BerandaTradisinesia
Sabtu, 2 Feb 2024 14:00

Alasan di Balik Suku Badui Gemar Jalan Kaki Tanpa Alas

Salah seorang Suku Badui sedang menyembrangi jembatan kayu tanpa alas kaki. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Salah satu keunikkan masyarakat Badui Dalam adalah kegemaran mereka jalan kaki tanpa alas. Apa alasan di balik mereka melakukan hal itu, ya?

Inibaru.id - Seperti yang sudah kita pahami, alas kaki seperti sepatu atau sandal berfungsi untuk melindungi kaki terutama bagian telapak kaki. Ia juga beguna melindungi kaki dari cedera dari kondisi lingkungan seperti permukaan tanah yaang berbatu, berair, udara panas, maupun dingin.

Namun, alas kaki rupanya bukan barang yang penting bagi masyarakat Suku Badui, lo. Kamu pernah melihat Suku Badui di televisi sering jalan kaki ke Jakarta tanpa menggunakan alas seperti sendal atau sepatu, kan? Ya,mereka melakukan hal tersebut demi merawat aturan adat.

Tapi, nggak semua Urang Kanekes, sebutan lain Suku Badui, beraktivitas sehari-hari dengan bertelanjang kaki. Yang diperbolehkan mengenakan sepatu atau sandal adalah Suku Badui Luar. Sementara di Suku Badui Dalam itu masih menjadi sebuah larangan.

Lalu, apa alasan di balik Suku Badui Dalam masih gemar jalan kaki tanpa alas? Karmain, salah seorang tokoh adat Suku Badui memberikaan penjelasan. Selain untuk menjaga aturan adat, Urang Tangtu, istilah lain untuk penyebutan Suku Badui Dalam, menyakini jalan kaki tanpa alas memiliki khasiat kesehatan terhadap tubuh.

"Kami sudah dikasih tau kekolot dan orang tua kami, bahwa jalan kaki tanpa alas sama juga dengan obat," kata Karmain pada Inibaru.id belum lama ini.

Salah satu perbedaan Suku Badui Dalam dan Suku Badui Luar terletak pada penggunaan alas kaki. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Menurut pengetahuan Karmain, pusat saraf di tubuh manusia banyak terletak di bagian telapak kaki. Jadi, para leluhur dulu menerapkan aturan ini lebih ke alasan kesehatan.

Selain jalan kaki tanpa alas, Suku Badui Dalam juga dilarang naik kendaraan, sebab tapak kaki mereka harus selalu berpijak pada bumi.

"Makanya kami ke mana-mana, semisal ke Jakarta, dijangkau dengan jalan kaki. Tujuannya nggak lain untuk kesehatan dan melestarikan adat," tutur Karmain.

Tradisi Seba

Potret Suku Badui Dalam saat melalukan tradisi seba. (Antara/Muhammad Bagus Khoirunnas)

Larangan mengenakan alas kaki ini berkaitan dengan Tradisi Seba, sebuah tradisi yang menjadi uji ketangguhan fisik Suku Badui Dalam. Pasalnya, mereka akan berjalan kaki sejauh ratusan kilometer melewati hutan dan jalan beraspal dari Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menuju Istana Kepresidenan di Jakarta.

Seba merupakan tradisi kuno, sama seperti halnya keberadaan Suku Badui di Pegunungan Kendeng. Tradisi tersebut rutin dilakukan tiap tahun sekali setelah masa panen dan Lebaran Kawalu.

Plt Kepala Bidang Ekraf Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Rohaendi menerangkan, Tradisi Seba sebagai bentuk syukur Suku Badui Dalam terhadap hasil bumi sekaligus ajang silaturahmi dengan pejabat pemerintah.

Sebelum melakukan perjalanan ke Istana Presiden, Suku Badui Dalam terlebih dahulu melipir ke kantor camat, bupati dan gubernur di Provinsi Banten. Setelah itu, barulah menghadap ke Presiden Indonesia.

"Mereka (Suku Badui Dalam) biasanya akan melaporkan tentang kondisi alam, jumlah penduduk dan hasil panen," tukas Roehandi.

Begitulah gambaran sekilas tentang kegemaran Suku Badui Dalam yang selalu beraktivitas tanpa menggunakan alas kaki. Yap, mereka mengajarkan kepada kita bagaimana menjalankan tradisi disertai dengan menghayati dan memahami manfaatnya. Dengan melakukan hal tersebut, tradisi leluhur pasti bakal lestari. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024