BerandaHits
Selasa, 18 Des 2023 17:20

Musim Hujan Tapi Cuaca Panas, Karena Perubahan Iklim?

Ilustrasi: Cuaca panas di musim hujan dirasakan di banyak tempat di Indonesia. (Liputan6/Faizal Fanani)

Cuaca panas pada musim hujan ini sampai membuat warganet berkelakar jika penyebabnya adalah doa dari para penjual es teh jumbo yang pengin dagangannya selalu laris. Sebenarnya, apa ya penyebab dari suhu panas belakangan ini?

Inibaru.id – Semenjak akhir November 2023, sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan. Di beberapa tempat, bahkan sudah ada laporan terjadinya banjir. Tapi, dalam beberapa hari belakangan, cuaca kembali terasa panas layaknya musim kemarau. Apa yang terjadi?

Asal kamu tahu saja, dalam beberapa hari belakangan, suhu maksimal yang dirasakan di Tanah Air mencapai 34 sampai 36 derajat Celsius. Bagi mereka yang tinggal di kota besar, khususnya di kawasan pesisir, suhu tersebut tentu sangat bikin gerah. Apalagi, hujan juga nggak lagi turun setiap hari sebagaimana dalam minggu-minggu sebelumnya.

Saking panasnya suhu, di media sosial, sejumlah warganet bahkan berkelakar kalau suhu panas belakangan ini muncul gara-gara doa penjual es teh jumbo yang nggak pengin dagangannya menurun gara-gara suhu udara menurun karena musim hujan. Tapi, tentu bukan itu penyebabnya.

Kalau menurut Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto, terjadi dinamika atmosfer yang berpengaruh besar pada menurunnya curah hujan di Indonesia.

“Kondisi El Nino moderate dan Dipole mode positif menunjukkan rendahnya potensi curah hujan di wilayah Indonesia,” ujar Guswanto sebagaimana dilansir dari Kompas, Minggu (17/12/2023).

Cuaca panas bikin nggak nyaman. (Shutterstock/Fizkes)

Tapi, apakah hal ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim? Kalau soal ini, deputi lain di Bidang Meteorologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengiyakannya.

“Tahun 2023 ini kan tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah bumi. Otomatis hal ini juga berpengaruh dengan suhu dan cuaca di Indonesia yang ada di dekat garis ekuator. Nah, secara gradual atau perlahan di wilayah tropis, efek dari pemanasan global dan perubahan iklim tentu saja adalah kenaikan temperatur,” ujarnya sebagaimana dilansir dari Republika, Senin (18/12/2023).

Ardhasena juga mengungkap bahwa di Laut Filipina, terdapat pola tekanan rendah yang sudah meningkat statusnya jadi siklon tropis. Nah, dinamika atmosfer ini ikut mempengaruhi berkurangnya potensi hujan di wilayah selatan garis ekuator seperti di Pulau Jawa.

Yap, meskipun cuaca panas belakangan ini dipengaruhi oleh beragam faktor, nyatanya sebenarnya di banyak daerah hujan tetap turun. Tapi, kalau soal suhu udara yang menyengat, tampaknya kita memang harus mulai membiasakan diri untuk lebih sering merasakannya gara-gara perubahan iklim dan pemanasan global, Millens. (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT