Inibaru.id – Terbongkarnya skandal pencurian data jutaan pengguna Facebook yang dilakukan Cambridge Analytica nggak lepas dari pengakuan sorang mahasiswa bernama Christopher Wylie atau yang akrab disapa Wylie. Dialah sosok whistleblower (pembisik) atau pembocor yang kemudian menjadi batu pijakan dalam membongkar skandal tersebut.
Wylie diketahui merupakan mantan pekerja di Cambridge Analytica yang merupakan firma analisis data. Mengawali karier pada 2014, Wylie kemudian didapuk sebagai kepala peneliti di perusahaan yang berbasis di London, Inggris, tersebut.
Menurut laporan The Guardian, Cambridge Analytica setidaknya membeli 50 juta data pengguna Facebook dari seorang akademisi University of Cambridge, Aleksander Kogan. "Big Data" tersebut kemudian digunakan Cambridge Analytica untuk dijadikan sebagai bahan kampanye politik Donald Trump pada Pemilihan Presiden AS 2016 lalu.
Mengutip Kumparan.com, Rabu (21/3), malalui cara tersebut Camridge Analytica disebut berhasil memenangkan Presiden Trump pada Pilpres AS 2016. Nggak hanya itu, firma analisis data tersebut juga dianggap membantu kelompok pro-Brexit (British Exit) memenangkan referendum Inggris keluar dari Uni-Eropa pada 2014 lalu.
Baca juga:
Begini Cara Cambridge Analytica Dapatkan Data Facebook
Membersihkan Sampah Antariksa dengan Laser
Dalam pengakuannya kepada The Guardian, Wylie menceritakan seluk-beluk di balik pekerjaan para konsultan politik, yang bisa dibilang inovatif sekaligus “mengerikan” itu. Dia juga mengaku menyesal telah terlibat dalam skandal besar tersebut.
Ide Brilian
Wylie adalah seorang ilmuwan data peraih gelar doktor bidang fashion forecasting. Kala itu dia memiliki sebuah ide brilian, yakni memadukan data untuk menggali lebih dalam aspek psikologis seseorang, yang kelak dapat digunakan untuk memprediksi pilihan politik mereka.
Melalui informasi data-data tersebut, Wylie bisa mengetahui strategi kampanye politik mana yang pas dengan karakter psikologis tiap orang. Ide brilian itu, secara umum, biasa disebut sebagai psychographic.
Kompas.com, Jumat (3/23), menulis, sebelum di Cambridge Analytica, Wylie bekerja sebagai Strategic Communication Laboratories (SLC) untuk Alexander Nix di sebuah lembaga spesialis pemilu.
Pada pertengahan 2013, Wylie berkenalan dengan Steve Bannon, Editor BreitBar News Networking yang kemudian menjadi CEO tim kampanye Donald Trump pada Pilpres AS 2016. Bannon juga sempat menjadi konselor senior Presiden Trump.
Nix disebut Wylie memanfaatkan keberadaan Bannon untuk mencitrakan dirinya. Itulah sebabnya Nix membuat sebuah kantor palsu di Cambridge dan mendatangkan rombongan dari London setiap Bannon berkunjung. Kantor tersebutlah yang kemudian menjadi Cambridge Analytica.
Baca juga:
Data Facebook Bocor, Zuckerberg (Akhirnya) Angkat Bicara
Menengok Bus Klasik di Indonesia Classic n Unique Bus 2018
Lebih lanjut, Wylie juga menceritakan bagaimana lembaga tersebut bisa mendapatkan dana. Dia mengaku bertemu dengan miliarder AS, Robert Mercer, bersama Bannon dan Nix. Saat itu, lanjutnya, Bannon merayu Mercer agar mau melakukan investasi.
Pertemuan itu pun membuahkan suntikan dana besar kepada Cambridge Analytica. Sebanyak 15 juta dolar AS (sekitar Rp 206 miliar) berhasil dikantongi firma tersebut. (MEI/GIL)