BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 18 Jan 2024 19:00

Kampung Tobat Santrendelik dan Mimpi Besar Ikhwan Syaefulloh

Masjid Seribu Pintu Tobat yang dicetuskan Ikhwan Syaefulloh dkk akan menjadi terobosan di Kampung Tobat Santrendelik Semarang ke depan. (Dok Santrendelik)

Setelah berhasil menggelar pengajian rutin yang mampu mendatangkan hingga ribuan anak muda tiap minggu, mimpi besar Ikhwan Syaefulloh di Kampung Tobat Santrendelik selanjutnya adalah membangun Masjid Seribu Pintu Tobat.

Inibaru.id – Jika impianmu nggak membuatmu ngeri sendiri, bisa jadi ia belum cukup besar. Kata-kata mantan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf dalam bukunya This Child Will Be Great ini mungkin bisa jadi gambaran seberapa besar mimpi Ikhwan Syaefulloh atas Kampung Tobat Santrendelik.

Kampung Tobat Santrendelik atau lebih dikenal sebagai Santrendelik saja adalah sebuah komunitas mengaji yang didirikan Ikhwan dan kawan-kawan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Dalam sedekade terakhir, komunitas ini berhasil menjadi wadah bagi kalangan muda untuk menyeriusi kajian Islam dengan suasana yang lebih santai dan nyaman.

Berawal dari pengajian kecil-kecilan di sebuah kafe di pinggiran Semarang pada 2013, Santrendelik terus membesar hingga akhirnya dipindahkan ke lahan yang lebih luas di bilangan Kalialang Lama, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati.

Saat ini, Nongkrong Tobat, pengajian rutin Santrendelik yang digelar saban Kamis malam, hampir selalu dihadiri ratusan bahkan ribuan jemaah yang biasanya didominasi anak muda. Situasi tersebut tentu saja jauh melebihi ekspektasi Ikhwan dkk yang semula hanya membayangkan pengajian dengan puluhan jemaah saja.

“Sekarang, tentu saja impian kami semakin besar. Yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi, kini jadi semakin meluas,” ungkap Ikhwan saat ditemui Inibaru.id di “markas” Santrendelik yang beralamat di Jalan Kalialang Lama IX No 44, belum lama ini.

Menjadi Pusat Kegiatan

Salah seorang pendiri Kampung Tobat Santrendelik, Ikhwan Syaefulloh. (Dok Santrendelik)

Ikhwan mempunyai satu impian besar terkait Santrendelik. Berdiri di atas lahan yang hampir mencapai 2 hektare, pengusaha muda yang bergerak di bidang creative consultant tersebut berharap, ke depan mereka juga bisa mendirikan kompleks masjid yang sekaligus menjadi pusat kegiatan dan pendidikan.

“Kami berdiskusi dan memutuskan, harus ada masjid. Selain untuk mendirikan salat, masjid ini juga jadi pusat pendidikan formal, mulai dari TK, sekolah dasar, bahkan kampus,” tegas Ikhwan.

Dia sadar, impian itu sangatlah besar. Ikhwan juga nggak memungkiri bahwa keinginannya untuk menjadikan Santrendelik sebagai pusat pendidikan bagi masyarakat Semarang masih jauh panggang dari api. Namun, baginya, nggak ada mimpi yang terlalu besar selama ada pijakan yang mendasarinya.

“Entah generasi ini atau generasi selanjutnya, kami berkeyakinan mimpi itu akan terwujud. Kami menyebutnya Masjid Seribu Pintu Tobat; saat ini sudah kami rencanakan dengan saksama,” ungkap Ikhwan sembari menunjukkan di mana lokasi masjid akan dibangun.

Masjid Seribu Pintu Tobat

Suasana Santrendelik saat pengajian rutin 'Nongkrong Tobat' digelar. (Dok Santrendelik)

Keberadaan Masjid Seribu Pintu Tobat memang bukan isapan jempol belaka. Pada 2018, kelompok desainer Semarang “Acces Architecture” sempat merancang desain arsitektur masjid ini, yang kemudian dipamerkan dalam Jogja Vienna Young Architecture Exhibition 2018.

Desain masjid yang diberi nama The Repent-Future Mosque ini mengusung konsep bangunan berkelanjutan yang mengutamakan keselarasan antara bangunan, manusia, dan alam; untuk menjadikan masjid tetap asri dan ramah lingkungan.

“Harapan kami, Masjid Seribu Pintu Tobat akan menyatu dengan pusat pendidikan formal yang ekperimental, kekinian, mengikuti zaman, dan bisa diterima siapa pun; dengan tujuan utama untuk memberi fasilitas alternatif bagi masyarakat,” cetusnya.

Untuk Santrendelik, Ikhwan mengaku nggak mempunyai batasan. Berbeda dengan bisnis dan kegiatan sosial lain yang digelutinya, dia memilih untuk terus menghidupi kelompok kajian Islam yang acap mendatangkan pesohor dan ulama besar Tanah Air itu sekuat tenaga.

“Kalau di-scoring, bagi saya Santrendelik nilainya tak terbatas. Ini ruang yang paling penting,” tegas Ikhwan.

Memperluas Manfaat

Sebagian kecil sukarelawan yang disebut sebagai 'ujung tombok' di Kampung Tobat Santrendelik. (Dok Santrendelik)

Menurut Ikhwan, yang dia lakukan bersama teman-teman di Santrendelik adalah pondasi bagi para tobates, sebutan untuk jemaah mereka, untuk menciptakan ruang-ruang serupa di berbagai tempat agar bisa menyalurkan manfaat tersebut ke ranah yang lebih lebar.

“Perlu dipahami bahwa tujuan kami bukan memperbesar Santrendelik, tapi memperluas manfaat yang kita semua dapatkan di sini. Jadi, boleh saja meniru kami. Sudah ada beberapa yang menduplikasi di beberapa daerah dan kami nggak masalah dengan itu,” tegasnya.

Selama nguri-uri Santrendelik, Ikhwan juga nggak pernah mempermasalahkan siapa yang paling penting di situ. Baginya, siapa pun yang berkontribusi dan menjadi bagian dari Santrendelik, adalah orang-orang yang perlu diapresiasi.

“Ini adalah kerja sosial, maka kemudian muncul istilah untuk menyebut para volunteer Santrendelik sebagai ‘ujung tombok’; karena alih-alih dibayar, mereka justru sudah pasti nombok,” kelakarnya. “Jadi, kalau ditanya, siapa yang punya kontribusi paling besar, jawaban saya adalah mereka yang menjalankan ini semua.”

Sebelum mengakhiri obrolan, Ikhwan kembali menegaskan bahwa sebesar apa pun impian yang dia angankan untuk Santrendelik, keberadaannya akan selalu sejalan dengan niat awal mereka untuk kembali ke jalan yang benar.

“Bertobat itu berat, tapi dengan semakin banyak teman yang sama-sama ingin menuju sana, saya yakin ini akan lebih mudah dilakukan,” tandasnya.

Apa yang diungkapkan Ikhwan ini sejatinya sejalan dengan perkataan Ellen Johnson Sirleaf di atas, yang juga acap dikaitkan dengan petinju legendaris AS Muhammad Ali ini. Bagi seorang muslim, adakah cita-cita yang lebih besar dari tobat yang diterima Allah SWT? (Siti Khatijah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024