Inibaru.id - Askana Sakhi Putri Arifin bergerak energetik di tengah terik mentari siang itu. Setelah bermain tali, dia segera beralih ke enggrang, lalu engklek dan bakiak. Gadis kecil berjilbab ini bahkan enggan berhenti kendati para guru pendamping sudah menyuruh semua siswa beristirahat.
Sakhi, begitu dia biasa disapa, tampak begitu antusias memainkan pelbagai dolanan tradisional yang dihadirkan Komunitas Kampoeng Hompimpa ke TK Pertiwi 34 Patemon, Kecamatan Gunungpati Semarang pada Jumat (12/5/2023) pagi itu. Di antara puluhan temannya, menurut saya, dia jadi salah satu yang paling heboh.
"Pengalaman baru yang menyenangkan!" serunya dengan wajah penuh peluh saat saya tanya nggak lama setelah permainan benar-benar usai.
Hal serupa juga dilakukan Sulthan Diaz Alfarezi. Nggak hanya di sekolah, orang tua dari bocah yang akrab dipanggil Diaz itu bahkan mengatakan bahwa anaknya masih terus membahas dolanan-dolanan zadul tersebut sesampainya dia di rumah.
Bagi anak yang terlahir pada kisaran 2016-2017 seperti Sakhi dan Diaz, yang umum disebut "generasi alfa", permainan tradisional seperti gobak sodor, bakiak, dan enggrang adalah hal asing bagi mereka. Berkurangnya tanah lapang dan banyaknya alternatif gim modern membuat dolanan yang kebanyakan dimainkan berkelompok ini telah kehilangan pamornya.
Merasa resah dengan kondisi tersebut, sekumpulan anak muda pencinta permainan tradisional ini pun membentuk Komunitas Kampoeng Hompimpa, yang salah satu programnya adalah "Hompimpa ke Sekolah (HKS)".
Melalui program HKS, mereka menyambangi sekolah untuk memperkenalkan permainan tradisional lengkap dengan aturan mainnya, salah satunya TK Pertiwi 34. Bertempat di lapangan kelurahan di samping sekolah, puluhan siswa yang dibagi menjadi lima kelompok itu pun dipersilakan memainkan dolanan-dolanan tersebut secara bergiliran.
Awal-awal disodori dolanan, anak-anak justru kebingungan. Meski terlihat antusias, mereka tampak ragu memainkannya. Mereka baru berani memainkannya setelah mendengarkan instruksi dari para anggota komunitas yang kebanyakan masih berstatus mahasiswa tersebut.
Mengajarkan Banyak Hal
Sehari memperkenalkan permainan tradisional kepada generasi yang sudah biasa pakai internet dan gawai sejak lahir tentu saja nggak akan cukup. Sedikit informasi, negeri ini punya setidaknya 2.000 permainan tradisional warisan leluhur. Jadi, terlalu muluk-muluk jika berharap mereka bisa memahaminya dalam waktu singkat.
Namun, apa yang dilakukan Kampoeng Hompimpa tersebut adalah langkah yang patut mendapat apresiasi. Dengan menyambangi sekolah, setidaknya para gen alfa itu tahu bahwa negeri ini memiliki beragam permainan yang seru dan mengajarkan beragam nilai positif.
Menurut Koordinator HKS Nur Muhammad Sidiq, permainan tradisional memberikan banyak manfaat untuk anak. Dengan memainkan dolanan-dolanan tersebut, anak dituntut untuk bisa bekerja sama, mengatur strategi, berkonsentrasi, dan tangkas.
“Kita belajar banyak, lo. Misal, permainan bakiak mengajarkan kerja sama tim dan atur strategi. Terus, permainan gobak sodor mengharuskan kita berkonsentrasi dan tangkas,” terangnya.
Proses Belajar yang Berkesan
Kunjungan Komunitas Kampoeng Hompimpa ke TK Petiwi 34 ini tentunya membawa keseruan tersendiri bagi anak-anak. Hampir setiap hari belajar di dalam kelas, pihak sekolah nggak ingin peserta didiknya merasakan kebosanan.
“Oleh karena itu, kami meminta Komunitas Kampoeng Hompimpa sebagai praktisi memperkenalkan secara langsung kepada anak-anak tentang permainan tradisional,” kata Kepala Sekolah TK Pertiwi 34 Siti Purwanti yang saya temui seusai kegiatan.
Ya, seperti harapan kepala sekolah, anak-anak memang tampak terkesan pada hari itu. Mereka rehat sejenak dari belajar membaca dan berhitung, diganti dengan belajar bermain permainan tradisional. Sayangnya, permainan itu hanya berlangsung sehari.
Raut kecewa terpancar di wajah anak-anak begitu kegiatan usai. Nggak hanya mereka, saya dan para guru yang agaknya juga turut bernostalgia dengan permainan-permainan masa kecil kami ini pun merasa kehilangan. Ha-ha.
Beruntung sekali ada Komunitas Kampoeng Hompimpa dan sekolah-sekolah yang menyadari pentingnya nguri-uri nilai budaya masyarakat via permainan tradisional. Selama ada mereka, dolanan tradisional agaknya tetap akan menjadi permainan seru untuk generasi alfa, ya? (Siti Khatijah/E03)