BerandaHits
Rabu, 23 Mei 2023 11:55

Jadi Korban Revenge Porn, Sebaiknya Laporkan atau Diam Saja?

Ilustrasi: Korban revenge porn banyak yang takut melaporkan kasusnya ke polisi. (klikdokter)

Sadar nggak, kebanyakan video porno amatir yang tersebar di media sosial adalah video revenge porn? Sebagian besar korban penyebaran video tersebut mengalami dampak yang mengerikan namun takut untuk melaporkan kasus penyebaran konten tersebut ke polisi.

Inibaru.id – Di media sosial, ada banyak video-video porno dengan durasi pendek yang nggak diperankan oleh aktor atau aktris profesional. Kebanyakan dari video porno tersebut adalah video revenge porn.

Kalau kamu masih belum begitu ngeh dengan istilah tersebut, revenge porn bisa dijelaskan sebagai video privasi yang disebarkan di media sosial dengan tujuan balas dendam. Biasanya pelakunya adalah mantan pasangan yang pengin mempermalukan atau bahkan mengintimidasi seseorang. Selain itu, terkadang pelaku penyebaran video ini juga sengaja menjualnya untuk mendapatkan uang.

Asal kamu tahu saja, kasus revenge porn di Indonesia cukup tinggi. Komnas Perempuan pada 2020 lalu mencatat ada 510 kasus tersebut, meningkat tajam dari 126 kasus pada tahun sebelumnya. Kebanyakan yang menjadi korban adalah perempuan. Mereka pun mendapatkan dampak yang sangat mengerikan dari hal ini.

“Dampaknya bagi korban sangat mengerikan,” ucap Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin sebagaimana dilansir dari Kompas, Jumat (4/10/2019).

Saat video, foto, atau konten revenge porn ini beredar, kebanyakan warganet justru penasaran dan mencarinya. Apalagi jika orang yang ada dalam konten revenge porn ini cukup terkenal. Setelah melihatnya, mereka juga nggak berpihak kepada korban dan justru menghakiminya sebagai seseorang yang telah melakukan tindakan amoral.

Dampaknya, banyak dari korban revenge porn yang akhirnya mengalami gangguan mental. Ada yang sampai takut untuk keluar rumah, nggak lagi bersekolah, hingga berhenti bekerja.

Apakah Ada Aturannya?

Korban revenge porn mengalami dampak psikologis yang mengerikan. (Thetimes/Antonio Guillem)

Saking parahnya dampak yang dialami oleh korban revenge porn, banyak dari mereka yang akhirnya takut melaporkan kasus ini ke polisi. Soalnya, jika mereka melakukannya, secara tidak langsung mengakui bahwa merekalah yang ada di konten revenge porn tersebut dan akhirnya harus siap kembali mendapatkan penghakiman.

“Saya yakin banyak korban di luar sana yang nggak berani melapor ke polisi. Kalau di kota besar seperti Jakarta, kami bisa meminta mereka datang ke lembaga hukum untuk mengatasinya. Tapi untuk korban di daerah, belum ada (bantuan bagi korban revenge porn),” ucap aktivis perempuan Tunggal Pawestri.

Lebih dari itu, banyak korban yang takut untuk melaporkannya karena khawatir akan ikut terjerat hukum akibat menjadi salah satu dari pelaku pembuatan konten asusila.

“Itu yang tricky. Banyak korban yang takut akhirnya ikut jadi tersangka karena ada UU pornografi. Jadi, kita perlu ketegasan aparat penegak hukum agar korban nggak dikriminalisasi,” lanjut Tunggal.

Untungnya, korban revenge porn sebenarnya punya solusi untuk mengatasi masalahnya. Mereka bisa menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang sudah disahkan DPR sejak Selasa (12/4/2022) lalu.

Pada Pasal 14 UU tersebut, terungkap bahwa:

(1) Setiap orang yang tanpa hak:

a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;

b. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau

c. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan maksud:

a. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau

b. menyesatkan dan/atau memperdaya, seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

Karena revenge porn bisa dianggap sebagai tindakan mengancam, memeras, memaksa, menyesatkan, hingga memperdaya, maka sudah layak untuk mendapatkan hukuman sesuai dengan yang tertera dalam ayat (2), yaitu pidana penjara palling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp300 juta!

Tapi, pada ayat ke (3), terungkap bahwa terkecuali korban adalah anak-anak atau penyandang disabilitas, sifat dari aturan ini adalah delik aduan. Artinya, korban harus memberanikan diri melaporkan kasus revenge porn yang dialaminya agar pelakunya bisa mendapatkan balasan yang setimpal.

Selain melaporkan tersangka, korban revenge porn sebaiknya nggak ragu untuk mencari bantuan dari lembaga bantuan hukum terdekat seperti LBH APIK yang sudah berpengalaman menangani kasus serupa. Jadi, mereka akan mendapatkan pendampingan dan nggak akan sendirian mengatasi masalah hukum ini.

Lebih dari itu, yang terpenting adalah mereka melakukan sejumlah hal untuk memperbaiki kondisi mentalnya terlebih dahulu, misalnya menghilang sementara dari media sosial. Korban juga sebaiknya meminta bantuan psikolog. Bahkan, jika bisa pindah ke luar kota untuk memulai kehidupan baru, juga bisa dijadikan pilihan.

Satu hal yang pasti, agar nggak jadi korban revenge porn, pastikan kamu nggak pernah telanjang atau melakukan aktivitas seksual di depan kamera atau ponsel, ya, Millens! Ingat, mencegah lebih baik dari pada mengobati. (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024