Inibaru.id - Langit Dukuh Tambak, Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen, tampak berbeda pada Kamis malam, 10 Juli 2025. Suasana yang biasanya sunyi mendadak berubah riuh. Tanah lapang yang sehari-hari sepi itu berubah jadi pusat keramaian, penuh tenda-tenda sederhana, lampu temaram, dan suara celoteh pembeli dan penjual. Inilah malam spesial, tepatnya malam Jumat Wage di minggu pertama Bulan Suro. Saat itulah Pasar Tambak kembali digelar.
Bukan pasar biasa, Pasar Tambak adalah tradisi turun-temurun yang hanya hadir setahun sekali. Ia bukan sekadar ajang jual beli, tapi juga simbol kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur, dan bentuk nyata dari kearifan lokal yang terus dijaga warga Dukuh Tambak.
Yang unik, seluruh transaksi di pasar ini dilakukan tanpa tawar-menawar. Bagi warga setempat, hal itu bukan kebetulan. Ada keyakinan kuat bahwa setiap transaksi tanpa negosiasi harga akan membawa berkah, baik bagi penjual maupun pembeli.
Malam itu, Wakil Bupati Sragen, Suroto, turut hadir dan menyampaikan apresiasinya. “Saya sangat mengapresiasi pelaksanaan tradisi Pasar Tambak ini. Ini bukan cuma kegiatan ekonomi, tapi bentuk pelestarian budaya yang patut dibanggakan,” ujarnya.
Dia juga menekankan pentingnya mengenalkan tradisi ini kepada generasi muda. “Jangan sampai anak-anak kita tercerabut dari sejarah dan budayanya sendiri. Orang Jawa itu harus njawani, karena di situlah jati diri kita,” tambahnya.
Mitos yang Menyatu dengan Sejarah
Nggak lengkap rasanya membicarakan Pasar Tambak tanpa menyinggung kisah di baliknya. Konon, pasar ini bermula dari kejadian ratusan tahun silam, saat seorang pangeran singgah di Dukuh Tambak karena kehabisan perbekalan dalam perjalanan menyusuri Sungai Bengawan Solo yang kala itu dipercaya mengalir dekat wilayah ini. Warga membantu sang pangeran, dan sebagai bentuk syukur, lahirlah pasar tiban ini sebagai simbol berkah dan gotong royong.
Kini, meski zaman terus berubah dan teknologi makin canggih, Pasar Tambak tetap setia pada ruhnya: sederhana, meriah, dan penuh makna. Setiap tahun, pasar ini menjadi penanda bahwa tradisi dan spiritualitas masih hidup di tengah masyarakat. Bukan sekadar nostalgia, tapi juga pengingat bahwa kebersamaan dan kepercayaan adalah fondasi yang nggak lekang waktu.
Menarik ya? Kamu sudah pernah ke sini belum, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)
