Inibaru.id – Wonogiri nggak hanya populer berkat mi ayam dan bakso dengan rasa yang nikmat. Di sana, terdapat tradisi yang sangat unik, yaitu ‘ganti jeneng tuwa’ yang pernah dilakoni banyak lelaki yang kini sudah berada di usia paruh baya atau lansia. Mereka melakukannya setelah menikah puluhan tahun lalu. Sayangnya, tradisi ini mulai punah karena nggak diikuti oleh laki-laki yang lebih muda.
Kalau kita artikan, ‘ganti jeneng tuwa’ dalam Bahasa Jawa bermakna mengganti nama tua. Nah, tradisi ganti nama ini dilakukan usai seorang laki-laki menggelar acara pernikahan.
Mantan kolega saya di sebuah tempat kerja di Semarang, Cahyo Wicaksono yang merupakan laki-laki kelahiran Wonogiri yang kini tinggal di Gubug, Kabupaten Grobogan, menyebut ayah dan kakeknya masih melakukan tradisi ‘ganti jeneng tuwa’ tersebut. Tapi, dia yang kini sudah berusia 39 tahun itu nggak ikutan mengganti nama meski sudah menikah selama lebih dari 12 tahun.
“Jadi ceritanya dulu banyak laki-laki di Wonogiri yang menikah lalu ganti nama. Kakek saya misalnya, nama aslinya adalah Suparman. Sampai sekarang di KTP-nya ya masih tertulis Suparman. Tapi setelah menikah, dia ganti nama jadi Trisno. Semua orang dari keluarganya, tetangganya, memanggilnya Mbah Trisno,” terang laki-laki yang lebih akrab dipanggil Yoyok pada Jumat (31/1/2025).
Memangnya, buat apa sih sampai ganti nama segala? Konon sih, biar jadi pengingat bagi laki-laki kalau statusnya sudah nggak lagi anak dari orang tuanya, melainkan jadi kepala keluarga. Dengan berganti nama, dia harus berubah jadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, khususnya dalam mengurus istri dan anaknya.
“Beberapa tetangga keluarga besar kakek saya di Wonogiri yang masih hidup juga melakukannya. Uniknya, nggak ada yang sampai mengganti nama di KTP. Tapi warga tahu kalau yang bersangkutan dipanggil dengan nama tuanya yang dipakai setelah menikah,” lanjut Yoyok.
Lebih dari sekadar pengingat laki-laki yang sudah berganti status, penggantian nama dianggap sebagai doa. Kakek Yoyok misalnya, berubah nama jadi Trisno dengan harapan bisa memberikan kasih sayang kepada keluarganya.
Biasanya sih, penggantian nama ini dilakukan saat usia pernikahan sudah sepasaran alias lima hari setelah tanggal pernikahan. Kalau alasan mengapa nggak ada yang mengganti namanya sekalian di KTP, hal itu disebabkan oleh pencatatan administrasi pada zaman dahulu nggak seketat pada zaman sekarang, Millens. Apalagi, dulu juga jarang orang punya akta lahir atau KTP. Jadi, tinggal semudah ganti nama dengan bilang ke semua orang saja.
Hm, menarik juga ya tradisi ‘ganti jeneng tuwa’ ini. Sayangnya, tradisi Jawa ini sepertinya bakal segera punah ya, Millens karena jarang yang masih melakukannya. (Arie Widodo/E05)