BerandaInspirasi Indonesia
Sabtu, 26 Mei 2023 18:30

Menjajal Keseruan Dolanan Anak 90-an bersama Kampoeng Hompimpa Semarang

Komunitas Kampung Hompimpa merupakan sekelompok anak muda yang konsen pada kelestarian permainan tradisional. (Inibaru.id/ Siti Khatijah)

Engklek, enggrang, dan gobak sodor, menjadi bagian dari keseruan dolanan anak 90-an yang kembali dihadirkan Komunitas Kampoeng Hompimpa Semarang. Nostalgia, yuk!

Inibaru.id - Seingat saya, kali terakhir bermain dolanan tradisional anak adalah saat saya masih duduk di bangku sekolah menengah. Itu lama sekali, sampai-sampai saya lupa gimana cara memainkannya. Namun, Komunitas Kampoeng Hompimpa berhasil membuat saya bernostalgia.

Beberapa hari lalu, komunitas pencinta dan pelestari dolanan anak ini menyambangi sebuah TK di Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Nggak hanya anak-anak yang menyambut gembira, saya yang sengaja janjian dengan mereka di tempat tersebut pun nggak kalah antusias.

Satu per satu anggota komunitas yang didominasi anak muda itu mengeluarkan berbagai permainan. Ada bakiak, engrang bambu, engklek, lompat tali, dan banyak lagi. Sementara para bocil memandang peralatan dolanan tradisional itu dengan penuh tanda tanya, ingatan saya pun segera melesat jauh ke tahun-tahun saat saya memainkannya bareng teman-teman di tanah lapang.

Perlu kamu tahu, sebagian besar permainan tradisional yang populer hingga 1990-an memang dimainkan di tanah lapang karena melibatkan banyak orang. Biasanya, dolanan tradisional ini mulai dimainkan menjelang sore hingga matahari terbenam.

Memperkenalkan dan Mengajari

Nggak hanya anak-anak yang tertarik bermain, sering kali para orang dewasa juga kepincut memainkan permainan tradisional. (Inibaru.id/ Siti Khatijah)

Nggak butuh waktu lama bagi saya dan guru-guru untuk membaur bersama para siswa, memainkan dolanan tradisional tersebut hingga menjelang siang. Para penggawa Kampoeng Hompimpa pun dengan suka cita menjelaskan cara bermain dan aturan yang berlaku.

Nur Muhammad Sidiq, salah seorang penggawa Kampoeng Hompimpa mengatakan, menyambangi sekolah memang menjadi salah satu program mereka, yang diberi nama Hompimpa ke Sekolah (HKS). Selain sekolah, mereka juga menyambangi ke kampus atau ruang publik di Semarang.

"Kami ke sekolah, kampus, dan lain-lain. Tujuannya memperkenalkan kembali dolanan tradisional dan mengajari aturan mainnya," terang Sidiq. "Kami juga kolaborasi dengan instansi serta buka lapak di car free day (CFD) Simpanglima tiap dua pekan sekali."

Oya, sejak awal berdiri, Kampoeng Hompimpa telah menjadikan kelestarian permainan tradisional sebagai tujuan utama mereka. Menurut saya, niat mereka sangatlah menarik, mengingat sebagian besar anak sekarang terlalu akrab dengan gawai dan permainan berbasis teknologi internet.

Bisa saya lihat betapa girangnya anak-anak menjajal berbagai dolanan yang didatangkan Kampoeng Hompimpa di TK tersebut. Hal serupa juga diungkapkan Sidiq. Di mana pun mereka memperkenalkan permainan zadul ini, sambutan orang selalu meriah, terutama anak-anak.

“Reaksi mereka bermacam-macam, tapi secara umum biasanya anak-anak merasa senang dan tertarik,” terangnya.

Selalu Disambut Baik

Komunitas Kampoeng Hompimpa di CFD Simpanglima Semarang. Di mana pun mereka berada, masyarakat selalu menyambut dengan antusias. (Instagram/hompimpa.smg)

Nggak hanya anak, menurut Sidiq, bermain adalah kegiatan yang disukai oleh siapa saja, nggak peduli anak maupun orang dewasa. Oleh karena itu, kehadiran Komunitas Kampoeng Hompimpa di mana pun bakal selalu disambut baik.

“Seringkali justru para orang tua yang tertarik duluan saat melihat kami. Mereka awalnya mencoba peralatan, lalu menunjukkannya kepada anak,” cerita Sidiq saat menggambarkan hal yang sering terjadi kala dirinya membuka lapak di CFD Simpanglima Semarang.

Hm, no debat sih! Jika mau jujur, kita semua memang butuh rehat sejenak dari rutinitas, lalu melakukan kegiatan yang menyenangkan, kan? Nah, kembali memainkan dolanan anak ini, selain mengobati kerinduan masa kecil juga bisa jadi alternatif stress releasing kita, lo!

Puas memainkan berbagai dolanan anak seperti lompat tali, bakiak, engklek, dan gobak sodor, saya pun melipir sejenak dari kerumunan. Dari kejauhan, masih riuh terdengar keseruan anak-anak dengan permainan tradisional mereka.

Saya pun berpikir, andai berbagai dolanan itu bisa kembali populer di tengah masyarakat, ketakutan para orang tua melihat anak-anak mereka yang kecanduan gim daring atau enggan berinteraksi karena sibuk dengan gawai mungkin akan sirna.

Siapa Saja Boleh Gabung

Para penggawa Komunitas Kampoeng Hompimpa Semarang. (Instagram/hompimpa.smg)

Sebagai orang tua, Komunitas Kampoeng Hompimpa telah memenangkan hati saya. Menyenangkan sekali bisa melihat sekelompok anak muda yang dengan gigih mencoba kembali membangkitkan eksistensi dolanan tradisional di tengah era yang serba AI ini. Ha-ha.

Menjelang siang, kunjungan komunitas itu ke sekolah pun berakhir. Anak-anak tampak kecewa, tapi sepertinya mereka bakal punya cerita menarik untuk dibawa ke rumah; bahkan bisa jadi langsung mempraktikkan dolanan tradisional itu bersama keluarga atau teman bermain mereka.

Sebelum pulang, saya sempat bertanya, siapa saja yang boleh menjadi anggota Kampoeng Hompimpa? Sidiq dengan cepat menyahut, siapa pun boleh! Nggak ada batasan usia atau ketentuan khusus yang diperlukan.

“Bisa langsung DM Instagram kami dan gabung di WAG Sobat Hompimpa. Nanti secara langsung bisa bergabung di kegiatan-kegiatan Hompimpa Semarang,” ujar laki-laki penyuka permainan gobak sodor itu.

Nah, kalau kamu pengin bernostalgia serta mengenalkan permainan tradisional ke buah hati atau kerabat, jangan ragu untuk menghubungi akun Instagram mereka di @hompimpa.smg! Atau, kamu juga bisa ketemu langsung dengan mereka di CFD Simpanglima.

So, tunggu apa lagi? Silakan bergabung dengan mereka lalu bikin story: "Inilah keseruan yang cuma dimiliki anak 90-an!" Ha-ha. (Siti Khatijah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024