BerandaTradisinesia
Rabu, 15 Okt 2024 09:00

Sejarah Penamaan Desa Jambu di Kabupaten Semarang, Nggak Terkait dengan Buah!

Sejarah penamaan Desa Jambu di Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang cukup menarik. (Google Street View)

Bukannya terkait dengan buah, nama Jambu justru disebut-sebut berasal dari sebuah cerita rakyat tentang seorang tokoh yang meninggal karena bertarung. Seperti apa ya cerita rakyat tersebut?

Inibaru.id ­– Kamu yang kerap melakukan perjalanan dari Semarang ke Yogyakarta atau sebaliknya pasti tahu betul dengan keberadaan Kecamatan Jambu yang masuk wilayah Kabupaten Semarang. Nah, pusat dari kecamatan ini ada di Desa Jambu yang berjarak sekitar 4 kilometer ke arah barat dari Ambarawa.

Orang awam pasti mengira jika di Kecamatan Jambu ada banyak pohon jambu. Sayangnya, hal itu nggak tepat, Millens. Realitanya, di wilayah yang ada di kaki Gunung Ungaran ini, yang populer justru adalah pohon durian dan kelengkeng. Memang, kamu juga bisa menemukan sejumlah pohon jambu di sana. Tapi popularitasnya jelas kalah jauh dari kedua jenis pohon yang disebutkan sebelumnya.

Lantas, dari mana asal pemakaian nama Jambu ini? Terkait hal ini, salah satu tokoh masyarakat dari Desa Bedono, Kecamatan Jambu bernama Tuni sudi menceritakan sebuah cerita rakyat. Konon, cerita rakyat ini terkait dengan Jaka Tingkir, pendiri Kesultanan Pajang yang memerintah dari 1568 sampai 1582. Kesultanan Pajang adalah penerus dari Kesultanan Demak dengan lokasi keraton yang ada di perbatasan Surakarta dan Sukoharjo.

Jaka Tingkir yang kala itu masih belum jadi raja diminta untuk adu kekuatan dengan seorang pendekar bernama Dadung Kawuk dari Pingit, sebuah desa yang kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pringsurat, Temanggung.

“Jadi ceritanya, Dadung Kawuk ini pengin jadi prajurit Kesultanan Demak. Tapi Raja Demak pengin tahu sehebat apa dia dan memintanya adu kebolehan dengan Jaka Tingkir. Tapi, ternyata Jaka Tingkir jauh lebih kuat,” ungkap Tuni, Minggu (13/10/2024).

Kecamatan Jambu ada di jalur utama Semarang-Yogyakarta. (Google Street View)

Dadung Kawuk terekspos kelemahannya. Setelah dilempar daun sirih oleh Jaka Tingkir, kesaktiannya hilang. Dia pun luka parah dan akhirnya dilarikan pulang dari Demak ke Pingit oleh pengikutnya.

Dalam perjalanan, Dadung Kawuk dan pengikutnya melewati rawa yang cukup luas. Dalam Bahasa Jawa, istilah melalui rawa adalah ‘ngambah rawa’. Istilah ini kemudian jadi asal mula penamaan Ambarawa. Karena lukanya cukup parah, Dadung Kawuk kemudian tutup usia dan lokasi tempatnya meninggal kemudian diberi nama Desa Gondoriyo yang berasal dari kata ‘nggondo’ yang bermakna sudah meninggal dan mulai berbau.

“Rombongan terus ke barat mengarah ke Pingit, melewati area rawan perampokan, sehingga pengikut Dadung Kawuk berjaga-jaga. Lokasi itu kemudian diberi nama Desa Jogoboyo yang berarti berjaga-jaga dari bahaya. Lokasi tersebut kini lebih populer jadi tempat jualan durian,” lanjut Tuni.

Usai lewat Jogoboyo, jasadnya semakin berbau atau di dalam Bahasa Jawa disebut ‘mambu’. Nah, di situlah pengikut Dadung Kawuk terpikir untuk memakamkannya. Tapi, keluarganya tetap meminta jasadnya dibawa lagi ke Pingit untuk dimakamkan di sana. Lokasi di mana Dadung Kawuk sudah sangat berbau alias ‘mambu’ kemudian lebih dikenal dengan nama Jambu.

Di sana, juga ada makam gladak. Gladak merupakan tandu yang dipakai untuk menggotong Dadung Kawuk di akhir hidupnya. Hingga sekarang, makam tersebut kerap dijadikan lokasi ziarah warga setempat atau dari luar daerah, Millens.

Hm, ternyata asal-usul nama Desa Jambu di Kabupaten Semarang ini sama sekali nggak terkait dengan nama buah ya? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Polda Jateng Grebek Tambang Ilegal di Klaten, Modusnya Konsumen Datang ke Lokasi

19 Nov 2024

Dua Sisi Fenomena Ulat Pohon Jati di Gunungkidul, Ditakuti Sekaligus Dinanti

19 Nov 2024

Menguak Sejarah Penggunaan Karpet Merah untuk Acara Penyambutan Resmi

19 Nov 2024

Dua Desa Indonesia Dinobatkan Jadi Desa Wisata Terbaik di Dunia 2024

19 Nov 2024

Sapa Masyarakat Jepara, Lestari Moerdijat Bahas Demokrasi dan Ratu Kalinyamat

19 Nov 2024

Pneumonia Masih Menjadi 'Pembunuh Senyap' bagi Anak-Anak

19 Nov 2024

Baru Kali Ini, Indonesia akan Gelar Pilkada Langsung Serentak

19 Nov 2024

Ugly Fruits dan Potensi Tersembunyi di Balik Buah Berpenampilan 'Jelek'

19 Nov 2024

Begini Dampak PPN 12 Persen yang Bakal Berlaku 2025

19 Nov 2024

Lestari Moerdijat: Aspirasi Masyarakat adalah Bahan Bakar untuk Kebijakan yang Inklusif

19 Nov 2024

Mencicipi Rasa Legendaris yang Disajikan di Warung Mi Lethek Mbah Jumal

20 Nov 2024

Nggak Ada Perayaan Tahun Baru di Shibuya, Tokyo, Jepang

20 Nov 2024

Petani Milenial, Berhasilkah Bikin Anak Muda Berkarier Jadi Petani?

20 Nov 2024

Mau Pertama atau Berkali-kali, Pengalaman Nonton Timnas Indonesia di GBK Membekas Abadi

20 Nov 2024

Pastikan Kehalalan, Juru Sembelih di Rembang Dilatih Sesuai Syariat Islam

20 Nov 2024

Bagaimana Orangtua Menyikapi Anak yang Membaca Manga dengan Unsur Kekerasan

20 Nov 2024

Lawang Keputren Bajang Ratu, 'Peninggalan Majapahit' yang Terlempar hingga Lereng Muria

20 Nov 2024

Mengenal 4 Budaya Kota Semarang yang Kini Berstatus Warisan Budaya Takbenda

21 Nov 2024

Memahami Perempuan Korea di Buku 'Bukannya Aku Nggak Mau Menikah' Karya Lee Joo Yoon

21 Nov 2024

AI Bikin Cerita Nyaris Sempurna, Tapi Nggak Mampu Bikin Pembaca Terhanyut

21 Nov 2024