BerandaTradisinesia
Minggu, 19 Agu 2023 11:51

Terowongan Niyama, Pengendali Banjir Zaman Penjajahan Jepang

Terowongan Niyama, peninggalan Jepang yang berguna sebagai pengendali banjir di Tulungagung. (FB/Kacamata Tulungagung)

Keberadaan Terowongan Niyama yang dibangun Jepang dengan mengerahkan puluhan ribu romusha ini mampu mengalihkan air dalam jumlah besar agar nggak meluap ke kawasan Tulungagung dan sekitarnya.

Inibaru.id – Meski kerap dianggap memberikan penderitaan luar biasa, masa penjajahan Jepang juga meninggalkan sejumlah hal yang positif. Salah satu yang masih bisa dilihat hingga sekarang adalah Terowongan Niyama yang disebut-sebut sebagai pengendali banjir di Tulungagung, Jawa Timur.

Cerita tentang terowongan ini bermula dari sebuah bencana banjir besar yang terjadi pada 17 November 1942. Kala itu, Jepang baru beberapa bulan menguasai Nusantara. Tapi, mereka merasa perlu melakukan sesuatu saat melihat dampak dari luapan Sungai Brantas yang sangat luar biasa. Maklum, nggak hanya menenggelamkan sekitar 9.000 rumah di 150 desa di Tulungagung, bencana ini juga menghancurkan banyak lahan pertanian.

Penggagas bangunan ini adalah seorang Residen bernama Enji Kihara. Dia adalah lulusan akademi militer dari Negeri Matahari Terbit. Layaknya, proyek pembangunan lain pada masa penjajahan Jepang, para pekerja yang dilibatkan dalam proyek terowongan ini adalah para pekerja paksa alias romusha. Jumlahnya mencapai 20 ribuan, Millens.

Alasan utama mengapa terowongan ini dibangun adalah demi menyelamatkan lahan pertanian saat musim hujan mencapai puncaknya. Layaknya orang Indonesia, para tentara Jepang yang ada di sini juga butuh makan nasi dan lauk-lauknya. Kalau sampai lahan pertaniannya hancur, tentu sulit untuk memenuhi kebutuhan harian para tentara Jepang di kawasan Tulungagung dan sekitarnya.

Kalau menurut keterangan yang ditulis Kompas, (19/10/2022), selain mengandalkan tenaga para romusha, pembangunan terowongan ini juga dibantu dengan ditemukannya 23 bom peninggalan Belanda yang ada di rawa-rawa dekat dengan lokasi proyek. Bom-bom itu dipakai untuk melubangi gunung. Selain itu, pihak Jepang juga mendatangkan mesin bor dan kompresor berukuran besar dari Ishihara Sangyo Co Ltd.

Terowongan Niyama mampu memindahkan air dalam jumlah besar saat puncak musim hujan sehingga bisa mencegah banjir. (Tribunmataraman/David Yohanes)

Ditambah dengan pengawasan ketat dari insinyur sipil dan tentara Jepang, proyek direncanakan berjalan dengan lancar. Sayangnya, medan proyek yang berat karena para romusha harus menghancurkan bukit-bukit kapur yang keras, ditambah dengan lokasi di sekitar proyek berupa rawa dan dipenuhi binatang buas membuat pengerjaan proyek nggak sesuai rencana. Banyak romusha yang merupakan warga pribumi yang terkena malaria dan kemudian tutup usia.

Pada akhirnya, proyek yang dimulai pada Februari 1943 itu mampu diselesaikan pada Juli 1944. O ya, setelah difungsikan, pihak penjajah Jepang awalnya memberikan nama Neyama yang berasal dari kata “yama” dalam bahasa Jepang yang berarti gunung dan “ne” yang berarti akar. Pemilihan kata "akar gunung" ini disebabkan oleh warga setempat yang menyebut rupa terowongan itu mirip seperti‘tumpak oyot’ alias akar gunung, Millens.

Sempat rusak akibat diterpa banjir bandang pada 1955, Terowongan Niyama kembali diperbaiki pada 1961. Setelah itu, dibangun lagi Terowongan Niyama II pada masa pemerintahan Orde Baru, yaitu pada 1986. Keberadaan terowongan ini kemudian mampu mengendalikan banjir yang ada di kawasan Tulungagung dan sekitarnya.

Karena pemandangannya indah dan berada di kawasan pegunungan, Terowongan Niyama juga kini populer sebagai tempat wisata. Hm, jadi penasaran ya seperti apa terowongan ini jika dilihat secara langsung, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024