BerandaTradisinesia
Jumat, 14 Jul 2022 16:45

Tugu Lilin Solo dan Ulang Tahun Perak Boedi Oetomo

Tugu Lilin Solo yang menjadi lambang dari Kota Solo. (Twitter @wongAyoe2021)

Solo memiliki sebuah tugu yang berbentuk seperti lilin yang menyala. Keberadaan Tugu Lilin ini merupakan lambang peringatan 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo, salah satu organisasi yang menjadi cikal bakal pergerakan nasional dalam merebut kemerdekaan.

Inibaru.id – Seperti kota-kota lain di Indonesia, Solo, salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah memiliki ikon yang menjadi lambang kebanggaan.

Lambang itu adalah sebuah tugu yang berada di Kecamatan Laweyan dan juga dikenal dengan nama Tugu Lilin atau Tugu Kebangkitan Nasional. Tugu berbentuk lilin menyala ini juga dijadikan sebagai lambang resmi Kota Solo di samping keris.

Bentuk tugu melambangkan kekuatan, sementara lilin mewakili penerang jalan. Pas banget dengan tujuan Boedi Oetomo yang bertekad memajukan bangsa melalui pendidikan. O ya, kalau kamu perhatikan, pada bagian tengah tugu dengan tinggi 9 meter ini, terdapat pahatan yang dibuat oleh para kalangan pemuda saat melawan penjajah Belanda.

Dibangun pada masa kolonial, tugu tersebut bisa berdiri dengan persetujuan pemerintah Belanda. Bingung kan bagaimana mungkin itu terjadi, Millens?

Memperingati 25 Tahun Boedi Utomo

Perkumpulan orang-orang dari Boedi Utomo. (Republika)

Tujuan pembangunan tugu ini adalah peringatan ulang tahun perak Boedi Oetomo. Perkumpulan yang juga bertujuan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia melalui pendidikan ini berdiri pada 20 Mei 1908.

Nah, Boedi Utomo melalui pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) berinisiatif untuk mendirikan sebuah tugu.

Ir. Soetedjo dipilih oleh panitia karena konsepnya dianggap mudah dimengerti substansinya oleh masyarakat umum. Tugu ini mendapatkan izin dan dukungan dari Pakubuwono X, setelah sebelumnya gagal dibangun di Batavia, Semarang, dan Surabaya.

Peletakan batu pertama pada 1933 menyulut penolakan oleh Jenderal Hindia Belanda, Bonifacius Cornelis de Jonge.

Jenderal Hindia Belanda menganggap bahwa tugu tersebut melambangkan sebuah simbol pemberontakan. Maklum, awalnya tugu itu bakal dinamai “Tugu Peringatan Pergerakan Kebangsaan 1908-1933”. Nama ini jelas bikin Belanda jadi berang.

Oleh Pemerintah Hindia Belanda, nama tersebut diganti dengan “Toegoe peringatan kemadjoean ra’jat 1908-1933”. Belanda mengancam akan membongkar tugu jika nama ini ditolak. Apa boleh buat, pergantian nama ini pun diterima. Pembangunan tugu ini akhirnya terus dilakukan dan selesai pada Oktober 1934.

Ada yang menarik setelah pembangunan tugu ini. Para pemuda membawa segumpal tanah dari daerahnya masing-masing dan meletakkannya di pelataran tugu. Apa yang mereka lakukan seolah menjadi penyatuan semangat dari berbagai daerah dalam membangkitkan nasionalisme terhadap bangsa ini.

Pada 1948, tiga tahun pasca-kemerdekaan Republik Indonesia, Tugu Lilin dijadikan simbol peringatan Kebangunan Nasional, yang kemudian disebut sebagai Tugu Kebangkitan Nasional.

Barulah pada 1953 Tugu Lilin dijadikan bagian dari logo Pemerintah Kota Surakarta. Yang terbaru, Persatuan Sepak Bola Indonesia Solo (Persis) juga menjadikannya sebagai lambang klub.

Hm, meskipun butuh waktu dan harus mengalah, akhirnya tugu ini bisa dinamai sesuai kehendak masyarakat Indonesia ya. (Kom, Sol, Kem/IB31/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024