BerandaKulinary
Selasa, 9 Mei 2022 12:29

Carang Madu, Kletikan yang Selalu Menghiasi Toples Lebaran di Pati

Carang madu menjadi salah satu kletikan khas Pati yang selalu tersaji di toples Lebaran. (Wikipedia/Danang Tri Hartanto)

Rasanya gurih. Inilah carang madu, kletikan yang selalu menjadi bagian dari toples lebaran di Pati.

Inibaru.id - Saat-saat merayakan Lebaran seperti sekarang ini, toples-toples biasanya sudah penuh berisi penganan, mulai dari kukis modern hingga kletikan tradisional. Di Kabupaten Pati dan sekitarnya, salah satu camilan tradisional yang hampir selalu tersaji adalah carang madu.

Carang madu merupakan kletikan berbentuk cakram menyerupai sarang burung berwarna putih kecokelatan yang dibubuhi kinca gula jawa berwarna kemerahan di permukaannya. Teksturnya renyah dengan rasa gurih yang menggoyang lidah.

Di beberapa daerah di Jawa Tengah, carang madu punya penamaan lain, antara lain sarang semut atau sarang madu. Selain nasi gandul, soto kemiri, bandeng presto, dan mangut kepala manyung, salah satu penganan khas yang wajib kamu coba saat berkunjung ke Pati adalah kletikan ini.

Laiknya kebanyakan kue tradisional di Jawa yang berbahan dasar sederhana, carang madu juga dibuat dengan kondimen simpel yang mudah ditemukan di warung kelontong dekat rumah. Bahan-bahan itu antara lain tepung beras, santan, dan gula pasir. Lalu, untuk kincanya terbuat dari gula jawa atau aren.

Carang Madu, Kuliner Bersejarah

Kebutuhan carang madu meningkat di pasaran menjelang Lebaran. (Metrotvnews/Rhobi Shani)

Dalam bahasa Jawa dialek Pati, carang bermakna "ranting". Hal ini sesuai dengan bentuknya yang menyerupai ranting nggak beraturan yang terjalin membentuk piringan bundar. Sementara, madu berarti sesuatu yang manis, merujuk pada kinca yang menjadi "topping" carang madu.

Bisa jadi carang madu juga berasal dari kata "sarang madu", sebutan sebagian besar orang terhadap kletikan tersebut. Sarang atau tempat burung bertelur memang biasanya berbentuk seperti cakram yang terjalin dari akar, ranting, atau daun kering. Inilah kenapa makanan legendaris itu dinamai sarang madu.

Konon, carang madu kali pertama berkembang di Desa Dukuhseti, Kecamatan Alasdowo, Kabupaten Pati. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa makanan tradisional itu berasal dari Welahan, Jepara. Carang madu adalah buah tangan orang Tionghoa untuk kerabat yang berkunjung saat perayaan Imlek.

Masyarakat Tionghoa menyebutnya kue carang madu. Kue ini menjadi cangkingan untuk kerabat dari luar kota yang berkunjung ke rumah mereka saat perayaan Imlek. Sementara, orang bumiputera menjadikan carang madu sebagai suguhan pada hajatan, termasuk perayaan Idulfitri.

Harga Terjangkau, Disukai Banyak Orang

Carang madu. (Shopee)

Kalau kamu perhatikan, saat ini carang madu nggak hanya dibuat dalam bentuk piringan lebar. Ada pula yang berwujud silinder, agak tebal, tapi lebih mungil. Teksturnya yang renyah biasanya membuat semua orang enggan menolak saat disuguhi camilan tersebut.

Selain rasanya yang bikin nagih, carang madu banyak dipilih masyarakat karena bikinnya gampang. Kalau pun malas membuat sendiri, kamu juga bisa dengan mudah menemukannya di pasaran. Harganya pun terbilang murah, sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per bungkus.

Tertarik mengisi toples di rumah dengan carang madu? Kamu bisa mencari penganan tersebut di toko oleh-oleh tradisional saat berkunjung ke Pati, salah satunya di Pasar Tayu yang ada di Jalan Tayu-Jepara, Kecamatan Tayu.

Oya, karena teksturnya yang mudah rapuh, kamu harus membawanya dengan hati-hati ya. Hatimu boleh ambyar, tapi carang madu-mu jangan! Ha-ha. (IB33/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024