BerandaHits
Jumat, 30 Jan 2025 17:55

Maraknya Pembunuhan Bermotif Sepele: Mengapa Masyarakat Kian Impulsif?

Ilustrasi pembunuhan. (iStock)

Fenomena ini mencerminkan rendahnya pengendalian emosi, meningkatnya tekanan hidup, hingga menurunnya empati di masyarakat. Mengapa hal ini bisa terjadi, dan bagaimana cara mencegahnya?

Inibaru.id - Kasus pembunuhan dengan motif sepele yang semakin marak belakangan ini menunjukkan adanya permasalahan serius dalam masyarakat, baik dari segi kesehatan mental, kontrol emosi, hingga pola pikir yang semakin impulsif.

Hal ini membuat kita makin ngeri untuk bergaul karena takut akan menyinggung perasaan seseorang tanpa disengaja. Duh, serba salah ya? Senggaknya, ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan fenomena ini:

1. Rendahnya Pengendalian Diri dan Emosi

Banyak kasus terjadi karena pelaku nggak mampu mengelola emosi, seperti amarah atau rasa tersinggung, sehingga mudah bertindak agresif. Ketidakmampuan mengendalikan diri ini sering kali berkaitan dengan kurangnya pendidikan emosional sejak dini serta kebiasaan melampiaskan emosi secara destruktif.

2. Tingginya Stres dan Tekanan Hidup

Faktor ekonomi, tekanan sosial, serta masalah pribadi yang menumpuk bisa membuat seseorang lebih mudah meledak. Ketika stres sudah menumpuk, pemicu sekecil apa pun bisa memicu tindakan ekstrem, termasuk kekerasan.

3. Pengaruh Budaya Kekerasan

Beberapa orang memutuskan untuk menyelesaikan konflik dengan cara brutal. (iStock)

Paparan terhadap kekerasan, baik melalui media, lingkungan sekitar, atau pengalaman hidup, bisa membuat seseorang menganggap kekerasan sebagai solusi yang wajar. Banyak orang yang nggak terbiasa menyelesaikan konflik dengan cara sehat, seperti komunikasi yang baik, sehingga lebih memilih jalan pintas yang brutal.

4. Gangguan Mental yang Nggak Terdeteksi

Beberapa kasus pembunuhan impulsif bisa dikaitkan dengan gangguan mental, seperti gangguan kontrol impuls, psikopati, atau depresi berat yang nggak ditangani dengan baik. Sayangnya, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental masih rendah, sehingga banyak orang yang tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

5. Menurunnya Rasa Empati dan Nilai Kemanusiaan

Beberapa kasus menunjukkan bahwa pelaku tidak merasa bersalah setelah melakukan pembunuhan. Hal ini bisa disebabkan oleh rendahnya empati serta meningkatnya individualisme di masyarakat. Orang lebih fokus pada dirinya sendiri dan mengabaikan perasaan serta hak hidup orang lain.

6. Kemudahan Mengakses Senjata Tajam atau Senjata Api

Beberapa kasus terjadi karena pelaku dengan mudah mendapatkan senjata tajam atau senjata api. Kurangnya regulasi atau lemahnya pengawasan terhadap penggunaan benda-benda berbahaya juga turut memperparah situasi.

7. Efek Media Sosial dan Viralitas Kekerasan

Di era digital, berbagai bentuk kekerasan sering kali disebarluaskan melalui media sosial. Ini bisa menjadi pemicu bagi individu dengan kontrol emosi rendah untuk melakukan tindakan serupa, terutama jika mereka merasa bahwa kekerasan bisa memberi mereka perhatian atau "kekuatan" dalam situasi tertentu.

Membangun Kesadaran dan Pencegahan

Untuk mencegah kasus serupa terjadi terus-menerus, perlu ada pendekatan yang lebih serius dari berbagai pihak, seperti:

- Pendidikan emosional sejak dini agar individu terbiasa mengelola emosi dan menyelesaikan konflik secara sehat.

- Peningkatan kesadaran akan kesehatan mental agar mereka yang membutuhkan bisa mendapatkan bantuan sebelum bertindak nekat.

- Mengurangi budaya kekerasan dalam media dan kehidupan sosial agar masyarakat lebih terbiasa menyelesaikan masalah dengan damai.

Penguatan norma sosial dan nilai kemanusiaan agar empati dan rasa hormat terhadap sesama bisa terus tumbuh dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomena ini menjadi alarm bagi kita semua bahwa masyarakat semakin rentan terhadap tindakan kekerasan impulsif. Mencegahnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aparat hukum, tetapi juga masyarakat secara luas, termasuk keluarga dan lingkungan terdekat.

Kalau menurutmu, apa yang harus kita lakukan biar kejadian mengerikan seperti itu nggak terjadi lagi, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Gencatan Senjata di Jalur Gaza, Apa yang akan Dilakukan Hamas dan Israel?

20 Jan 2025

Tolak Bala, Ritual Pao Oen Digelar Warga Konghucu di Surakarta

20 Jan 2025

'Look Back', Film Animasi yang Cantik tentang Kreator Manga

20 Jan 2025

Pemicu Demo ASN Kemendikti Saintek Atas Kinerja Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro

20 Jan 2025

Gapeka 2025 Mulai 1 Februari, Daop 4 Semarang Tambah 2 KA Baru dan 4 Perjalanan Reguler

20 Jan 2025

Kepo Masa Lalu Asmara Pasangan, Memang Boleh?

20 Jan 2025

Brongkos di Warung Makan Sumowono, Melegenda Sejak Enam Dekade Silam

21 Jan 2025

Upaya Evakuasi Kapal Tugboat yang Kandas di Perairan Tanjung Emas Semarang

21 Jan 2025

Macam Tradisi Imlek: Dari Kimsin hingga Cheng Beng, Semua Penuh Filosofi

21 Jan 2025

'Teasing Master Takagi-San' Mengisahkan Kejahilan Guru yang Lucu dan Hangat

21 Jan 2025

Heboh Isu Plengkung Gading Akan Ditutup, Benarkah Sultan Nggak Pernah Melaluinya?

21 Jan 2025

Semuanya Seru, 73 Acara Siap Meriahkan 'Calendar of Event 2025' Wonosobo

21 Jan 2025

Dampak Banjir di Jalur Rel Kabupaten Grobogan, Dua Kereta Batal Berangkat

21 Jan 2025

Longsor di Petungkriyono Pekalongan: Korban Meninggal 17 Orang

22 Jan 2025

Info Resmi dari Pemerintah tentang Libur Sekolah pada Bulan Ramadan 2025

22 Jan 2025

Hanya Buka Sekali dalam 35 hari, Begini Keunikan Pasar Kramat Jumat Pahing Muntilan

22 Jan 2025

Di Jepang, Ada Cafe Cuddle yang Perbolehkan Pengunjung Peluk Pelayannya

22 Jan 2025

Pj Gubernur Jateng: Pemicu Banjir dan Tanah Longsor karena Alih Fungsi Lahan

22 Jan 2025

Pisahkan Nomor Pribadi dan Kantor untuk Work-Life Balance yang Lebih Baik!

22 Jan 2025

Viral Jam Tidur Siang di Sekolah Surabaya, Sudah Diterapkan di Jepang dan Tiongkok

22 Jan 2025