BerandaHits
Minggu, 23 Sep 2023 10:55

Menyoal Review Makanan yang Viral; Gunakan Etika untuk Hindari Konflik

Ilustrasi: Kritikus makanan harus dilakukan oleh orang yang paham kuliner. (Pexels)

Orang-orang menyukai video atau konten review makanan dengan konsep yang menarik. Jika dulu hanya ada satu nama yang terkenal yakni Bondan Winarno, sekarang reviewer makanan banyak jumlahnya. Bahkan, kamu juga bisa melakukannya asal menerapkan etika.

Inibaru.id - Sebagai orang awam, kita pasti senang melihat review jujur orang lain yang pernah makan di sebuah restoran. Dari penilaian mereka, kita jadi tahu dan mendapat bayangan soal rasa dan harga makanan di sebuah tempat makan meski belum pernah ke sana.

Nggak heran di media sosial banyak bermunculan food vlogger atau reviewer makanan dengan berbagai konsep seiring dengan menjamurnya kafe dan tempat makan. Kamu sendiri pasti mempunyai food vloger favorit, kan?

Nah, beberapa hari ini dunia maya riuh oleh konten seorang tiktoker yang mereview sebuah tempat makan di Jakarta yang sudah berdiri selama 25 tahun. Dia ramai dikomentari warganet karena melontarkan sejumlah kritik terhadap warung makan kenamaan tersebut.

Dalam videonya, konten kreator itu menjelaskan bahwa tempat tersebut memiliki beberapa kekurangan, mulai dari bau kurang sedap dari sungai di dekat warung makan, harga yang terlalu mahal, rasa yang semenjana, serta pelayanan yang kurang memuaskan.

Video tersebut kian ramai setelah memantik kemarahan si pemilik tempat makan. Dia nggak terima tempat makannya dikritik oleh food vloger yang menurutnya nggak konfirmasi terlebih dahulu.

"Seburuk apa pun review-nya gue terima. Cuma jangan pada kotor mulut lu. Yang kagak tahu ceritanya jangan ikut campur," katanya.

Kritikus Makanan Dulu dan Sekarang

Ilustrasi: Mereview makanan hendaknya dilakukan dengan sopan sehingga terhindar dari konflik dengan pihak lain. (Shutterstock)

Jika kita amati, banyaknya food vloger bersliweran di dunia maya menandakan bahwa hampir setiap orang bisa dengan mudah melakukannya. Berbeda dengan waktu dulu, reviewer atau kritikus makanan hanya bisa dilakukan secara profesional.

"Sebelum era blogging, Instagram, yang bisa me-review restoran hanyalah kritikus restoran yang berada di bawah media massa," kata praktisi sekaligus penulis buku Jakarta A Dining History: Transformasi Lanskap Restoran Ibu Kota dari Abad ke-19 hingga 1990, Kevindra Prianto Soemantri, dikutip dari Liputan6, Jumat (22/9/2023).

Jebolan MasterChef Indonesia itu juga menerangkan soal etika dalam mengulas makanan. "Yang paling penting, kita harus mengerti betul tentang makanan. Jangan orang yang tidak paham kuliner menulis, berbicara atau me-review makanan," katanya.

Kevin menyebut, "Karena kalau tidak paham kuliner lalu beropini tentang makanan sebatas opini, bukan statement, larinya menggiring opini. Belum tentu pengalamannya itu sama."

Review Negatif = Pencemaraan?

Lalu, jika sebuah restoran direview negatif baik oleh food vloger maupun kritikus makanan, apakah si pemilik boleh marah dan menuduh mereka telah melakukan pencemaran nama baik?

Menilik pada Hukumonline, jika tujuannya memang untuk menghina atau menghancurkan reputasi sebuah usaha, mereka bisa dikenai pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi sebagai berikut.

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Tapi, perlu kamu tahu, pasal 27 ayat (3) UU ITE nggak berlaku jika muatan yang diunggah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan. Jadi, menurut Hukumonline, hukum review produk yang berupa penilaian atau pendapat atas produk atau jasa itu nggak termasuk delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Meski memberikan pendapat merupakan hak konsumen yang dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen, kamu tetap harus menjunjung etika saat akan melakukan review ya, Millens!

Gunakan bahasa yang sopan dan sertakan bukti foto atau video. Nah, usahakan terlebih dahulu menyampaikan keluhan atau kritik secara langsung kepada pemilik usaha, misalnya melalui DM, email, kontak layanan pengaduan atau pelayan. Dengan begitu, kamu akan terhindar dari konflik, deh. (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024