Ganjar agaknya memang sengaja menyambangi Tay Kak Sie untuk menyapa dan mengucapakan selamat tahun baru di sana.

Ketua Sekretariat Klenteng Tay Kak Sie Andre Wahyudi mengungkapkan, Imlek tahun ini memang nggak jauh berbeda dengan tahun lalu. Lantaran masih berada pada masa pagebluk, pihaknya mengaku memilih menuruti saran pemerintah daerah untuk nggak menggelar acara apapun.

“Kami nurut aturan pemerintah," terang lelaki yang akrab disapa Andre tersebut di Klenteng Tay Kak Sie, Selasa (1/2/2022). "Jadi, kami nggak ada acara selain sembahyang.”

Tahun yang Bergejolak

Imlek kali ini bertepatan dengan Shio Macan Air. Andre nggak menampik kemungkinan tahun ini bakal menjadi tahun yang bergejolak. Gejolak itu, lanjutnya, timbul dari pelbagai lapisan, misalnya sosial-politik.

Terkait hal ini, Andre pun memberi petuah, sebaiknya orang-orang bisa lebih banyak bersabar dan mencoba mengalir laiknya air yang menyejukkan. Selain itu, dia juga berpesan agar kita tetap menjadi sosok pekerja keras.

"Banyak sekali tantangan, jadi harus seperti karakter macan yang berani dan tangguh," ujarnya kalem.

Siau, seseorang yang kebetulan saya temui saat tengah berjalan menyusuri kawasan Pecinan Semarang, pun mengamini perkataan Andre. Menurutnya, tahun ini bakal banyak tantangan yang harus dihadapi.

"Pasar Imlek Semawis, misalnya, dua tahun ini nggak buka. Ini jadi tantangan berat. Kemarin sempat mau buka, tapi nggak diizinkan pemerintah, ujar pengusaha yang tengah duduk di depan rukonya tersebut, yang berharap Pecinan Semarang segera ramai lagi.

Arak-arakan Shio Disambut Antusias

Selain Pasar Semawis, gelaran yang biasanya ditunggu masyarakat Semarang menjelang Tahun Baru Imlek adalah arak-arakan shio untuk menandai perayaan Imlek, yang dilaksanakan pada 30 Januari lalu.

Tahun ini yang diarak adalah patung Shio Macan Air, diresmikan di Mukti Kafe, lalu diarak sejauh sekitar 300 meter menuju Tugu Gambiran.

Turut hadir dalam peresmian yang ditandai dengan pemasangan 1.500 lampion itu Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Ketua Perserikatan Organisasi Indonesia Tionghoa (Porinti) Kota Semarang Setiawan Santoso, dan Ketua Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis) Harjanto Halim.

Ketua Kopi Semawis Harjanto Halim mengatakan, berbeda dengan tahun lalu, patung shio untuk tahun ini sengaja dipajang di bawah Tugu Gambiran, alih-alis di atas tugu.

“Kami sengaja taruh di bawah karena (patungnya) besar dan cukup berat. Sekalian saja biar bisa untuk selfie,” terangnya via pesan singkat.

Sayang, waktu mencoba menelusuri si Macan Air, saya gagal karena hari itu hujan turun dan saya belum terlalu familiar dengan gang-gang di kawasan tersebut. Namun, karena pencarian ini, saya jadi tahu satu hal: Kendati kurang meriah, saya pikir mereka tetap melakukan perayaan-perayaan kecil, terlihat dari aneka warna merah yang tersemat di hampir tiap sudut pecinan.

Bagi masyarakat Tionghoa, merah adalah simbol keberuntungan dan keberhasilan. Merah juga menjadi pembawa nasib baik serta sumber kebahagiaan. So, Selamat Tahun Baru; Gong xi fa chai! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved