BerandaTradisinesia
Sabtu, 16 Des 2022 20:27

Tetesan, di Antara Tradisi dan Perkembangan Zaman

Simulasi upacara adat tetesan yang dilakukan oleh Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia. (Bernasnews/PBIY)

Dulu, ada sebuah tradisi menyunat anak perempuan yang disebut Tetesan. Seiring berkembangnya zaman, tetesan sudah jarang kita temukan.

Inibaru.id – Melihat tetangga kita menggelar hajatan karena anak laki-lakinya selesai dikhitan pastilah sudah biasa. Seperti yang kita tahu, khitan atau sunat tersebut bertujuan membersihkan dan menjaga kesehatan alat kelamin.

Namun, di Yogyakarta, ada upacara khitan khusus untuk anak perempuan yang bernama Tetesan. Hampir sama pada anak laki-laki, tradisi khitan pada anak perempuan ini juga sebagai tanda memasuki masa dewasa.

Istilah tetesan diambil dari Bahasa Jawa tetes yang berarti “jadi”. Tetesan bermakna upacara yang diperuntukkan bagi anak perempuan yang sempurna dalam pertumbuhan menjelang usia dewasa, yaitu saat anak telah berusia delapan tahun atau sewindu.

Sekarang, kamu mungkin sudah jarang menjumpai tradisi ini. Masyarakat di Yogyakarta dan sekitarnya sudah lama nggak melakukan sunat pada anak perempuannya karena perkembangan zaman.

Tapi, acara tetesan masih ada di lingkungan keraton, lo. Ya, Keraton Yogyakarta memang masih memelihara berbagai upacara daur hidup dalam Budaya Jawa.

KRT Jatiningrat, Penghageng Tepas Dwarapura mengatakan, meski lingkungan keraton masih menyelenggarakannya, tradisi tetesan nggak digelar secara besar dan terbuka bagi umum.

“Acara tersebut merupakan acara keluarga. Jadi,yang menghadiri adalah kalangan tertentu saja yang masih mempunyai hubungan kerabat,” jelas lelaki yang kerap disapa Romo Tirun itu.

Keraton Yogyakarta masih melakukan tradisi tetesan. (Wikimedia)

Tertulis dalam Ensiklopedia Kraton Yogyakarta, upacara tetesan diadakan di Bangsal Pengapit yang letaknya di selatan Dalem Prabayeksa. Yang menghadiri terbatas kerabat dekat seperti garwa dalem, putra dalem, wayah, buyut, dan canggah. Ada juga abdi dalem bedaya, emban, amping, abdi dalem keparak berpangkat tumenggung serta riya yang duduk di emper bangsal pengapit.

Dalam acara itu, anak perempuan yang akan dikhitan mengenakan busana berupa nyamping cindhe. Cindhe yang dipakai model sabukwa, lonthong kamus bludiran, cathok kupu, slepe, kalung ular subang gelang tretes, dan cincin tumenggul.

Alat sunat modern lebih canggih untuk menjamin kebersihan dan kesehatan pasien. (Pixabay/12019)

Sementara, buku Kecantikan Perempuan Timur karya Martha Tilaar menjelaskan, prosesi tetesan ditangani oleh dukun. Dia membawa peralatan berupa kunyit, kapas, dan sebilah pisau khusus untuk memotong sedikit bagian dari klitorisnya.

Nggak Dilupakan Masyarakat

Meski sudah banyak yang nggak menjalankannya, tradisi tetesan nggak lantas dilupa. Dalam banyak kesempatan, ada komunitas-komunitas yang menyelenggarakan simulasi pelaksanaan tetesan yang bertujuan mengedukasi dan mengingatkan kembali warisan budaya.

Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta misalnya, pada 2021 pernah mengadakan simulasi Tetesan di Pendopo Ndalem Pakuningratan.

“Tradisi ini adalah salah satu fase dari upacara daur hidup manusia yang banyak dilupakan orang-orang,” ungkap Margaretha Tinuk Suhartini sebagai Pendiri dan Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia.

Hm, kalau menurutmu gimana, Millens? (Kum/IB20/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Jokowi dalam Jajaran Tokoh Terkorup di Dunia

1 Jan 2025

Menko Pangan Zulhas: 2025, Bulog akan Serap Hasil Pertanian Indonesia

1 Jan 2025

Untuk Perikanan Jateng, Menteri KKP Revitalisasi Tambak di Pantura Jawa

1 Jan 2025

Tahun Baru 2025, Begini Tantangan Berat Pers di Masa Depan Menurut Dewan Pers

1 Jan 2025

Tentang Dua Film 'Last Letter' yang Digarap Seorang Sutradara

1 Jan 2025

Libur Sekolah Selama Ramadan 2025; Mendikdasmen: Belum Jadi Keputusan

1 Jan 2025

AQ, Faktor Penting Penentu Kesuksesan Selain IQ

1 Jan 2025

Pemerintah Revisi Aturan PPN 12 Persen, Apa yang Terjadi?

1 Jan 2025

Kata Guru dan Orang Tua Siswa tentang Rencana UN yang Akan Diadakan Kembali

2 Jan 2025

Ttangkkeut, Tempat Warga Korea Melihat Matahari Terbit Pertama di Awal Tahun

2 Jan 2025

YOLO; Filosofi Hidup Sekali yang Memacu Kebahagiaan Plus Risiko

2 Jan 2025

Ada Sampah di Planet Mars, Arkeolog: Jangan Dibuang tapi Dilestarikan!

2 Jan 2025

Hari Pertama 2025: KAI Daop 4 Semarang Berangkatkan 25 Ribu Penumpang, Paling Banyak di Stasiun Tawang

2 Jan 2025

Memagari Kicau Merdu Burung Pleci di Pegunungan Muria

2 Jan 2025

Waktu Terbaik Mengunjungi Kebun Buah Mangunan Yogyakarta

2 Jan 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Apa Dampak bagi Demokrasi Indonesia?

3 Jan 2025

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit bagi Air dan Udara, Baik atau Buruk?

3 Jan 2025

Kemalasan Nobita, Antitesis Masyarakat Jepang dengan Tradisi Tahun Baru

3 Jan 2025

Pastikan Resolusi Tahun Barumu Bebas FOMO!

3 Jan 2025

Seperti Apa Mekanisme Tilang dengan Sistem Poin di SIM yang Berlaku Mulai 2025?

3 Jan 2025