BerandaTradisinesia
Kamis, 15 Mei 2019 17:00

Makna Pilu di Balik Sajian Rujak Pare

Rujak pare siap disajikan. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Sayur dengan cita rasa pahit ini nggak banyak disukai orang. Tapi kuliner yang satu ini malah menyajikan pare mentah dengan bumbu rujak. Di balik segarnya rujak pare ternyata ada makna mendalam.

Inibaru.id - Siapa yang nggak kenal pare? Rasa pahit sayuran ini membuatnya nggak banyak disukai. Tapi bukan berarti nggak bisa dikonsumsi ya. Malahan, rasa pahit pare sering digunakan untuk menyimbolkan tragedi yang pernah terjadi. Biasanya sayur ini dibuat rujak.

Dibuat dengan pare segar yang masih mentah, pare lalu dipotong-potong jadi bagian yang lebih kecil. Pare yang sudah dipotong kecil ini lalu ditempatkan dalam gumpalan es batu yang sudah diserut agar tetap segar.

Sepiring rujak pare yang segar. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Untuk menikmatinya, pare segar ini disandingkan dengan bumbu rujak istimewa. Bumbu ini terbuat dari campuran bunga kecombrang, cabai, gula jawa, garam dan terasi. Aroma bumbu sungguh segar dan khas.

Rujak ini punya makna di balik kesegarannya lo, Millens! Pare dan kecombrang menjadi simbol peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang membuat banyak perempuan Tionghoa sebagai korban. Bunga kecombrang melambangkan kecantikan dan keindahan perempuan Tionghoa yang kemudian dilumatkan dalam peristiwa kelam. Dipadu dengan pare yang jadi simbol kepahitan yang dialami mereka.

Peserta acara sedang mengantri untuk mendapatkan rujak pare. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Kuliner ini disajikan dalam peringatan Mengenang Mei 1998 pada hari Sabtu (11/5) kemarin. Selain itu, makanan unik ini juga hadir dalam beberapa acara etnis Tionghoa. Rasanya? Ternyata nggak sepahit yang dibayangkan lo, Millens! Daging pare memang terasa sedikit getir dan pahit. Tapi setelah dicocol ke dalam sambal kecombrang yang pedas serta semriwing, segar banget! Meski rasa rujak pare ini nggak terlalu pahit, makna dari acara-acara tersebut nggak berkurang sedikitpun.

Kamu berani nggak makan rujak pare, Millens? (Zulfa Anisah/E05)

 

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Satu Abad Rumah Dinas Gubernur Jawa Tengah: Puri Gedeh Semarang

30 Jan 2025

Proyek Mendulang Oksigen di Bulan, Sejauh Mana?

30 Jan 2025

Kontroversi Penggunaan Kecerdasan Buatan di Film 'The Brutalist'

30 Jan 2025

Perayaan Imlek dan Isra Mikraj, Lestari Moerdijat: Cermin Keberagaman yang Makin Kuat

30 Jan 2025

Sampai Kapan Puncak Musim Hujan di Jawa Tengah Berlangsung?

30 Jan 2025

Maraknya Pembunuhan Bermotif Sepele: Mengapa Masyarakat Kian Impulsif?

30 Jan 2025

Kampanye Darurat Gadget, Kampung Budaya Piji Wetan Perkenalkan Dolanan Tradisional

31 Jan 2025

Ranking Kampus Terbaik Dunia versi Webometrics, Undip Peringkat ke-4 Nasional

31 Jan 2025

Gelar Tradisi Kawalu per 1 Februari 2025, Baduy Dalam Ditutup 3 Bulan

31 Jan 2025

Keluarga Marlot Bruggeman, Meninggalkan Belanda demi Pulau Kei Kecil di Maluku

31 Jan 2025

Tiga Kapal Tongkang Kandas di Perairan Tanjung Emas Semarang, Polda Terjunkan Tim Pengawas

31 Jan 2025

Punahnya Tradisi 'Ganti Jeneng Tuwa' di Kalangan Laki-laki Wonogiri

31 Jan 2025

Candi Gunung Wukir, Prasasti Canggal, dan Jejak Sejarah Kerajaan Medang

31 Jan 2025

Coffee Morning, PMI Kota Semarang Simulasikan Cara Menolong Korban Kecelakaan

31 Jan 2025

Khilaf atau Kebiasaan? Ketika Kejahatan Terjadi Berulang Kali

31 Jan 2025

Dua Versi Cerita Asal-usul Tradisi Labuhan Merapi

1 Feb 2025

Transisi Energi, Pusat Tenaga Nuklir hingga 4,3 GW Akan Dibangun di Tanah Air

1 Feb 2025

Berteman Sepi pada Akhir Pekan? Tontonlah 'Nowhere'!

1 Feb 2025

Pesona Lampion Imlek Pasar Gede Solo, Magnet Wisata dan Simbol Keberagaman

1 Feb 2025

Cara Mendapatkan Gas Elpiji 3 Kg Usai Dilarang Dijual di Pengecer

1 Feb 2025