BerandaTradisinesia
Senin, 28 Mei 2023 15:00

Mengenal Mbah Kalibening dan Warisannya; Sumur Pasucen di Banyumas

Sumur Pasucen di Makam Mbah Kalibening. (Kaskus/Nongkrongdirita/Aroengbinang)

Konon, Mbah Kalibening sudah berdakwah jauh sebelum era Walisongo. Seperti apa ya kisahnya sampai bisa sangat populer di Banyumas?

Inibaru.id – Bagi warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, nama Mbah Kalibening cukup populer. Soalnya, banyak peziarah yang berasal dari wilayah Banyumas atau luar kota yang selalu berdatangan ke makam tokoh yang disebut menyebarkan agama Islam sebelum Walisongo tersebut.

Makam tersebut berlokasi di Desa Dawuhan, Kecamatan Banyumas. Jaraknya nggak jauh dari pusat kota Banyumas, yaitu sekitar 5 kilometer. Karena lokasinya ada di desa yang ada di kawasan perbukitan, makam tersebut memiliki suhu yang cukup sejuk.

Meski begitu, bukan berarti kamu nggak akan berkeringat jika pengin mencapai makam Mbah Kalibening. Soalnya, dari gerbang, kamu harus mendaki ratusan tangga yang lumayan curam. Untungnya, pemandangan khas pedesaan yang indah membuat perjalanan nggak begitu terasa berat.

Lantas, siapa sih Mbah Kalibening dan seperti apa sepak terjangnya sampai bisa mendapatkan respek yang sangat besar dari warga Banyumas dan sekitarnya? Kalau menurut Juru Kunci Makam Mbah Kalibening, Mbah Kalibening bukan asli Nusantara. Nama aslinya adalah Syekh Maulana Rumaini dan berasal dari Persia. Mbah Kalibening berdakwah di tanah Banyumas pada 1270 hingga 1300-an atau di era sebelum Walisongo.

Selain karena terkenal sebagai pendakwah, Mbah Kalibening juga dikenal meninggalkan warisan yang nggak biasa, yaitu Sumur Pasucen. Sumur tersebut kabarnya bukan sumur biasa, lo.

Kabarnya, saat itu Mbah Kalibening sedang berada di kawasan Dawuhan saat sore hari. Dia pengin melakukan ibadah salat ashar tapi kesulitan mencari air untuk berwudu. Maklum, saat itu Banyumas sedang dalam musim kemarau. Dengan kesaktiannya, dia menancapkan sebuah tongkat ke bebatuan. Secara ajaib, langsung keluar air dari bekas tancapan tongkat tersebut.

Makam Mbah Kalibening di Banyumas. (Tribunjateng/Imah Masitoh)

Air tersebut kemudian digunakan Mbah Kalibening untuk menyucikan diri. Gara-gara hal itulah, warga setempat kemudian menyebut air tersebut sebagai air Pasucen.

Setelah Mbah Kalibening meninggal, juru kunci pertama makamnya, yaitu Mbah Ali Besari kemudian menginisiasi pembangunan sumur untuk menampung air Pasucen tersebut. Hasilnya, terbentuklah sumur dengan diameter 3 meter dan kedalaman 5 meter.

Selain sumur tersebut, dibuat pula dua sumur lain yang tujuannya adalah sebagai pemandian bagi kaum laki-laki dan perempuan. Tapi, hanya Sumur Pasucen yang mengeluarkan air.

Hal itulah yang membuat banyak warga dan peziarah menganggap air dari Sumur Pasucen bisa memberikan manfaat. Banyak yang langsung meminumnya karena yakin bsia mengobati penyakit.

“Banyak yang meminumnya untuk pengobatan,” ucap sang juru kunci, Sunaryoko, sebagaimana dikutip dari Tribunjateng, (8/3/2022).

Pengurus makam tersebut juga menggunakan air tersebut untuk membersihkan 572 pusaka yang ada di Museum Pendopo Kalibening seperti keris, tombak, serta kain kuno. Biasanya, proses pembesihan ini dilakukan setelah perayaan maulud Nabi Muhammad.

Hm, jadi penasaran ya seperti apa khasiat air dari Sumur Pasucen yang ada di kompleks Makam Mbah Kalibening di Banyumas, Millens. Tertarik ke sana? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024