BerandaHits
Jumat, 16 Mar 2023 20:16

Mengungkap Akar Permasalahan Kekerasan Pelajar

Ilustrasi kekerasan pelajar. (via Kumparan)

Rhoma Irama: "Darah muda darahnya para remaja, Yang selalu merasa gagah, Tak pernah mau mengalah, Masa muda masa yang berapi-api, Yang maunya menang sendiri, Walau salah tak peduli, Darah muda." Potongan lirik itu seolah mewakili seperti apa tabiat para pelajar remaja ini. Tapi, apa yang membuat mereka sampai terjerumus dalam kasus kekerasan?

Inibaru.id – Awal Maret lalu menjadi hari yang nahas bagi Randi, siswa kelas 6 SD di Sukabumi. Bocah itu harus meregang nyawa dengan luka bacok di leher akibat sabetan senjata tajam oleh seorang siswa SMP.

Kejadian serupa terjadi di Bogor. Seorang siswa SMK yang hendak menyeberang jalan tewas dibacok tiga pelajar dengan mengendarai motor.

Meskipun sosialisasi sudah kerap diadakan untuk mencegah kejadian serupa, namun tampaknya belum terlihat hasilnya. Masih banyak kasus-kasus kekerasan yang melibatkan para pelajar.

Hingga kini, kekerasan di sekolah menjadi perkara serius. Sayangnya, meski sudah banyak korban berjatuhan, sekolah dan pihak berwajib tampaknya masih tergagap-gagap dalam menanganinya. Buktinya, masih ada saja saja kasus serupa di berbagai daerah.

Akar Permasalahan Kekerasan Pelajar

Kurangnya keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak menjadi salah satu faktor kekerasan pelajar. (Ist)

Ada banyak faktor yang dapat menjadi akar permasalahan kekerasan di sekolah dan bisa saja saling terkait. Beberapa faktor itu antara lain:

- Kurangnya pengawasan dan tindakan dari pihak sekolah terhadap perilaku kekerasan di antara siswa.

- Kurangnya keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak-anak mereka dan dalam mengatasi perilaku kekerasan anak-anak mereka di sekolah. Banyak orangtua yang hanya berlaku sebagai bendahara bagi anak-anaknya.

- Kurangnya keterampilan sosial dan emosional di antara siswa, yang dapat menyebabkan mereka sulit dalam berinteraksi dengan teman sekelas dan mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang sehat.

- Faktor lingkungan di luar sekolah, seperti kondisi ekonomi, sosial, dan budaya, yang dapat mempengaruhi perilaku siswa di sekolah.

- Faktor psikologis dan kesehatan mental, seperti stres, depresi, dan gangguan perilaku, yang dapat mempengaruhi perilaku siswa di sekolah.

Untuk mengatasi permasalahan kekerasan di sekolah, perlu adanya upaya dari semua pihak, termasuk pihak sekolah, orangtua, dan masyarakat untuk mengatasi faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan tersebut dan memberikan pendidikan dan dukungan yang diperlukan bagi siswa untuk mengatasi permasalahan kekerasan dan membangun keterampilan sosial dan emosional yang sehat.

Jika Anak Menjadi Pelaku Kekerasan di sekolah

Jika anak menjadi pelaku kekerasan di sekolah, maka sebagai orangtua, langkah pertama yang harus diambil adalah mengakui dan memahami bahwa perilaku anak tersebut nggak dapat diterima dan perlu segera diatasi. Selain itu, upaya apa lagi yang dapat orangtua lakukan?

- Menjalin komunikasi yang baik dengan anak untuk memahami penyebab perilaku kekerasan dan memberikan dukungan emosional pada anak.

- Meminta bantuan dari ahli psikologi atau konselor untuk membantu anak mengatasi masalah perilaku kekerasan tersebut.

- Berkoordinasi dengan pihak sekolah dan bekerja sama dalam menangani perilaku anak tersebut di sekolah.

- Memberikan pengawasan yang ketat pada anak di rumah dan menghindari penggunaan tindakan kekerasan sebagai cara mengatasi perilaku anak.

- Membantu anak memahami konsekuensi dari perilaku kekerasan dan mendorong anak untuk bertanggung jawab atas tindakannya.

Upaya terpenting dalam mengatasi perilaku kekerasan anak di sekolah adalah dengan memberikan dukungan yang tepat. Orangtua juga seharusnya membantu anak mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang sehat. Hindari melakukan tindakan kekerasan terhadap anak sebagai cara untuk mengatasi masalah hanya akan memperburuk situasi dan memperkuat siklus kekerasan.

Sebagai orangtua, tentu akan merasa sangat terpukul jika buah hati kita menjadi salah satu pelaku kekerasan. Yuk ah, kenali anak dengan lebih dekat untuk mencegahnya "tersesat" terlalu jauh. Setuju, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024