Inibaru.id – Terkadang, kita harus kembali menerapkan kearifan lokal demi memberikan manfaat terbaik bagi manusia atau lingkungan sekitar. Hal itulah yang dilakukan masyarakat Dukuh Kebuk Kidul, Desa Banjaran, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. Sadar bahwa lingkungan di tempat tinggal mereka harus dijaga, mereka pun kembali menggunakan kereneng bambu sebagai wadah makanan alih-alih memakai wadah plastik.
Meski praktis dan multifungsi, nyatanya plastik memang bisa memberikan dampak buruk bagi lingkungan jika terlalu sering digunakan. Apalagi jika hanya berakhir menjadi sampah. Jika dibakar, bikin polusi. Jika dibiarkan di tempat sampah, nggak bakal terurai dan merusak tanah.
Hal ini disadari betul oleh warga Desa Banjaran. Demi menggencarkan kampanye mengurangi penggunaan plastik, mereka sampai menggelar tradisi Manganan yang rutin digelar setiap malam Senin Pahing di bulan Dzulhijjah.
Menurut laporan Suaramerdeka (9/7/2023), sekitar 2 ribu warga sudah memadati kompleks Makam Mbah Surojoyo sejak pagi. Mereka kemudian mengarak dua kereneng bambu berukuran besar yang ditempatkan di mobil bak terbuka keliling desa.
Sebagian warga, khususnya para ibu-ibu, tetap bertahan di kompleks makam untuk memasak nasi dan lauk-pauknya. Penganan yang melimpah dan beraneka ragam ini disuguhkan kepada siapa saja yang datang untuk menyemarakkan Tradisi Manganan, termasuk warga dari luar desa atau luar kota.
Yang luar biasa, nggak satu pun terlihat wadah plastik yang dipakai jadi wadah penganan tersebut. Semuanya ditempatkan di kereneng yang diberi alas daun jati. Seluruh masyarakat sepertinya benar-benar sudah berkomitmen untuk nggak memakainya.
Sudah Sejak Empat Tahun Belakangan
Menurut keterangan Juru Kunci Makam Mbah Surojoyo Ngateno, Tradisi Manganan ini sudah digelar waga Desa Banjaran dalam empat tahun belakangan. Alasannya demi mengurangi pemakaian plastik sekaligus mengajari generasi muda tradisi leluhur yang selalu memakai kereneng bambu sebagai wadah makanan.
“Kami sepakat mengurangi penggunaan plastik dengan menerapkan apa yang sudah jadi tradisi leluhur. Masyarakat juga bisa membuat sendiri kereneng kok, tinggal memanfaatkan bambu dan dedaunan yang melimpah di sini,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Tribun Jateng, Minggu (9/7).
Berkat komitmen yang dipegang teguh warga, kini generasi muda di Desa Banjaran sudah mahir membuat kereneng sendiri. Mereka pun diharapkan terus melakukan tradisi ramah lingkungan ini di masa depan.
O ya, dalam Tradisi Manganan tahun ini, panitia menyiapkan sekitar 2.500 kereneng bambu. Selain nasi, kereneng itu juga diisi lauk-pauk berupa ikan, daging kambing, serta tahu dan tempe.
Selain arak-arakan kereneng raksasa, tradisi ini juga dimeriahkan dengan pementasan rebana, ziarah bersama, hingga khataman Alquran.
“Semoga saja tradisi kereneng ini bisa membawa berkah bagi masyarakat dan lingkungan tempat kami tinggal,” pungkas Ngateno.
Tradisi Manganan ini keren banget ya, Millens. Semoga saja semakin banyak tempat yang juga mengurangi pemakaian plastik dan mengedepankan kearifan lokal yang ramah lingkungan. (Arie Widodo/E10)