BerandaTradisinesia
Minggu, 1 Feb 2025 09:34

Dua Versi Cerita Asal-usul Tradisi Labuhan Merapi

Labuhan Merapi diadakan pada Jumat (31/1/2025). (BTN Gunung Merapi)

Labuhan Merapi tahun ini digelar pada Jumat (31/1/2025). Sejumlah upa-rampai diarak di jalur pendakian Gunung Merapi yang sudah ditutup pascaerupsi 2010 lalu.

Inibaru.id – Akun Instagram @jogja pada Jumat (31/1/2025) mengunggah video yang menunjukkan diadakannya tradisi Labuhan Merapi. Dalam unggahan tersebut, diungkapkan bahwa salah satu prosesi dalam Labuhan Merapi adalah berjalan melalui jalur pendakian Gunung Merapi yang sudah ditutup pascaerupsi Merapi 2010 yang menewaskan juru kunci Mbah Maridjan.

Mengutip dari Jogjaprov (6/4/2022), Labuhan Merapi yang selalu digelar pada 30 Rajab/1 Ruwah dalam Kalender Jawa ini dipercaya sudah eksis sejak abad ke-17. Tujuan dari diadakannya tradisi yang dilakukan di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Kapanewon Cangkringan, Sleman ini adalah sebagai ajang berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar negara dan rakyat selalu diberi keselamatan, ketenteraman, dan kesejahteraan.

Selain berdoa bersama dan mengarak upa-rampai, biasanya Labuhan Merapi juga disemarakkan dengan prosesi rebutan gunungan dan pementasan sejumlah acara budaya. Hm, menarik banget, ya?

Lalu, apakah yang mendasari digelarnya tradisi tahunan Labuhan Merapi ini? Hal itu rupanya berkaitan erat dengan sumbu imajiner Yogyakarta yang digagas Sri Sultan Hamengku Buwana I. Sumbu itu meliputi Gunung Merapi, Kota Yogyakarta, dan Pantai Parangtritis.

Menjaga Keselarasan

Ketiga sumbu imajiner tersebut perlu dijaga keselarasannya. Khusus untuk Gunung Merapi, caranya adalah dengan menggelar ritual syukur yang dikenal sebagai Labuhan Merapi. Begitulah ihwal mula ceritanya,

Namun, sebagaimana ritual-ritual lain di Jawa yang selalui dibumbui mitos dan legenda, Labuhan Merapi juga setali tiga uang. Cerita rakyat paling terkenal terkait tradisi ini adalah kisah pertemuan Panembahan Senopati dengan Ratu Laut Selatan di Pantai Parangkusumo.

Labuhan Merapi diadakan setiap tahun sebagai bentuk syukur kepada Yang Maha Kuasa. (BTN Gunung Merapi)

Alkisah, raja pertama Mataram itu bertemu sang penguasa Samudra Hindia di Pantai Parangkusumo dalam upaya meminta solusi untuk mengatasi pertikaian yang terjadi antara Kerajaan Pajang dengan Mataram. Dari hasil pertemuan, Panembahan Senopati diberi telur jagat.

Panembahan Senopati lalu mengansurkan telur ke seorang juru taman, meminta dia untuk memakannya. Juru masak menurut, lalu berubahlah dia menjadi raksasa; yang kemudian diminta untuk mengawasi Gunung Merapi demi melindungi masyarakat Yogyakarta dari letusan gunung.

Untuk memberi penghormatan terhadap sang juru taman, digelarlah tradisi Labuhan Merapi.

Ada Versi Kedua

Cerita rakyat itu ternyata nggak berdiri sendirian. Ada kisah lain yang juga cukup terkenal dan telah dituturkan turun-temurun. Seperti cerita pertama, versi kedua ini juga masih melibatkan Panembahan Senopati dan Ratu Laut Selatan.

Setelah meminta dukungan moral dari Kerajaan Laut Selatan, tiap tahun Panembahan Senopati diharuskan rutin memberikan persembahan untuk penunggu Gunung Merapi. Tujuannya, agar keluarga, keturunan, dan kerajaannya selalu diberi keselamatan.

Ritus pemberian persembahan untuk penunggu Gunung Merapi itu kemudian menyebar luas dan mulai dikenal sebagai Labuhan Merapi.

Terlepas dari sejauh mana kebenaran cerita tersebut, entah versi pertama atau kedua, nyatanya Labuhan Merapi telah menjadi tradisi yang lekat di tengah-tengah masyarakat, menjadi bagian penting dalam kearifan lokal di Yogyakarta.

Kamu pernah ikut serta meramaikan tradisi Labuhan Merapi nggak, Millens? (Arie Widodo.E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Brongkos di Warung Makan Sumowono, Melegenda Sejak Enam Dekade Silam

21 Jan 2025

Upaya Evakuasi Kapal Tugboat yang Kandas di Perairan Tanjung Emas Semarang

21 Jan 2025

Macam Tradisi Imlek: Dari Kimsin hingga Cheng Beng, Semua Penuh Filosofi

21 Jan 2025

'Teasing Master Takagi-San' Mengisahkan Kejahilan Guru yang Lucu dan Hangat

21 Jan 2025

Heboh Isu Plengkung Gading Akan Ditutup, Benarkah Sultan Nggak Pernah Melaluinya?

21 Jan 2025

Semuanya Seru, 73 Acara Siap Meriahkan 'Calendar of Event 2025' Wonosobo

21 Jan 2025

Dampak Banjir di Jalur Rel Kabupaten Grobogan, Dua Kereta Batal Berangkat

21 Jan 2025

Longsor di Petungkriyono Pekalongan: Korban Meninggal 17 Orang

22 Jan 2025

Info Resmi dari Pemerintah tentang Libur Sekolah pada Bulan Ramadan 2025

22 Jan 2025

Hanya Buka Sekali dalam 35 hari, Begini Keunikan Pasar Kramat Jumat Pahing Muntilan

22 Jan 2025

Di Jepang, Ada Cafe Cuddle yang Perbolehkan Pengunjung Peluk Pelayannya

22 Jan 2025

Pj Gubernur Jateng: Pemicu Banjir dan Tanah Longsor karena Alih Fungsi Lahan

22 Jan 2025

Pisahkan Nomor Pribadi dan Kantor untuk Work-Life Balance yang Lebih Baik!

22 Jan 2025

Viral Jam Tidur Siang di Sekolah Surabaya, Sudah Diterapkan di Jepang dan Tiongkok

22 Jan 2025

Apakah Memenuhi Semua Keinginan Pasangan Bisa Menjamin Kesetiaan?

22 Jan 2025

Temanggung Resmikan 8 TPS3R untuk Kelola Sampah Berbasis Masyarakat

22 Jan 2025

Lestari Moerdijat: Indonesia di BRICS Harus Berdampak Positif untuk Semua Sektor

22 Jan 2025

Erick Thohir: Tarif Tiket Kendaraan Umum Nggak Naik saat Lebaran 2025

23 Jan 2025

Nasi Goreng Pak Basiyo, Hidden Gem Kuliner Sukoharjo

23 Jan 2025

Mau Tinggal di Desa Albinen, Swiss? Pemerintah Bakal Siapkan Uang Rp540 Juta Buatmu!

23 Jan 2025