BerandaPasar Kreatif
Selasa, 14 Agu 2023 15:00

Menjalankan Usaha Gula Tumbu Butuh Modal Besar

Proses produksi gula tumbu di gudang produksi gula di Desa Kandangmas tengah berlangsung. (Inibaru.id/ Hasyim Asnawi)

Gula tumbu dibuat dari sari tebu asli yang dimasak dalam waktu lama sampai menjadi gula merah. Usaha yang sudah ada sejak lama di Desa Kandangmas itu membutuhkan modal yang besar.

Inibaru.id - Membuat gula merah bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih jika pada setiap prosesnya dikerjakan secara konvensional alias masih dengan tenaga manusia. Tapi, justru karena itulah, Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe Kudus terkenal dengan desa penghasil gula merah atau lebih dikenal dengan gula tumbu.

Usaha pembuatan gula tumbu di desa itu bukan sesuatu yang baru. Produk kebanggaan Desa Kandangmas itu sudah eksis bertahun-tahun lamanya. Hal ini berhubungan erat dengan keberadaan ladang tebu yang memang banyak di sana.

Sebagai informasi, di Desa Kandangmas itu terdapat tiga dukuh yang menjadi pusat produksi gula tumbu yaitu Dukuh Sekandang, Sintru, Masin. Ketiganya akan melakukan produksi gula besar-besaran pada pusim panen raya tebu seperti bulan Agustus sekarang ini.

Sekarang ini memang sudah banyak pabrik gula yang memproduksi bahan pemanis itu dengan mesin-mesin canggih. Meski begitu, para pelaku usaha gula tumbu tetap berusaha mempertahankan produk lokal Desa Kandangmas itu dengan proses tradisional. FYI, mesin hanya digunakan untuk memeras sari-sari tebu. Selebihnya, proses pembuatan gula dilakukan oleh para pegawai yang rata-rata masih berusia muda.

Usaha Turun Temurun

Gudang produksi gula tumbu di Dukuh Sekandang, Desa Kandangmas Dawe Kudus. (Inibaru.id/ Hasyim Asnawi)

Sebagian besar pabrik gula tumbu yang ada di Desa Kandangmas merupakan usaha turun temurun. Salah seorang yang menjalankan bisnis itu adalah Khoirul Anaf. Bersama tiga orang karyawannya, Anaf, begitu dia biasa disapa, memproduksi tumbu-tumbu besar berisi gula merah yang disetorkan ke pabrik kecap atau pengepul.

Anaf mengaku meneruskan usaha gula tumbu itu dari mertuanya. Sudah enam tahun menjalankan bisnis tersebut, tampaknya dia sudah paham betul asam garam dalam menekuni usaha itu. Untung rugi dan segala bentuk risiko sudah siap dia tanggung.

"Kandangmas sudah menjadi sentranya gula tumbu sejak dulu, jadi memang harus dilestarikan. Alhamdulillah keluarga dan istri juga mendukung saya menggeluti usaha ini," ungkap Anaf kepada Inibaru.id beberapa hari lalu.

Modal Besar

Gula yang sudah dimasak diwadahi di dalam tombong atau tumbu. (Inibaru.id/ Hasyim Asnawi)

Salah satu tantangan menjalankan bisnis yang sudah ada sejak dulu ini adalah modal. Menurut Maskuri, salah seorang pemilik usaha gula tumbu yang lain, butuh dana sekurang-kurangnya sekitar Rp100-150 juta untuk bisa memproduksi gula sendiri. Dengan modal tersebut, lelaki 40 tahun asal Dukuh Sekandang itu menjalankan usahanya bersama sepuluh karyawan, meliputi empat orang sebagai tenaga di gudang dan enam orang sebagai penebas tebu.

Bisa kamu bayangkan, untuk memasak gula tumbu, dibutuhkan sekitar enam ton tebu dalam sekali produksi. Tebu yang diambil harus berusia tua, sekitar 7-8 bulan. Enam ton tebu yang diolah itu bisa menjadi 3,5 sampai 4 ton gula tumbu yang siap jual.

Alat memasak gula tumbu di atas kawah besar dengan api dari tungku. (Inibaru.id/ Hasyim Asnawi)

Jika suplai tebu bagus, maka produksi gula tumbu bisa melimpah. Per kilogram gula berkisar antara Rp8.450-8.500. Maskuri berharap harga tersebut bisa lebih tinggi lagi suatu saat nanti.

"Modalnya cukup besar untuk satu unit produksi gula tumbu. Bahan baku tebu, beli pupuk, gaji karyawan dan alat produksi," kata Maskuri.

Ya, meski menjalankan usaha itu tidak perkara mudah, Maskuri dan Anaf berharap Kandangmas tetap menjadi desa sentra penghasil gula tumbu. Mereka tak ingin usaha yang sudah sejak dulu menghidupi masyarakat Desa Kandangmas perlahan sirna dan tergantikan oleh yang lain. (Hasyim Asnawi/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024