Inibaru.id – Kendati sudah nggak digelar selama dua dekade, masyarakat di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, rupanya nggak begitu saja melupakan tradisi ini. Sakbanan namanya. Pekan ini, dengan penuh suka cita warga kembali menggelar tradisi yang telah terjeda selama 20 tahun tersebut.
Masyarakat Ambarawa kali terakhir menggelar tradisi Sakbanan adalah pada 2004. Nah, untuk tahun ini, puncak Sakbanan yang jatuh pada Sabtu (15/2/2025) dirayakan bersamaan dengan Festival Serabi Ngampin. Hm, bisa kebayang dong gimana ramainya?
Oya, untuk yang belum tahu, serabi ngampin adalah jajanan tradisional yang terkenal di Desa Ngampin. Peganan ini banyak dijual di pinggir jalan. Kalau pernah melakukan perjalanan dari Semarang ke arah Yogyakarta atau sebaliknya, kamu mungkin pernah menjumpai para penjual serabi tersebut.
Serabi ngampin adalah jajanan yang unik, karena memadukan antara kue bundar pipih seperti penekuk berukuran kecil yang dimakan dengan kuah kinca cair yang manis. Rasanya gurih, manis, dan asin, dengan tekstur yang lembut dan aroma yang sungguh memikat.
Disambut Antusias
Karena sudah absen selama dua dekade, Sakbanan dan Festival Serabi Ngampin kali ini dirayakan jauh lebih meriah. Warga tampak antusias menyambut kembali kelahiran tradisi yang dipercaya bisa mendatangkan jodoh bagi para anak muda singgel ini.
“Kami masih ingat Sakbanan terakhir pada 2004 itu sangat sepi. Tapi kami berusaha untuk mengembalikannya jadi agenda tahunan karena percaya tradisi ini ada potensinya,” ucap Ketua Panitia Sakbanan 2025 dan Festival Serabi Ngampin Hari Prasetyo, Minggu (16/2).

Kembalinya Sakbanan tentu menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat. Sebab, tradisi tahunan yang selalu digelar pada Syakban atau sebulan sebelum Poso menurut penanggalan Jawa ini mengandung kisah menarik yang dipercaya turun-temurun, yakni tentang seorang pengembara yang bertemu dengan jodohnya.
“Ceritanya pangeran pengembara itu bersuci di Kali Condong, lalu bertemu gadis setempat yang kemudian dinikahinya," Hari bercerita. "Konon, nama ‘ampeyan’ yang berarti selir dalam cerita inilah yang menjadi asal usul nama Desa Ngampin.”
Digelar selama Tiga Hari
Tahun ini, Sakbanan digelar selama tiga hari, dimulai dengan acara bersih-bersih makam sekaligus doa bersama di Makam Penggung pada hari pertama. Setelah itu, mereka menggelar ritual pengambilan air dari sembilan mata air, lalu diarak sebagai simbol kelestarian sumber kehidupan, pada hari kedua.
Adapun pada hari ketiga, masyarakat menggelar Festival Serabi Ngampin yang dihadiri hampir seluruh warga dan wisatawan dari luar kota. Mereka datang untuk mencicipi serabi yang memang cukup populer tersebut, yang diiringi kesenian tradisional jathilan atau kuda lumping.
Terakhir, sebagai gong, mereka menggelar ritual mandi yang diikuti para pemuda singgel agar mendapat kemudahan jodoh, sebagaimana cerita pangeran pengembara yang mendapatkan gadis desa setempat.
“Berkat (digelarnya) tradisi ini (lagi), generasi muda jadi tahu tentang sejarah Ngampin. Semoga saja tradisi ini bakal terus digelar dari tahun ke tahun,” pungkasnya.
Keren ya masyarakat Ambarawa ini? Kendati sudah dua dekade vakum, sekalinya digelar bisa ramai begitu, ya? Buat jomlo, tahun depan harus pada ikut ya! Ha-ha. (Arie Widodo/E10)