BerandaTechno
Sabtu, 23 Mar 2018 15:05

Christopher Wylie, Sang “Pembisik” Skandal Pencurian Data Facebook

Christopher Wylie, pembisik yang membongkar kasus Cambridge Analytica. (New York Times/Andrew Testa)

Keberhasilan Cambridge Analytica mengolah Big Data dari Facebook menjadi informasi berharga yang bisa digunakan untuk menyusun sebuah strategi politik nggak terlepas dari jasa seorang mahasiswa. Dari mulut yang sama pula, skandal mengerikan ini terungkap. Siapakah dia?

Inibaru.id – Terbongkarnya skandal pencurian data jutaan pengguna Facebook yang dilakukan Cambridge Analytica nggak lepas dari pengakuan sorang mahasiswa bernama Christopher Wylie atau yang akrab disapa Wylie. Dialah sosok whistleblower (pembisik) atau pembocor yang kemudian menjadi batu pijakan dalam membongkar skandal tersebut.

Wylie diketahui merupakan mantan pekerja di Cambridge Analytica yang merupakan firma analisis data. Mengawali karier pada 2014, Wylie kemudian didapuk sebagai kepala peneliti di perusahaan yang berbasis di London, Inggris, tersebut.

Menurut laporan The Guardian, Cambridge Analytica setidaknya membeli 50 juta data pengguna Facebook dari seorang akademisi University of Cambridge, Aleksander Kogan. "Big Data" tersebut kemudian digunakan Cambridge Analytica untuk dijadikan sebagai bahan kampanye politik Donald Trump pada Pemilihan Presiden AS 2016 lalu.

Mengutip Kumparan.com, Rabu (21/3), malalui cara tersebut Camridge Analytica disebut berhasil memenangkan Presiden Trump pada Pilpres AS 2016. Nggak hanya itu, firma analisis data tersebut juga dianggap membantu kelompok pro-Brexit (British Exit) memenangkan referendum Inggris keluar dari Uni-Eropa pada 2014 lalu.

Baca juga:
Begini Cara Cambridge Analytica Dapatkan Data Facebook
Membersihkan Sampah Antariksa dengan Laser

Dalam pengakuannya kepada The Guardian, Wylie menceritakan seluk-beluk di balik pekerjaan para konsultan politik, yang bisa dibilang inovatif sekaligus “mengerikan” itu. Dia juga mengaku menyesal telah terlibat dalam skandal besar tersebut.

Ide Brilian

Wylie adalah seorang ilmuwan data peraih gelar doktor bidang fashion forecasting. Kala itu dia memiliki sebuah ide brilian, yakni memadukan data untuk menggali lebih dalam aspek psikologis seseorang, yang kelak dapat digunakan untuk memprediksi pilihan politik mereka.

Melalui informasi data-data tersebut, Wylie bisa mengetahui strategi kampanye politik mana yang pas dengan karakter psikologis tiap orang. Ide brilian itu, secara umum, biasa disebut sebagai psychographic.

Kompas.com, Jumat (3/23), menulis, sebelum di Cambridge Analytica, Wylie bekerja sebagai Strategic Communication Laboratories (SLC) untuk Alexander Nix di sebuah lembaga spesialis pemilu.

Pada pertengahan 2013, Wylie berkenalan dengan Steve Bannon, Editor BreitBar News Networking yang kemudian menjadi CEO tim kampanye Donald Trump pada Pilpres AS 2016. Bannon juga sempat menjadi konselor senior Presiden Trump.

Nix disebut Wylie memanfaatkan keberadaan Bannon untuk mencitrakan dirinya. Itulah sebabnya Nix membuat sebuah kantor palsu di Cambridge dan mendatangkan rombongan dari London setiap Bannon berkunjung. Kantor tersebutlah yang kemudian menjadi Cambridge Analytica.

Baca juga:
Data Facebook Bocor, Zuckerberg (Akhirnya) Angkat Bicara
Menengok Bus Klasik di Indonesia Classic n Unique Bus 2018

Lebih lanjut, Wylie juga menceritakan bagaimana lembaga tersebut bisa mendapatkan dana. Dia mengaku bertemu dengan miliarder AS, Robert Mercer, bersama Bannon dan Nix. Saat itu, lanjutnya, Bannon merayu Mercer agar mau melakukan investasi.

Pertemuan itu pun membuahkan suntikan dana besar kepada Cambridge Analytica. Sebanyak 15 juta dolar AS (sekitar Rp 206 miliar) berhasil dikantongi firma tersebut. (MEI/GIL)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024