Inibaru.id – Salah satu jajanan khas Solo yang cukup legendaris adalah kompyang. Karena bentuknya mirip burger, banyak yang menyebutnya dengan burger khas Jawa. Sayangnya, di Solo, produsen dari jajanan ini tinggal satu orang, Millens.
Namanya adalah Hari Haryono. Laki-laki berusia 52 tahun ini mengaku meneruskan usaha penganan mendiang ibunya yang terinspirasi dari jajanan Tionghoa.
Baca Juga:
Sosis Solo, Kok Nggak Ada Sosisnya?“Sekitar tahun 1960 sampai 1970 banyak yang buat kompyang di sekitar Solo. Tapi mulai 1975 tinggal ibu saya yang membuat kompyang sampai sekarang. Saya meneruskan dari tahun 2010,” cerita Hari, Rabu (20/4/2022).
Sebenarnya, bukan ibu Hari yang memulai usaha ini, melainkan pamannya. Tapi, karena kesulitan dana, pada akhirnya usaha ini diambil-alih oleh sang ibu. Menariknya, Hari sebelumnya juga nggak berniat untuk meneruskan usaha ini karena sebelumnya bekerja kantoran. Tapi, karena orang tuanya meminta dan bisnis ini masih menghasilkan, Hari pun akhirnya mantap banting setir melanjutkan usaha yang berlokasi di Kampung Penjalang, Gandekan, Solo, ini.
Masih Memakai Cara Tradisional
Kalau menurut penjelasannya, alasan mengapa tinggal Hari yang memproduksi kompyang adalah penganan ini hanya bisa dimasak dengan cara tradisional, tepatnya dengan tungku berukuran besar berbahan bakar kayu. Jadi, kompyang nggak bisa dimasak dengan oven, Millens. Tapi, berkat cara tradisional ini pula, kompyang produksi Hari jadi eksis hingga sekarang karena menghasilkan rasa dan tekstur yang berbeda dengan ‘burger’ produksi pabrik roti.
“Justru kenapa kita masih tradisional tapi bisa eksis, justru karena manual itu, karena kita pakai tungku. Kalau kita pakai oven nanti jadinya sama dengan yang lain, keringnya beda” jelasnya.
Omong-omong ya, kompyang sebenarnya memang memiliki bahan yang sama dengan roti pada umumnya. Adonan kompyang pun tinggal dipotong manual dengan tangan dan kemudian dimasukkan ke dalam tungku besar yang sudah panas.
Yang menarik, adonan ini ditempelkan di dinding bagian dalam tungku, mirip dengan pembuatan nopia khas Banyumas, Millens. Satu hal yang pasti, panas di dalam tungku harus benar-benar dijaga. Karena itu, kayu yang dibakar pada tungku tersebut harus terus dikipasi. Tungku juga harus terus diputar agar kompyang bisa matang dengan merata.
Kompyang buatan tempat usaha Hari biasanya dipasarkan pagi hari di kawasan Kampung Pecinan Solo. Dia sengaja membuatnya sejak tengah malam karena kompyang biasanya dikonsumsi saat pagi hari.
“Kompyang ini memang menu pagi. Kalau dibuat sore udah nggak krispi, ini makanya kenapa kok malam (pembuatannya),” jelas Hari.
Oya, harga kompyang yang berasal dari tempat usaha Hari per bijinya Rp 1.250 sampai Rp 1.500. Cukup murah ya, Millens. Hm, jadi tertarik deh merasakan langsung kompyang khas Solo, ya? (Bet/IB09/E05)