Inibaru.id - Orang-orang telah mamadati area Masjid Al-Makmur Desa Kriyan saat perempuan berbusana anggun berjalan menuju pelataran masjid. Dialah Ratu Kalinyamat. Tentu saja itu hanyalah lakon, karena sang penguasa Jepara ini hidup pada masa yang lampau, jauh sebelum kemerdekaan.
Kedatangan Ratu Kalinyamat diiringi pasukan sapu jagat yang melecutkan sapu lidi ke jalan sebagai simbol pengusir roh jahat serta pemberi jalan bagi sang ratu untuk menerima keris dari kepala desa. Dia pun segera mencabut keris pusaka itu dari sarungnya, diarahkan ke atas, lalu menaiki kereta kencana.
Aksi teatrikal ini merupakan bagian dari Baratan, sebuah tradisi tahunan di Desa Kriyan, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara yang digelar menjelang Ramadan, tepatnya pada pertengahan Syakban dalam penanggalan Jawa dan Islam.
Muhammad, tokoh Desa Kriyan sekaligus pihak penyelenggara menjelaskan, istilah baratan bukan berasal dari negara barat, tapi dari kata Lailatul Baro’atan atau malam yang penuh keberkahan. Kata itulah yang kemudian diadopsi menjadi kata Baratan.
Kirab Mengelilingi Desa

Baratan adalah tradisi yang digelar sebagai bagian dari Malam Nisfu Syakban, hari ke-15 pada bulan Syakban yang tahun ini jatuh pada 14 Februari lalu. Dalam Islam, malam yang juga dikenal sebagai Lailatul Bara'ah itu diyakini sebagai malam sakral; waktu ketika dosa-dosa diampuni sebelum memasuki Ramadan.
Muhamad menyebutkan, Baratan dirayakan dengan pelaksanaan kirab mengelilingi desa. Sebelum kirab dilakukan, masyarakat terlebih dahulu memanjatkan doa bersama. Setelahnya, lakon Ratu Kalinyamat menerima keris dari kepala desa, lalu menaiki kereta kencana untuk berkeliling kampung.
"Barisan paling depan adalah pasukan sapu jagat yang melecutkan sapu lidi ke jalan. Dalam rombongan juga ada anak-anak pembawa impes (lentera khas Jepara) dan gunungan hasil bumi yang telah didoakan sebelumnya," terangnya.
Kirab Baratan dimulai dengan pasukan sapu jagat yang mendahului dayang pembawa kendi air Tirta Kahuripan serta Kereta Kencana pembawa Ratu Kalinyamat. Di belakangnya ada pasukan dayang dan rombongan pembawa gunungan hasil bumi dan tampah berisi apem dan puli, lalu disusul para pembawa lampion dan impes.
Legenda Masyarakat Jepara

Bagi warga Desa Kriyan, sosok legenda yang belum lama ini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional itu memang spesial. Sedikit informasi, Ratu Kalinyamat adalah penguasa Jepara sekaligus perintis antikolonialisme yang begitu ditakuti Portugis pada pertengahan abad ke-16.
"Selain kesenangan dan gegap gempita, pesta Baratan ini sebetulnya juga mengingatkan masyarakat Jepara pada kesedihan sang Ratu atas kematian sang suami, Sultan Hadlirin," ujar Muhammad saat ditemui Inibaru.id seusai perhelatan Baratan, pekan lalu.
Muhammad menilai, Baratan sebaiknya nggak hanya dimaknai masyarakat sebagai arak-arakan yang ditujukan sebagai sarana hiburan. Menurutnya, masyarakat juga harus memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini, baik secara religius, budaya, maupun ekonomi.
"Tadi sore saya lihat banyak penjual. Ini potensial, bahwa anak muda berhasil menghidupkan UMKM (berkat tradisi Baratan)," pungkasnya.
Keberadaan Ratu Kalinyamat yang kini nggak hanya sebagai legenda, tapi sosok nyata penyandang gelar Pahlawan Nasional tentu akan membuat potensi Baratan sebagai event wisata populer di Jepara jauh lebih besar di kemudian hari. Bagaimana menurutmu, Millens? (Alfia Ainun Nikmah/E03)