BerandaKulinary
Minggu, 6 Des 2025 09:01

Warung Londo Warsoe Solo, Tempat Makan Bergaya Barat yang Digemari Warga Lokal

Lokasi Warung Londo Warsoe di Solo yang masih mengedepankan kesan klasik. (IG/@foodsolo)

Eksis sejak 1950-an, Warung Londo Warsoe mendapatkan menu western food dari turis asing yang dulu kerap ikut memasak di dapurnya.

Inibaru.id - Kalau kamu lagi jalan-jalan ke kawasan Keprabon, Solo, coba deh sempatkan mampir ke Warung Londo Warsoe di Jl. Ahmad Dahlan No. 17. Dari luar mungkin terlihat seperti warung rumahan biasa, tapi begitu kamu tahu sejarahnya, kamu bakal sadar bahwa tempat ini adalah salah satu saksi hidup percampuran kuliner Jawa dan western food sejak lebih dari setengah abad lalu.

Warung ini awalnya dirintis pada 1950-an oleh eyang buyut Rahmawati, pemilik yang kini meneruskan usaha keluarga itu. Dulu, Keprabon dikenal sebagai “Kampung Bule,” semacam Prawirotaman Jogja tapi versi Solo. Banyak orang asing tinggal di hotel melati atau homestay setempat, entah untuk belajar, bekerja, atau sekadar singgah. Mereka jadi pelanggan tetap warung ini, bahkan sebelum warga lokal meliriknya.

“Banyak turis asing makan di sini setiap hari, karena ya lokasinya dekat dengan tempat mereka menginap,” ungkap Rahmawati sebagaimana dinukil dari Suaramerdeka, Jumat (5/12/2025).

Awalnya sih menu warung ini khas rumahan lokal seperti gado-gado. Tapi karena interaksi intens dengan para bule, keluarga Rahmawati lama-lama akrab dan kemudian ikut ketularan resep dari bule-bule tersebut.

Ceritanya begini, pada era 1960-an, Soeranti, ibu Rahmawati, mulai mengelola warung dan justru sering mengizinkan pelanggan bule memasak menu mereka sendiri di dapur. Ada Phillip dan Jennie dari AS yang rajin bikin olahan telur, ada Hans dari Italia yang berbagi resep pizza rumahan. Dari situ, perlahan-lahan berbagai resep western food masuk ke buku menu keluarga ini.

Salah satu menu penganan barat yang tersedia di Warung Londo Warsoe. (Christina Yuniarti)

Rahmawati yang sejak kecil membantu ibunya di dapur akhirnya makin serius mendalami dunia kuliner. Seusai SMA, ia kuliah di Ambarrukmo Palace Tourism Academy Yogyakarta dan belajar langsung praktik F&B di Ambarrukmo Palace Hotel. Pengetahuan itu membuatnya makin lihai mengembangkan menu ala Barat, tapi tetap bisa disesuaikan dengan selera lokal.

Era kejayaan warung yang dulu bernama Warung Baru hadir pada dekade 1980–1990-an. Toast Guacamolle, Beef Stroganoff, hingga roti hitam legendaris bernama Black Bread jadi favorit banyak pelanggan, termasuk istri Duta Besar Singapura yang konon pernah khusus datang hanya untuk membeli roti itu. Bahkan Lonely Planet pernah mencantumkan warung ini dalam rekomendasi kuliner Solo.

Namun badai besar datang setelah kerusuhan Mei 1998. Turis asing enggan mendatangi Keprabon, dan pasar utama Warung Baru pun hilang seketika. Keluarga Rahmawati lalu berputar haluan kembali ke menu lokal, sebelum akhirnya menghidupkan lagi menu-menu Barat seiring membaiknya kondisi.

Nama Warung Londo Warsoe menandai babak baru usaha ini. “Warsoe” adalah singkatan dari Waroeng Soeranti, sebagai penghormatan kepada sang perintis. Kini tempat ini kembali ramai, viral di media sosial, dan jadi favorit mahasiswa, pekerja kantoran, hingga wisatawan. Menu western food mereka juga beradaptasi jadi bebas alkohol, lebih ramah selera lokal, dan tentu saja halal. Harga yang dipatok di sana pun terjangkau, mulai Rp10 ribu sampai Rp50 ribu, tapi kualitas tetap nomor satu.

Meski banyak tawaran franchise dari berbagai kota, keluarga Rahmawati masih memilih fokus pada satu dapur yang telah mereka rawat secara turun-temurun. Hal inilah yang membuat Warung Londo Warsoe unik, kaya sejarah, dan mampu menyajikan rasa yang terjaga sejak 1950-an.

Kalau kamu ke Solo, jangan lupa mampir dan rasakan sendiri cerita panjang yang kini tersaji hangat di meja makan Warung Londo Warsoe, Gez. (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: