BerandaTradisinesia
Jumat, 20 Feb 2025 14:15

Mudik Gasik, Kebiasaan Unik Warga Kampung Satai di Boyolali Sambut Sadranan

Monumen Satai Tongseng di Dukuh Glagahombo, Boyolali, yang dikenal sebagai Kampung Satai. (Google Street View)

Bukan pas lebaran, para perantau dari 'Kampung Satai' Glagahombo, Kabupaten Boyolali justru punya kebiasaan unik 'mudik gasik' untuk menyambut sadranan yang dilaksanakan sekitar sepekan sebelum Ramadan.

Inibaru.id – Mudik menjadi salah satu agenda rutin yang dilakukan sebagian besar perantau menjelang Hari Raya Idulfitri. Biasanya, puncak arus mudik terjadi antara 1-2 hari menjelang lebaran. Namun, agaknya hal ini nggak berlaku untuk para perantau dari Dukuh Glagahombo.

Perantau dari dukuh yang berlokasi di Desa Blumbang, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali ini memang cukup banyak. Sebagian besar dari mereka merantau ke wilayah Jakarta dan sekitarnya, rata-rata untuk berjualan satai dan tongseng kambing.

Dukuh Glagahombo memang telah lama dikenal sebagai Kampung Sate. Nggak hanya berjualan di kota sendiri, mereka juga acap menggelar lapak satai dan tongseng hingga ke luar kota, termasuk ke Ibu Kota.

Namun, yang menarik, merantau rupanya nggak lantas membuat mereka melupakan tradisi setempat. Menjelang Sadranan, para perantau ini biasanya akan pulang kampung untuk turut merayakannya. Mereka menyebut kebiasaan ini sebagai Mudik Gasik.

Mudik sebelum Ramadan

Dalam bahasa Jawa, gasik berarti "lebih dulu". Kebiasaan mudik gasik dilakukan para perantau dari Glagahombo untuk bisa mengikuti sadranan yang digelar sepekan sebelum Ramadan, tepatnya pada tanggal 20 Ruwah dalam Kalender Jawa.

Tahun ini, tercatat nggak kurang dari 1.500 perantau, yang sebagian besar adalah penjual satai kambing di Jakarta dan sekitarnya mengikuti mudik gasik tersebut. Ini dilakukan untuk menyambut tradisi sadranan yang digelar pada Rabu (19/2) kemarin.

Para perantau yang merupakan pedagang satai di Jabodetabek melakukan doa bersama di makam setempat. (Espos/Nimatul Faizah)

Sejak pagi, para perantu tersebut sudah menjejali Kompleks Makam Giriarso di Bukit Wonopotro, tempat perhelatan sadranan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka berbondong-bondong datang untuk nyekar, ritus mendoakan leluhur dengan menabur bunga di depan nisan.

“Saya pulang dari Jakarta Pusat pada Selasa (18/2) malam, sampai Glagahombo Rabu dini hari. Paginya langsung nyekar," terang seorang warga bernama Slamet, dikutip dari Espos, Rabu (19/2).

Aktivitas Lebih Leluasa

Sejak menginjakkan kaki di Jakarta untuk berjualan satai pada dekade 1990-an, Slamet mengku belum pernah sekalipun absen dari tradisi sadranan. Selain untuk nguri-uri budaya, dia berpikir bahwa mudik saat sadranan lebih pas untuknya karena bisa lebih leluasa melakukan aktivitas bersama keluarga.

“Nanti balik lagi ke Jakarta H-2 sebelum Ramadan dan nggak perlu mudik lagi pas Lebaran,” ungkap anggota kelompok para perantau satai-tongseng Jabodetabek dari Glagahombo, Ikatan Kerukunan Keluarga Glagahombo (IKKG), tersebut.

Slamet nggak pulang kampung saat lebaran karena orang tuanya sudah dia boyong ke ibu kota. Jadi, mudik saat sadranan benar-benar dilakukannya untuk nyekar makam leluhur sekaligus bertemu kerabat di kampung saja. Ini berbeda dengan Eka yang akan pulang lagi saat lebaran nanti.

"Tradisi doa bersama keluarga di makam leluhur semacam ini penting bagi kami. Jadi, kecuali punya anak buah di Jakarta, biasanya kami akan tutup outlet selama sepekan untuk pulang, lalu berangkat lagi, terus mudik jelang lebaran," kata lelaki yang mengaku akan kembali ke Jakarta pada Sabtu (22/2) mendatang ini.

Nah, kalau kamu punya langganan satai kambing atau tongseng dengan embel-embel Sate Solo, jangan heran jika hari-hari ini tutup ya, Millens. Bisa jadi pemiliknya adalah perantau dari Glagahombo yang ikut tradisi mudik gasik untuk ikut sadranan. Tunggu sampai pekan depan, ya! (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ganti Karangan Bunga dengan Tanaman Hidup, Imbauan Bupati Temanggung Terpilih

19 Feb 2025

Perjalanan Kasus Korupsi Wali Kota Semarang sebelum Resmi Jadi Tersangka KPK

20 Feb 2025

Tiongkok Buka Lowongan 'Pasukan Pertahanan Planet': Cegah Asteroid Hantam Bumi

20 Feb 2025

Mudik Gasik, Kebiasaan Unik Warga Kampung Satai di Boyolali Sambut Sadranan

20 Feb 2025

Operasi Pasar GPM Digelar Pemerintah Jelang dan Selama Ramadan 2025

20 Feb 2025

'Kabur Aja Dulu' adalah Autokritik untuk Kebijakan yang Lebih Baik

20 Feb 2025

Profil Sukatani, Band Purbalingga yang Tarik Lagu karena Dianggap Singgung Polisi

21 Feb 2025

Tidak Ada Lagi Subsidi BBM pada 2027, Klaim Luhut Binsar Pandjaitan

21 Feb 2025

Mengapa Huruf N pada Tulisan Nutella Berwarna Hitam?

21 Feb 2025

Polda Jateng Gelar Ramp Check di Mangkang: Uji Emisi dan Cek Fasilitas Keselamatan

21 Feb 2025

Di Masjid Sheikh Zayed Solo Kamu juga Bisa Cari Jodoh!

21 Feb 2025

Serunya Menonton Pesawat Lepas Landas dan Mendarat di Gardu Pandang YIA Kulon Progo

21 Feb 2025

UMKM Perlu Prioritaskan Pajak dan Legalitas untuk Hindari Risiko Kerugian

21 Feb 2025

Faceless Content: Solusi bagi Introvert yang Ingin Menjadi Kreator

21 Feb 2025

Cuaca Ekstrem Sepekan Terakhir, Banjir di Demak Meluas hingga Tiga Kecamatan

8 Feb 2025

Mi Ayam Pak Teguh; Kuliner Legendaris di Semarang yang Hanya Buka Tiga Hari Sepekan

8 Feb 2025

Tiada Lagi Hallyu Wave di Penghargan Grammy, BTS Belum Terganti?

8 Feb 2025

Tiga Bulan Terendam Banjir, Warga Sayung Mulai Harapkan Bantuan

8 Feb 2025

Jeda Empat Tahun, Komik 'Yotsuba' Seri ke-16 akan Dirilis pada 26 Februari 2025

8 Feb 2025

Berkat Gas Rawa, Warga Grobogan Tetap Tenang saat Elpiji Langka

8 Feb 2025