BerandaHits
Kamis, 8 Nov 2023 11:00

Ditentang dan Dicemooh; Perjuangan Semmelweis Kenalkan Konsep Cuci Tangan

Ignaz Phillip Semmelweis dikenal sebagai pelopor prosedur antiseptik. (bbc.co.uk)

Mencuci tangan adalah hal yang sederhana. Tapi tahukah kamu, saat Ignaz Phillip Semmelweis memperkenalkan konsep ini kali pertama ternyata mendapat tentangan dari dokter-dokter?

Inibaru.id - Mungkin sekarang cuci tangan adalah hal yang sangat lazim dilakukan oleh siapa saja. Membasuh tangan dengan air dan sabun untuk memastikan kuman-kuman mati ini biasa kita lakukan sebelum makan, setelah melakukan kegiatan, atau akan memegang sesuatu yang mewajibkan tangan harus steril.

Tapi, jauh sebelum saat ini, kegiatan cuci tangan merupakan hal yang aneh dan ditentang keras oleh para dokter. Mereka menilai, cuci tangan adalah kegiatan yang nggak perlu dilakukan dan dianggap nggak sesuai dengan kebiasaan, tradisi, dan kepercayaan lingkungan medis pada umumnya di era tersebut. Hm, bagaimana sih ceritanya?

Karena mengetahui angka kematian tinggi di sebuah bangsal rumah sakit bersalin di Rumah Sakit Vienna, Ignaz Philipp Semmelweis mencari tahu penyebabnya. Akhirnya, fisikawan dan ilmuwan dari Hungaria itu berhasil menemukan jawabannya.

Salah satu penyebab dari banyaknya orang yang meninggal di bangsal itu adalah adanya transfer kuman dan bakteri dari pisau medis yang digunakan untuk autopsi. Para dokter menggunakan pisau-pisau itu dari pasien satu ke pasien lain tanpa proses higienisasi. Penyakit mematikan ditularkan dari ibu yang meninggal ke tubuh ibu yang sehat karena dokter nggak mencuci tangan setiap selesai melakukan operasi.

Cuci Tangan Diperkenalkan

Ilustrasi: Cuci tangan merupakan prosedur wajib yang harus dilakukan dokter sebelum melakukan operasi. (Pixabay)

Melihat fakta tersebut, Semmelweis lantas menciptakan protokol cuci tangan yang menggunakan larutan kapur terklorinasi dan menyuruh seluruh pelajar medis serta dokter untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah autopsi. Hasilnya sungguh menakjubkan, Millens. Angka kematian menurun drastis.

Sayangnya, protokol cuci tangan tersebut hanya dijalankan pada saat Semmelweis masih bekerja di RS Vienna. Ketika masa tugasnya telah selesai pada 1849, peraturan cuci tangan nggak dilanjutkan oleh dokter lain.

Perjuangan lelaki kelahiran Budapest, Hungaria pada 1 Juli 1818 itu nggak berhenti. Dia selalu menyampaikan gagasan cuci tangan kepada komunitas dokter yang lebih luas lagi. Namun, mereka malah menolak mentah-mentah dan menjuluki Semmelweis sebagai "lelaki yang aneh".

Pada tahun 1861, Semmelweiss menulis buku tentang cuci tangan berjudul Etiology, Concept, and Prophylaxis of Childbed Fever. Rupanya buku yang dibuatnya masih belum bisa meyakinkan para dokter dan masyarakat umum mengenai konsep cuci tangan.

Semmelweis terus menerima kritikan dan cemoohan dari masyarakat. Bahkan, ada yang menganggap konsep cuci tangan Semmelweis-lah yang telah memperparah penyebaran penyakit yang diidap oleh ibu hamil.

Terus-terusan mendapat tekanan, kesehatan fisik dan mental Semmelweis perlahan menurun. Dia sempat dirawat di rumah sakit jiwa sebelum akhirnya meninggal akibat infeksi luka yang ada di tangan kanannya dan kekerasan yang dia terima selama dirawat di rumah sakit jiwa.

Yap, tugas Semmelweis kala itu sungguh berat. Dirinya mengalami penolakan karena dianggap menentang kepercayaan, nilai, dan norma yang secara umum telah dipegang para dokter pada waktu itu. Tapi untungnya, sekarang konsep cuci tangan sudah bisa diterima masyarakat dengan baik. Kita semua telah membuktikan manfaatnya. Betul kan, Millens? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024