Inibaru.id - Ada yang berubah dari wajah TPI Kota Pekalongan belakangan ini. Aktivitas tetap ada, suara lelang masih terdengar, dan aroma ikan segar masih menyengat, tapi geliatnya memang nggak sepadat dulu.
“Memang terjadi penurunan produksi, tapi bukan berarti kosong. Tetap ada kapal yang bongkar muatan, hanya lebih sedikit,” ujar Imam Suleni, Kepala TPI Kota Pekalongan, Rabu (30/7/2025).
Penurunan produksi ini bukan tanpa sebab. Imam menyebut, kondisi alam, perubahan lokasi tangkap, hingga regulasi baru jadi penyebab utamanya. Kini, banyak kapal lebih memilih berlabuh di wilayah timur, seperti perairan Rembang dan Tuban, yang lebih dekat dengan lokasi tangkapan.
“Pertimbangan ekonomi. Kapal seperti Arek Ragan misalnya, memilih bongkar di tempat yang lebih hemat solar,” tambahnya.
Nggak hanya itu, pemberlakuan PNBP berdasarkan Permen KP Nomor 2 Tahun 2023 dan Kepmen KP Nomor 21 Tahun 2023 juga ikut memengaruhi. Kapal di atas 30 GT dikenai pajak pascaproduksi sebesar 10 persen, sedangkan yang di bawah 30 GT dikenai 5 persen. Belum lagi retribusi fasilitas lelang sebesar Rp13.000 per meter persegi.
Kondisi geografis pelabuhan juga ikut bermain. Sungai Lodji sebagai jalur masuk kapal kini dipasangi parapet untuk penanganan banjir dan rob. Akibatnya, kapal besar kesulitan bersandar karena pendangkalan sungai dan ruang gerak yang makin terbatas.
Meski begitu, Imam masih optimis, “Saat bulan gelap, tetap ada 3 sampai 5 kapal besar yang bongkar. Bulan terang, memang cenderung sepi karena hasil tangkapan biasanya sedikit.”
Saat ini, jenis ikan yang paling banyak masuk adalah ikan layang dan ikan banyar. Harganya? Sekitar Rp14.000 hingga Rp17.000 per kilogram, tergantung ketersediaan.
Jika semuanya berjalan sesuai pola tahunan, Imam memperkirakan musim panen tongkol dan lemuru akan datang sekitar September hingga Desember. “Kami tetap yakin, TPI ini akan kembali ramai. Ini bukan hal baru bagi kami,” pungkasnya.
Semoga ada solusi agar TPI Pekalongan kembali ramai ya, Gez. (Siti Zumrokhatun/E05)
