Inibaru.id – Penetapan awal puasa Ramadan 1443 H pada tahun ini oleh Muhammadiyah dan pemerintah memang nggak berbarengan. Tapi, ada kemungkinan kita bakal merayakan Lebaran bersamaan. Bagaimana hal ini bisa terjadi, ya?
Omong-omong, pemerintah secara resmi menetapkan awal puasa lalu pada Minggu (3/4/2022), sementara pihak Muhammadiyah sudah memulai ibadah puasa sehari sebelumnya. Selain itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah memastikan Idulfitri jatuh pada Senin (2/3) besok dalam Maklumat Nomor 01/MLM/I.O/E/2022 yang sudah ditetapkan jauh-jauh hari.
Kalau pemerintah? Keputusan kapan kita merayakan Lebaran memang masih menunggu sidang isbat yang digelar pada Minggu (1/5) petang. Tapi, banyak yang memprediksi kalau Lebaran bakal digelar bersamaan dengan yang ditetapkan Muhammadiyah.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag Kamaruddin Amin pun angkat bicara terkait hal ini. Ada alasan mengapa sejumlah pihak memprediksi Lebaran tahun ini bakal bersamaan. Maklum, berdasarkan hisab, posisi hilal di Indonesia saat sidang isbat nantinya sudah mencapai kriteria MABIMS, yakni tinggi hilal setidaknya 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.
“Di Indonesia pada 29 Ramadan 1443 H yang bertepatan dengan 1 Mei 2022 tinggi hilal antara 4 derajat 0,59 menit sampai 5 derajat 33,57 menit dengan sudut elongasi antara 4,89 derajat sampai 6,4 derajat,” ujarnya, Senin (25/4).
Nah, jika perhitungan hisab ini sesuai dengan pengamatan alias rukyat hilal saat sidang isbat nanti, maka Lebaran pun bakal dilakukan bersamaan pada esok harinya, yakni Senin (2/5).
Namun, bukankah hal ini berarti jumlah puasa yang dilakukan orang-orang Muhammadiyah genap 30 hari sementara orang yang mengikuti arahan pemerintah hanya 29 hari? Kalau soal ini, wajar kok Millens. Soalnya, di Indonesia dan banyak negara lain, perbedaan penentuan awal Ramadan memang biasa terjadi.
Baca Juga:
Posko Terpadu Angkatan Udara Lebaran 2022 di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang Dibuka“Semua sepakat bahwa munculnya hilal adalah 1 Ramadan, tetapi berbeda pendapat tentang apakah malam itu sudah muncul atau belum,” ungkap Guru Besar Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Syamsul Bakri, Senin (25/4).
Dia juga nggak mempermasalahkan perbedaan jumlah puasa antara orang-orang yang mengikuti arahan pemerintah dan Muhammadiyah, soalnya, hal ini masih sesuai dengan penanggalan Hijriah di mana Ramadan pasti 29 atau 30 hari, nggak lebih, nggak kurang. Jumlahnya memang belum tentu sama setiap tahunnya.
“Jumlah hari di bulan Hijriah sudah tetap 29 atau 30. Hanya berbeda soal menentukan apakah malam ini sudah masuk bulan baru atau belum,” ungkap Syamsul.
Jadi, wajar ya kalau nanti pemerintah dan Muhammadiyah menetapkan Lebaran bersamaan meski awal puasanya berbeda, ya Millens? (Kom/IB09/E05)