Inibaru.id - Ketenangan terpancar jelas di wajah Firdaus, padahal dia tengah bergelantungan pada seutas tali di salah satu sisi gedung setinggi puluhan meter di Kota Semarang. Lelaki asal Brebes ini agaknya sudah terbiasa, berbeda dengan saya yang bahkan nggak berani untuk melongok ke bawah.
Sore itu, Rabu (28/7/2021), saya sengaja mengikuti keseharian Firdaus yang berprofesi sebagai rope access. Rope Access sejatinya merupakan teknik bekerja di ketinggian dengan alat bantu utama berupa tali. Namun, istilah itu kemudian merujuk pada profesi yang bekerja dengan teknik tersebut.
Dalam melakukan pekerjaannya, rope access membutuhkan kemampuan teknik panjat tebing dan caving yang oke. Di Amerika dan Eropa, pekerjaan ini bahkan hanya bisa dilakukan oleh profesional bersertifikat.
Laiknya kebanyakan rope access, Firdaus juga mempunyai keahlian panjat tebing yang bisa dibilang mumpuni. Keahlian pemuda yang masih tercatat sebagai mahasiswa di Universitas PGRI Semarang ini didapatkannya setelah dia ikut organisasi mahasiswa pencinta alam (mapala) di kampusnya.
“Penasaran pada kegiatan alam liar dan aktivitas ekstrem bikin saya ikut mapala. Habis itu jadi hobi naik gunung dan panjat tebing," terangnya di sela-sela menyelesaikan pekerjaan di Gedung Pemerintah Kota Semarang. "Dari hobi, sekarang malah jadi pekerjaan!”
Saya yakin, nggak semua orang mampu berada di posisi Firdaus. Lelaki yang di lingkar pertemanannya juga kerap diledek dengan nama Tukiman itu pun mengakui, butuh latihan intensif dan nyali yang sangat besar untuk bisa melakoni pekerjaan ini.
Kendati enggan menyebutkan besaran honor yang didapatkannya secara keseluruhan, dari cara bicaranya saya bisa melihat bahwa pendapatan Firdaus cukup lumayan.
Diupah Per Proyek
Untuk satu proyek, Firdaus diupah hingga jutaan rupiah. Lelaki murah senyum tersebut memang nggak menyebutkannya secara detail dan memilih tergelak saat saya menanyakan honornya, tapi dari cara bicaranya, gaji dia agaknya cukup berbanding lurus dengan risiko pekerjaan yang diembannya.
Proyek yang dijalani Firdaus cukup variatif, mulai dari memasang baliho atau bendera, mengecat tembok, hingga membersihkan kaca atau dinding. Status pekerjaannya hanyalah paruh waktu lantaran masih kuliah. Dia bekerja di CV Edelweis Summit Indonesia.
Dalam menjalankan proyek tersebut, Firdaus nggak sendirian. Dia setim bersama tiga rekan lain. Oya, masing-masing dari mereka mengemban tugas yang berbeda. Ada yang mengurusi logistik, memantau dari luar gedung, dan bertindak sebagai koordinator lapangan.
Rekan setim Firdaus salah satunya bernama Aji. Lelaki yang mengaku lebih lama menekuni profesi rope access ketimbang Firdaus itu bertindak sebagai koordinator lapangan. Sore itu Aji bertugas membandu ketiga rekannya memasang bendera di dinding Gedung Lokakrida Pemkot Semarang.
“Ini memang pekerjaan yang berisiko, tapi dijalani dengan mental kuat dan tingkat pengamanan tinggi, saya kira akan aman,” ujar Aji di dalam gedung. Tangannya tak lepas dari HT yang menjadi sarana komunikasi dengan ketiga anggota timnya.
Bagi Aji, bergelantungan di ketinggian punya sensasi tersendiri. Sensansi tersebut sangat jarang didapat orang lain dengan profesi yang nggak semenantang dirinya. Inilah yang membuat Aji selalu menikmati profesinya tersebut.
“Selama di ketinggian, saya bisa lihat pemandangan yang jarang dilihat orang; mulai dari lanskap kota gedungnya sampai hamparan pemandangan alam yang selalu indah,” terang alumnus Universitas PGRI itu, lalu tertawa.
Berbeda dengan Aji dan Firdaus, agaknya saya kurang kuat berlama-lama menemani mereka bergelantungan di ketinggian. Ngilu! Ha-ha.
Kendati singkat, saya mendapatkan banyak pelajaran berharga sore itu. Aji dkk mengajari saya bahwa pengaman terbaik dari sebuah tim adalah kerja sama yang baik. Saling menjaga dan harus saling memercayai, itulah kuncinya! (Triawanda Tirta Aditya/E03)