Inibaru.id - Di sebuah panggung politik yang kompleks dan penuh risiko, sebuah inisiatif luar biasa muncul dari Albania. Baru-baru ini, negara yang berada di sisi tenggara Eropa itu mengangkat Diella, sebuah sistem kecerdasan buatan (AI), menjadi “menteri” kabinet untuk mengawasi pengadaan publik dan memberantas korupsi.
Langkah ini bukan hanya sensasional, tapi juga membuka diskusi mendalam tentang etika, hukum, dan masa depan pemerintahan dengan teknologi. Perdana Menteri Albania Edi Rama mengumumkan bahwa Diella akan menjadi bagian dari kabinetnya.
Bukan dalam bentuk fisik, tapi hadir secara virtual. Tugasnya, Diella bertanggung jawab atas pengadaan publik (public procurement), mulai dari evaluasi penawaran hingga pemilihan kontraktor.
Tugas ini sengaja dijauhkan dari otoritas manusia agar proses tender menjadi lebih transparan dan bebas dari intervensi yang dapat berupa kolusi, nepotisme, atau korupsi.
"Tujuan penunjukan Diella adalah agar proses pengadaan publik menjadi 100 peren bebas korupsi dan agar penggunaan dana publik serta tender menjadi sepenuhnya transparan," tutur Edi Rahma.
Awal Kemunculan Diella
Diella diperkenalkan pada 2025 sebagai asisten virtual di platform e-Albania, yang bertujuan utama membantu warga mengakses layanan publik, dokumen, dan informasi digital. Karena dianggap berhasil, pemerintah setempat kemudian "menaikkan" jabatan Diella menjadi menteri.
Inisiatif ini dinilai sebagai langkah penting dalam upaya negara berjuluk Shqipëria itu untuk memenuhi standar transparansi dan integritas mereka dalam upaya menjadi bagian dari perjalanan menuju keanggotaan Uni Eropa.
Sedikit informasi, Albania selama ini memang mengalami kesulitan untuk diterima di Eropa karena korupsi yang merajalela di negaranya. Inilah mengapa langkah tersebut dipandang sebagai upaya yang cukup meyakinkan untuk memberantas korupsi.
Kendati banyak yang menganggap kebijakan ini cukup progresif dan inspiratif, nggak semua orang memandangnya demikian. Hingga kini, pro-kontra terkait penunjukan Diella sebagai menteri ini belum juga mereda dan masih menyisakan diskusi.
Kritik dari Berbagai Pihak
Ada satu pertanyaan serius tentang penunjukan AI sebagai menteri ini, yakni apakah cara tersebut sesuai dengan sistem hukum di Albania? Ada yang menilai tindakan tersebut konstitusional. Namun, mereka yang kontra mengatakan bahwa AI nggak bisa jadi entitas yang diatur UU sebagai pejabat publik.
Kritik lainnya, meskipun Diella diharapkan bertindak objektif, masih belum jelas sejauh mana pengawasan manusia terhadap sistem AI tersebut akan dilakukan, termasuk audit, pengendalian bias, dan mekanisme koreksi apabila terjadi kesalahan atau manipulasi data.
Nggak hanya warga, sejumlah politikus juga tampak masih memendam keraguan. Seorang politikus yang skeptis menanyakan, apakah AI bisa benar-benar kebal terhadap korupsi atau intervensi, terutama di sistem yang selama ini telah lama terpapar praktik nepotisme dan korupsi?
"AI ini mungkin lebih ke simbol daripada solusi substansial." tutur pejabat tersebut.
Imbas dari Kemunculan Diella
Risiko seperti data yang nggak lengkap atau bias algoritma, keamanan siber, dan manipulasi sistem memang akan menjadi tantangan tersendiri saat Albania memutuskan untuk menggunakan AI sebagai menteri anti-korupsi mereka; terlebih karena hingga kini banyak pertanyaan yang belum terbalas tuntas.
Namun begitu, bukan berarti kemunculan Diella ini bakal berlalu begitu saja. Inisiatifnya te;lah menjadi napas dalam hubungan antara teknologi dan pemerintahan. Berikut adalah imbas positif dari kemunculan Diella:
1. Pemerintah digital yang lebih canggih
Penunjukan AI sebagai entitas yang mengambil peran pemerintahan menunjukkan kepercayaan pada teknologi untuk mengurangi kesalahan manusia dan praktek korupsi. Ini bisa menjadi model bagi negara-negara lain yang memiliki masalah pengadaan publik dan korupsi birokrasi.
2. Transformasi regulasi dan hukum
Negara-negara perlu mengadaptasi kerangka hukum untuk mengatur peran AI di ranah publik. Ini termasuk undang-undang tentang penggunaan AI, hak warga terhadap keputusan yang dibuat oleh sistem otomatis, serta mekanisme banding atau koreksi.
3. Peningkatan transparansi dan kepercayaan publik
Jika Diella berhasil bekerja dengan transparan dan akuntabel, hal ini bisa memulihkan kepercayaan warga terhadap pemerintah. Namun, jika gagal, kritik dan ketidakpercayaan bisa lebih besar.
Penunjukan Diella sebagai “menteri AI” adalah langkah berani; yakni semacam eksperimen yang menggabungkan teknologi dan pemerintahan publik dalam cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Jika berhasil, ini akan menjadi model baru dari pemerintahan yang lebih bersih dan efisien. Butuh regulasi kuat dan transparansi penuh untuk mengurangi risiko atas penyalahgunaan AI ini.
Kalau berhasil, Indonesia harus menirunya juga, nih! Gimana menurutmu, Gez? (Siti Khatijah/E10)
