Inibaru.id – Namanya nasi, tapi terbuat dari jagung, bukan beras, yang digerus hingga agak halus. Itulah nasi jagung. Entah kapan kali terakhir saya mengecap makanan yang kini menjadi salah satu kuliner autentik di Pasar Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, tersebut.
Saya pun begitu bergairah saat tiba di Pasar Sumowono. Sayang, siang itu Jumirah datang telat. Nggak seperti biasanya. Saya pun terpaksa menunggu salah satu penjual nasi jagung langganan saya tersebut, yang biasanya mangkal di pintu masuk parkiran pasar yang berlokasi di punggung Gunung Ungaran ini.
Sebagai orang desa, nasi jagung pernah menjadi makanan yang sangat familiar di lidah saya. Namun, kebiasaan itu bergeser karena ada nasi dari beras. Di mana-mana, orang memakannya, termasuk saya. Nasi jagung kini nggak ubahnya jajan atau sekadar penganan alternatif.
Nggak lama, Jumirah datang. Dengan bakul besar penuh dengan nasi jagung, perempuan asal Dusun Jambe, Desa Candigaron, Kecamatan Sumowono, itu menuju tempatnya, menggelar dagangannya, dan siap melayani pembeli.
“Maaf. Kalau kayunya kering dan masaknya cepet, jualannya bisa lebih pagi,” terang perempuan yang konon merupakan penjual nasi jagung di Pasar Sumowono tersebut.
Entah dari mana datangnya, para pembelinya sudah berkerumun nggak lama berselang. Berjualan nggak kurang dari 29 tahun lamanya, nasi jagung bikinan Jumirah memang jadi makanan yang wajib diburu siapa pun saat berkunjung ke Pasar Sumowono.
Rasa Pedas-Gurih yang Bikin Nagih
Setelah menunggu beberapa waktu, tibalah giliran saya dilayani. Ugh, nggak sabar! Oya, seportsi nasi jagung biasanya sudah dilengkapi dengan lauk beberapa potong ikan asin dan sejumput sayuran rebus, lalu diberi kondimen sambal kelapa parut yang rasanya mirip bumbu urapan.
Untuk sayuran, Jumirah biasanya menggunakan sawi, kuthi, krokot, pepaya, atau kenikir. Seporsi nasi jagung dibanderol dengan harga nggak lebih dari Rp 5.000. Sekilas, nasi jagung ini mirip dengan nasi jagung lain yang ada di pasar tersebut. Lalu, apa yang membuatnya berbeda?
“Apa ya, nasi yang empuk, sambalnya khas, bikinnnya pakai kayu,” timpal perempuan 55 tahun ini promosi, mengeluarkan jurus khas penjual.
Saya tersenyum saja, tapi diam-diam mengiyakan. Nasi jagung buatan Jumirah memang punya tekstur yang lembut dan nggak bikin seret seperti kebanyakan nasi jagung. Ehm, nggak heran kalau para pelanggannya setia membeli di tempat Jumirah meski ada banyak penjual lain di pasar itu.
Perlu kamu tahu, nasi jagung pada dasarnya punya rasa yang tawar laiknya nasi beras. Namun, ini menjadi nikmat kalau dimakan bersama sayuran yang diurap bersama sambal kelapa yang bercitarasa pedas-manis. Ditambah lauk kriuk yang asin, perpaduan itu menjadikan rasa gurih yang pas di mulut.
Untuk pengalaman perdana, tekstur nasi jagung mungkin akan terasa aneh di lidah pada suapan pertama. Namun, rasanya yang gurih dan pedas dijamin bikin nagih. Rasanya saya nggak pengin buru-buru menghabiskannya.
Mesin Waktu Bernama Nasi Jagung
Setelah sekian lama, menikmati nasi jagung adalah momen istimewa. Ini seperti rasa rindu yang terobati. Bagi saya, ini ibarat mesin waktu yang langsung membawa saya pada ingatan masa lalu, khususnya pada masakan mendiang nenek waktu saya kecil dulu. Hm, mesin waktu seharga Rp 5.000! Ha-ha.
Pernah ada satu masa ketika nasi jagung menjadi masakan populer di Jawa Tengah. Namun, kehadiran nasi dari memang telah mengubahnya. Keseragaman pangan membuat eksistensi nasi jagung perlahan tergerus.
Kendati banyak orang kini mulai mencoba melakukan diversifikasi pangan dengan mengonsumsi sagu, singkong, sagu, ubi, dan jagung, keberadaan nasi jagung agaknya nggak bakal kembali populer selain sekadar sebagai jajan atau pengnanan khas, bukan makanan pokok.
Jumirah kini semakin menua. Dia mengatakan, sudah hampir tiga dekade dirinya menggantungkan hidup sebagai pedagang nasi jagung. Jumirah berjualan sejak 1990-an.
"Dulu, pertama jualan harganya Rp 50. Sekarang Rp 5.000," kenang perempuan tiga anak tersebut.
Entah berapa lama lagi Jumirah akan bertahan. Mungkin, laiknya saya, bakal tiba saatnya orang-orang yang membeli nasi jagung nggak ubahnya tengah bernostalgia, bukan sebagai sarapan wajib yang harus dikonsumsi tiap hari laiknya nasi yang kita makan sekarang.
Ah, sudahlah! Yang pasti, mumpung masih ada kesempatan, kamu bisa menjajal nasi jagung bikinan Jumirah saban hari di Pasar Sumowono mulai pukul 08.00 WIB. Dia bakal ngetem di dekat pintu masuk parkiran pasar hingga pukul 16.00 atau lebih gasik kalau dagangannya sudah habis. (Zulfa Anisah/E03)