Inibaru.id - Kasus pembunuhan dengan motif sepele yang semakin marak belakangan ini menunjukkan adanya permasalahan serius dalam masyarakat, baik dari segi kesehatan mental, kontrol emosi, hingga pola pikir yang semakin impulsif.
Hal ini membuat kita makin ngeri untuk bergaul karena takut akan menyinggung perasaan seseorang tanpa disengaja. Duh, serba salah ya? Senggaknya, ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan fenomena ini:
1. Rendahnya Pengendalian Diri dan Emosi
Banyak kasus terjadi karena pelaku nggak mampu mengelola emosi, seperti amarah atau rasa tersinggung, sehingga mudah bertindak agresif. Ketidakmampuan mengendalikan diri ini sering kali berkaitan dengan kurangnya pendidikan emosional sejak dini serta kebiasaan melampiaskan emosi secara destruktif.
2. Tingginya Stres dan Tekanan Hidup
Faktor ekonomi, tekanan sosial, serta masalah pribadi yang menumpuk bisa membuat seseorang lebih mudah meledak. Ketika stres sudah menumpuk, pemicu sekecil apa pun bisa memicu tindakan ekstrem, termasuk kekerasan.
3. Pengaruh Budaya Kekerasan
Paparan terhadap kekerasan, baik melalui media, lingkungan sekitar, atau pengalaman hidup, bisa membuat seseorang menganggap kekerasan sebagai solusi yang wajar. Banyak orang yang nggak terbiasa menyelesaikan konflik dengan cara sehat, seperti komunikasi yang baik, sehingga lebih memilih jalan pintas yang brutal.
4. Gangguan Mental yang Nggak Terdeteksi
Beberapa kasus pembunuhan impulsif bisa dikaitkan dengan gangguan mental, seperti gangguan kontrol impuls, psikopati, atau depresi berat yang nggak ditangani dengan baik. Sayangnya, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental masih rendah, sehingga banyak orang yang tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
5. Menurunnya Rasa Empati dan Nilai Kemanusiaan
Beberapa kasus menunjukkan bahwa pelaku tidak merasa bersalah setelah melakukan pembunuhan. Hal ini bisa disebabkan oleh rendahnya empati serta meningkatnya individualisme di masyarakat. Orang lebih fokus pada dirinya sendiri dan mengabaikan perasaan serta hak hidup orang lain.
6. Kemudahan Mengakses Senjata Tajam atau Senjata Api
Beberapa kasus terjadi karena pelaku dengan mudah mendapatkan senjata tajam atau senjata api. Kurangnya regulasi atau lemahnya pengawasan terhadap penggunaan benda-benda berbahaya juga turut memperparah situasi.
7. Efek Media Sosial dan Viralitas Kekerasan
Di era digital, berbagai bentuk kekerasan sering kali disebarluaskan melalui media sosial. Ini bisa menjadi pemicu bagi individu dengan kontrol emosi rendah untuk melakukan tindakan serupa, terutama jika mereka merasa bahwa kekerasan bisa memberi mereka perhatian atau "kekuatan" dalam situasi tertentu.
Membangun Kesadaran dan Pencegahan
Untuk mencegah kasus serupa terjadi terus-menerus, perlu ada pendekatan yang lebih serius dari berbagai pihak, seperti:
- Pendidikan emosional sejak dini agar individu terbiasa mengelola emosi dan menyelesaikan konflik secara sehat.
- Peningkatan kesadaran akan kesehatan mental agar mereka yang membutuhkan bisa mendapatkan bantuan sebelum bertindak nekat.
- Mengurangi budaya kekerasan dalam media dan kehidupan sosial agar masyarakat lebih terbiasa menyelesaikan masalah dengan damai.
Penguatan norma sosial dan nilai kemanusiaan agar empati dan rasa hormat terhadap sesama bisa terus tumbuh dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena ini menjadi alarm bagi kita semua bahwa masyarakat semakin rentan terhadap tindakan kekerasan impulsif. Mencegahnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aparat hukum, tetapi juga masyarakat secara luas, termasuk keluarga dan lingkungan terdekat.
Kalau menurutmu, apa yang harus kita lakukan biar kejadian mengerikan seperti itu nggak terjadi lagi, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)