Inibaru.id - Kalau kamu mampir ke Pasar Gede Solo di pagi hari, sempatkan deh berhenti di dekat tugu pasar. Di sana ada satu gerobak sederhana yang selalu ramai diserbu pembeli, yaitu Tahok Pak Citro. Sekilas memang yang dijual terlihat cuma mangkuk berisi sari kedelai dan kuah jahe. Tapi, percayalah, semangkuk tahok ini menyimpan kehangatan dan cerita panjang sejak tahun 1960-an.
Konon, kuliner ini kali pertama diperkenalkan oleh Mbah Citro Suwito, perantau keturunan Tionghoa yang berjualan tahok dengan cara dipikul keliling Solo. Waktu itu, satu porsi tahok dijual seharga lima rupiah saja! Setelah bertahun-tahun berkeliling, Mbah Citro akhirnya menetap di kawasan Pasar Gede dan menjadi ikon kuliner Solo sampai sekarang.
Kini, usaha ini diteruskan oleh generasi ketiga, Eko Prasetyo, yang masih menjaga cita rasa dan cara pembuatan tradisional dari kakeknya. Ia biasa mulai memasak sejak tengah malam, merendam kedelai, menggiling, dan menyaring sarinya hingga siap dimasak jadi tahok menjelang subuh. Sekitar pukul lima pagi, gerobaknya sudah siap melayani pelanggan. Jangan datang kesiangan, ya? Karena biasanya sebelum pukul sepuluh pagi, tahok sudah ludes!
Meski sederhana, racikan kuah jahe Tahok Pak Citro ini istimewa. Campuran jahe, gula pasir, serai, daun pandan, dan daun jeruk menghasilkan aroma harum yang khas dan rasa manis pedas yang pas di lidah. Sementara sari kedelainya terasa lembut banget, nggak perlu dikunyah, langsung lumer di mulut!
“Resepnya tetap sama dari dulu, nggak pakai pengawet,” ujar Eko sebagaimana dilansir dari Tribunnews, Kamis (29/5/2025). Karena itu, tahok harus habis dalam sehari. Kalau disimpan, bisa langsung basi. Inilah yang bikin rasanya selalu segar dan alami.
Selain enak, tahok juga menyehatkan, lo. Kandungan kedelai di dalamnya kaya kalsium dan isoflavon, baik untuk tulang dan kesehatan tubuh. Selain menghangatkan perut di pagi hari, tahok juga menambah energi.
Banyak pelanggan yang datang bukan cuma karena rasa, tapi juga nostalgia. Salah satu pengunjung, Yulianisa menulis di review Google; “Kali pertama makan ini, saking lembutnya sekali suap langsung tertelan! Kuah jahenya ringan, pas banget buat sarapan.” Sementara Agnes, penggemar lainnya, mengaku suka karena suasananya khas pasar seperti duduk di kursi plastik sekaligus menyeruput tahok sambil melihat hiruk-pikuk Pasar Gede yang mulai ramai.
Dengan harga Rp10.000 per mangkuk, kamu bisa menikmati warisan rasa yang sudah bertahan lebih dari setengah abad. Hangat, manis, dan penuh kenangan, itulah Tahok Pak Citro, legenda kecil dari Pasar Gede yang nggak pernah lekang dimakan waktu. Yuk kapan kita mencicipinya, Gez? (Arie Widodo/E07)
