BerandaHits
Senin, 7 Des 2025 13:01

Jika Hidupmu Terburu-buru, Jadikanlah Slow Living sebagai Resolusi 2026

Ilustrasi: Slow living bukan berarti hidup menjadi nggak produktif, tapi penuh kesasdaran. (Unsplash/Sandra Mosconi)

Gaya hidup 'slow living' nggak membuat kita jadi kurang produktif, karena tujuan utamanya adalah untuk membuat hidup lebih bermakna dan penuh kesengajaan; membuatnya cocok untuk dijadikan sebagai Resolusi 2026, terutama untuk kamu yang setahun ini hidup dengan terburu-buru.

Inibaru.id - Jika tahun lalu membuat kamu merasa kewalahan dan hampir kehabisan energi, awal 2026 bisa menjadi momen yang tepat untuk memeluk ritme hidup yang lebih pelan, tenang, dan penuh kesadaran. Yap, cobalah slow living.

Gaya hidup slow living sebenarnya bukanlah hal baru. Namun, tuntutan hidup yang semakin nggak ngotak dan menjadikan cara ini sebagai "pelarian". Pakar kesehatan mental juga menyebutnya sebagai gaya hidup yang dapat membantu menjaga keseimbangan, mengurangi stres, dan memperkuat koneksi dengan diri sendiri.

Hidup dengan cara yang "nggak terburu-buru" memang bukanlah hal buruk, karena inti sebenarnya dari slow living adalah menjalani hari dengan penuh kesengajaan.

“Begitu banyak hal dalam hidup yang menjadi lebih bermakna ketika kita hadir sepenuhnya,” kata Jodie Rogers, guru yoga asal Inggris sekaligus pendiri Slower Space, belum lama ini.

Menurutnya, slow living berarti memilih kegiatan yang selaras dengan diri dan memberi ruang untuk bernapas di tengah rutinitas yang padat.

Slow Living sebagai Resolusi 2026

Ilustrasi: Setiap orang memiliki bentuk slow living yang berbeda-beda. (Unsplash/Charlotte Thomas)

Untuk membantu kamu memulai perjalanan menuju hidup yang lebih tenang, tiga ahli wellness membagikan langkah-langkah sederhana yang bisa diterapkan, dari memutuskan hubungan dengan layar hingga merayakan Jomo (joy of missing out). Cocok untuk jadi resolusi 2026, nih!

1. Lepaskan diri dari perangkat digital

Salah satu cara paling efektif untuk kembali terhubung dengan diri kita adalah dengan memutus sejenak hubungan dengan layar.

“Sebagian besar hidup kita kini serba terhubung. Mencari cara untuk melepaskan diri dari perangkat digital adalah langkah awal yang bagus,” ujar Jodie.

Untuk melakukannya, dia pun menyarankan aktivitas yang melibatkan penggunaan tangan agar kita benar-benar berhenti terus-menerus menggulirkan layar. Misalnya, membaca buku, memanggang kue atau memasak, menulis jurnal, merajut, atau membuat kerajinan tangan.

Dengan mengganti screening time-mu dengan aktivitas yang lebih mindful, tubuh dan pikiran perlahan akan menemukan ritme yang lebih tenang. Kamu bisa tetap beraktivitas atau bekerja secara rutin, tapi gunakan waktu memegang gawai saat luang dengan aktivitas lain yang non-digital.

2. Bergerak secara kreatif

Gerakan tubuh yang kreatif bisa menjadi pintu masuk menuju kehidupan yang lebih santai. Bagi Maud Eeckman, guru yoga sekaligus pendiri Homy Retreats, latihan yoga yang playful membuatnya lebih hadir dan terhubung dengan tubuh.

“Gerakan kreatif memaksa kita keluar dari kepala dan kembali ke tubuh,” kata Maud.

Nggak perlu memikirkan hasil, karena yang terpenting adalah menikmati prosesnya. Cukup duduk atau berbaring di matras yoga, pejamkan mata, dan biarkan tubuh bergerak sesuka hati.

Setelah beberapa menit, pikiran akan melambat dengan sendirinya. Inilah slow living. Bonusnya, gerakan itu juga akan membantumu melepaskan emosi yang tersimpan di fascia (jaringan yang menyelimuti otot), membuat tubuhmu terasa lebih ringan.

3. Lupakan fomo, mulailah "jomo"

Terlalu sering kita mengatakan “ya” pada sesuatu hanya karena takut ketinggalan. Inilah yang disebut fear of missing out (fomo). Nah, mulai 2026, cobalah kebalikannya, yakni joy of missing out (jomo) atau kebahagiaan ketika berani melewatkan sesuatu demi ketenangan diri.

“Jomo adalah kebalikan dari fomo, yang telah membantu saya hidup lebih intensional (penuh kesengajaan),” kata Hector Hughes, salah seorang pendiri Unplugged Cabins. "Menolak hal yang tidak selaras dengan nilai atau prioritas itu penting."

Mengatakan "tidak", lanjutnya, akan memaksa seseorang untuk benar-benar memilih di mana dia ingin memusatkan energi. Hal tersebut membuat hidup lebih terarah dan menjauhkan seseorang dari mengalami burnout.

Caranya? Setiap kali menerima undangan atau permintaan, tanyakan pada dirimu, “Apakah ini penting bagi saya saat ini?” Jika nggak penting, biarkan dirimu menolak tanpa perlu rasa bersalah atau meminta maaf.

4. Habiskan waktu di alam

Hampir semua penelitian menunjukkan bahwa berada di alam meningkatkan kesehatan mental. Hanya 20–30 menit berjalan kaki di taman sudah cukup untuk menurunkan kadar hormon stres. Selain itu, menurut Hector, aktivitas itu juga membantu memperbaiki suasana hati.

Dengan memperlambat langkah, kita lebih peka terhadap detail kecil yang sering terlewat, seperti suara burung, aroma udara pagi, dan warna-warni daun.

“Untuk hasil yang maksimal, saya akan memilih meninggalkan ponsel di rumah,” sarannya.

5. Visualisasikan slow living versimu sendiri

Jika setahun ini hidupmu begitu tergesa-gesa, cobalah visualisasikan situasi tersebut. Cara ini akan memberi gambaran betapa ugal-ugalannya hidupmu, sekaligus menjadi panduan hidup sepelan apa yang sebetulnya kamu inginkan.

Bayangkanlah sebaliknya, lalu pikirkanlah perasaan dan rutinitas seperti apa yang ingin kamu hadirkan dalam hidup. Caranya, ambil napas dalam dan bayangkan secara jelas seperti apa kehidupan pelan yang kamu inginkan, lalu rasakan gimana rasanya menjalani keseharian dengan ritme yang tenang.

Konsep slow living tiap orang berbeda, maka berhentilah berdebat tentang hal itu. Visualisasi inilah yang akan membantumu menentukan kebiasaan kecil yang akan kamu bangun untuk menjadi fondasi resolusi 2026 nanti. Setiap kali merasa ritme hidupmu terlalu cepat, visualisasikan ulang slow living versimu sebagai pengingat.

Perlu diingat, slow living bukan berarti melarikan diri dari kehidupan, melainkan kembali merasakan setiap momentum sebagai hal yang perlu dikenang. Seimbang, sadar, dan damai. Semoga cara ini membuat 2026-mu lebih bersahabat ya, Gez! (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Rampcheck DJKA Rampung, KAI Daop 4 Semarang Pastikan Layanan Aman dan Nyaman Jelang Nataru

4 Des 2025

SAMAN; Tombol Baru Pemerintah untuk Menghapus Konten, Efektif atau Berbahaya?

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: