BerandaHits
Kamis, 20 Agu 2025 11:01

Kisah Kepala Desa Keras Kepala yang Menyelamatkan Desa Fudai dari Tsunami

Ilustrasi: Desa Fudai tidak mengalami kerusakan pada saat bencana tsunami menerjang Jepang pada 2011. (Reuters/Kim Kyung Hoon)

Tembok penahan tsunami selesai dibangun 1984 lalu dengan diiringi cibiran warga yang menganggap kepala desa menghamburkan uang. Tapi, saat tsunami Jepang 2011 menerjang, keberadaan tembok tersebut menyelamatkan seisi Desa Fudai.

Inibaru.id – Di tengah puing-puing yang tersisa dari tsunami dahsyat yang menerjang Jepang pada 2011, satu desa kecil di pesisir timur laut Negeri Sakura justru tetap eksis tanpa kerusakan berarti. Nama desanya adalah Fudai di Prefektur Iwate. Nggak seperti desa-desa tetangga yang porak-poranda, rumah-rumah di Fudai tetap utuh. Bahkan, nyaris nggak tersentuh ombak air laut.

Fakta ini tentu sangat mencengangkan karena korban tsunami Jepang 2011 mencapai hampir 20 ribu jiwa. Puluhan kota dan desa juga luluh lantak diterjang ombak dengan ketinggian hingga puluhan meter. Lantas, bagaimana bisa Desa Fudai yang juga ada di kawasan pesisir malah selamat?

Usut punya usut, hal ini karena disebabkan oleh keras kepalanya mantan kepala desa tersebut bernama Kotaku Wamura. Seperti apa ya ceritanya?

Wamura menjabat sebagai kepala desa Fudai selama 40 tahun dari 1947 sampai 1987. Ia dikenal bukan hanya karena masa jabatannya yang luar biasa panjang, tapi juga karena keputusan kontroversialnya membangun gerbang pengendali banjir (floodgate) raksasa setinggi 15,5 meter yang kala itu dianggap pemborosan.

Maklum, biaya pembangunannya memang mahal banget. Proyek ini menelan dana lebih dari 3,5 miliar yen atau sekitar 30 juta dolar AS kala itu. Butuh waktu 12 tahun untuk menyelesaikannya dari 1972 hingga 1984. Banyak pihak mencibir, menyebut Wamura berlebihan dan menghamburkan uang publik.

Tapi semua anggapan negatif tersebut berubah total hanya dalam sehari, tepatnya pada 11 Maret 2011.

Prasasti dengan foto Kotaku Wamura lengkap dengan gambaran seperti apa bencana tsunami yang menerjang Fudai pada 2011. (Googleuser/Tm)

Saat gempa dahsyat 9,0 SR mengguncang dan tsunami setinggi lebih dari 20 meter meluluhlantakkan pesisir timur Jepang, banyak wilayah hancur lebur. Tapi tidak dengan Fudai. Gerbang pengendali banjir yang dulu dicibir itu berhasil menahan amukan air laut. Hanya area pelabuhan yang memang ada di luar tembok gerbang tersebut yang mengalami kerusakan.

Tragisnya, satu-satunya korban dari desa itu adalah seorang nelayan yang nekat pergi ke pelabuhan demi mengecek kapalnya, sesaat setelah gempa mengguncang.

“Tanpa gerbang itu, Fudai pasti sudah lenyap,” ungkap Satoshi Kaneko, seorang nelayan rumput laut yang selamat dari bencana namun kehilangan perahunya sebagaimana dinukil dari Cnbc, (13/5/2011).

Tapi, mengapa Wamura bersikukuh membangun tembok penahan tsunami untuk bencana yang baru hadir puluhan tahun setelah masa jabatannya berakhir? Dia bukanlah peramal, tapi dia pernah menyaksikan langsung dahsyatnya tsunami tahun 1933 yang menewaskan ratusan orang di Fudai. Dari pengalaman traumatis itu, ia bertekad melindungi desanya, apa pun risikonya.

Dalam bukunya, A 40-Year Fight Against Poverty, Wamura menulis tentang bencana tsunami yang dia lihat langsung, “Ketika melihat jasad-jasad digali dari timbunan tanah, aku kehabisan kata-kata. Aku nggak ingin itu terjadi lagi.”

Berkat keras kepalanya di tengah cibiran banyak orang terkait pembangunan gerbang pengendali banjir tersebut, seisi Desa Fudai terselamatkan. Nggak lama setelah bencana tersebut dan bertahun-tahun setelahnya, warga desa sering mendatangi makam Wamura. Mereka memberi penghormatan, menunduk di hadapan sosok yang kini dianggap sebagai pahlawan.

Meski dicibir karena menghabiskan biaya besar, nyatanya program Kotaku Wamura memang dibuat untuk kepentingan warganya. Salut banget ya atas pemikirannya yang out of the box dan akhirnya benar-benar menyelamatkan nyawa banyak orang, Gez! (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: