BerandaInspirasi Indonesia
Minggu, 26 Jun 2021 17:00

Kisah Komunitas Berbagi Nasi dan Kesah dari Jalanan Remang di Kota Semarang

Salah seorang penerima nasi kotak di salah satu sudut di Kota Lama Semarang. (Inibaru.id/ Bayu N)

Sembari membagikan bungkusan makan malam, Komunitas Berbagi Nasi Semarang (Bernas) terkadang juga mendengarkan kesah dari mereka yang tinggal di jalanan remang Kota Semarang.

Inibaru.id - Saya selalu percaya, salah satu sifat yang membuat seseorang istimewa adalah karena dia mampu mendengarkan orang lain. Sayangnya, lebih banyak orang yang suka menggunakan mulut ketimbang telinganya.

Padahal, mendengarkan orang lain sangatlah mengasyikkan, karena banyak hal yang sejatinya bakal kita dapatkan tanpa perlu melakukan apa-apa. Nggak percaya? Turut sertalah dalam kegiatan rutin Komunitas Berbagi Nasi Semarang (Bernas).

Saban Jumat malam, mereka biasa menggelar aksinya di sepanjang jalanan remang di bilangan Kota Lama Semarang. Aksi mereka sejatinya sederhana; yakni berkumpul, lalu membagikan nasi bungkus ke siapa pun yang mereka temui sepanjang jalan. Namun, sambutan penerima nasi itu begitu luar biasa.

Nggak sekadar transaksi memberi dan menerima, para sukarelawan Bernas juga nggak jarang mengajak orang-orang yang umumnya mulai menepi dari aktivitas di jalanan itu untuk bercengkerama, sekadar mendengarkan kesah, atau berbasa-basi menyoal takdir dan nasib.

Cukup dengan sebungkus nasi, kamu bisa memberikan sedikit kebahagiaan bagi orang lain. (Inibaru.id/ Bayu N)

Yang mereka ajak ngobrol bisa siapa saja, karena nasi yang mereka bagikan juga untuk semuanya. Satu kali mereka bicara dengan tukang becak, kali lain dengan waria. Kadang mereka juga mengajak cerita tunawisma yang menjadikan emperan toko sebagai tempat tinggalnya.

Wijaya, salah seorang sukarelawan yang telah aktif di Bernas sejak 2015 mengatakan, dulu bahkan ada program "Satu Malam Satu Cerita" dalam komunitas yang berdiri pada 2009 tersebut. Program alternatif ini mengharuskan para anggota bercengkerama dengan orang yang mereka kasih nasi.

"Kami harus bercengkerama. Setelah (aksi bagi-bagi nasi) selesai, kami saling menceritakan kisah apa yang kami dapatkan malam itu," tuturnya saat saya temui tengah melakukan aksi berbagi nasi di Kota Lama Semarang, belum lama ini.

Wijaya memberikan makanan dan minuman kepada seorang tunawisma yang sudah tinggal bertahun-tahun di dekat Jembatan Mberok. (Inibaru.id/ Bayu N)

Selain untuk menambah keseruan, Wijaya menambahkan, program tersebut juga ditujukan untuk membuat para anggotanya lebih peka, punya empati, dan dekat dengan orang-orang di jalanan.

“Saya masih ingat betul, dulu sempat mengobrol dengan seorang bapak yang di Jembatan Mberok tadi," kata Wijaya sembali menunjuk jembatan ikonik di Kota Lama yang baru saja kami lewati. "Beliau sudah bertahun-tahun di situ, lo!”

Dia menyayangkan program tersebut nggak lagi dijalankan sekarang ini. Bahkan, para anggota yang malam itu turut serta membagikan nasi juga baru tahu kalau Bernas punya acara semenarik ini.

Keakraban Bernas dengan Mbah Sem

Para anggota Bernas tengah bercengkerama dengan Mbah Sem. (Inibaru.id/ Bayu N)

Memusatkan kegiatan berbagi nasi bungkus di sekitar Kota Lama, dengan rute Masjid Kauman, Pasar Johar lama, Bundaran Bubakan, Kota Lama, hingga Jembatan Berok (Mberok), para sukarelawan umumnya sudah mengenal sejumlah orang yang biasa mereka sambangi di rute tersebut.

Nggak jauh dari Jembatan Mberok, ada sepasang istri-suami yang hampir selalu disambangi para anggota Bernas. Mereka menyebutnya Mbah Sem. Entah yang mana dari keduanya yang bernama Mbah Sem.

Pasangan paruh baya itu jelas sekali sudah sangat tua. Saban malam, keduanya memang bermalam di situ, menggelar alas seadanya di emperan sebuah toko. Biasanya, para anggota Bernas nggak menyambangi mereka untuk sekadar membagikan nasi, tapi juga duduk sejenak untuk ngobrol dan menanyakan kabar.

Mengakhiri malam dengan membagikan kebaikan di Kota Lama Semarang. (Inibaru.id/ Bayu N)

Ilham, salah seorang anggota Bernas yang baru beberapa tahun aktif di kegiatan Berbagi Nasi, mengatakan, pasangan paruh baya itu sudah sejak lama di sana.

"Mereka (Mbah Sem) nggak punya keluarga. Sekarang jadi pemulung dan hidup di jalanan biar nggak merepotkan siapa-siapa,” bisiknya kepada saya yang kebetulan tengah duduk di sebelahnya.

Tanpa saya tanya, dia juga menjelaskan bahwa yang punya toko sudah mengizinkan Mbah Sem memakai terasnya untuk tidur.

"Pemilik toko yang meminta mereka (untuk tinggal di depan tokonya)," terang dia, masih dengan nada berbisik.

Malam itu, beruntung sekali saya menjadi bagian dari orang-orang baik nan istimewa ini. Ada ketulusan di mata mereka saat memberi; dan ada ketulusan yang lebih besar di sorot mata orang-orang yang mereka bagi. Indah sekali kalau semua orang melakukan tindakan seperti ini, ya, Millens! (Bayu N/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024