Inibaru.id – Jelang tahun ajaran baru, banyak murid dan orang tua siswa yang khawatir masa orientasi siswa baru atau sekarang disebut sebagai Masa Pengenalan Lingkungan Satuan Pendidikan (MPLS), bakal jadi ajang perpeloncoan. Untungnya, hal ini nggak akan terjadi karena Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan bahwa praktik perpeloncoan, kekerasan, serta seluruh aktivitas yang merugikan dan tidak mendidik dilarang keras terjadi pada MPLS tahun ajaran 2025/2026.
Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikdasmen Rusprita Putri Utami mengungkapkan bahwa pelarangan tersebut bertujuan meneguhkan komitmen kementerian dalam menyediakan pendidikan bermutu bagi seluruh pelajar, tanpa terkecuali. Menurutnya, kebijakan ini harus dijalankan secara tegas agar kegiatan pengenalan lingkungan sekolah atau madrasah dapat menjadi sarana edukatif, inklusif, dan menyenangkan.
“Dalam pelaksanaan MPLS Ramah, ada beberapa hal yang tegas dilarang. Hal ini dijalankan demi menghilangkan praktik-praktik perpeloncoan, kekerasan, serta segala bentuk aktivitas yang tentu saja merugikan dan tidak mendidik,” ungkap Rusprita saat sosialisasi daring bertajuk Sosialisasi MPLS Ramah 2025 pada Selasa (8/7/2025) di Jakarta sebagaimana dinukil dari Espos.
Apa Saja yang Dilarang?
- Tugas yang tidak relevan dan tidak edukatif
Pemberian tugas yang tidak masuk akal atau berlebihan, tanpa tujuan edukatif, pasti dilarang. Tenaga pendidikan didorong merancang tugas yang sesuai dengan tema MPLS dengan tujuan yang jelas, serta dapat mengembangkan karakter dan kemampuan murid.
- Perpeloncoan dalam bentuk apapun
Larangan ini mencakup semua bentuk perpeloncoan, baik yang bersifat fisik, verbal, maupun non-verbal. Praktik seperti meneriaki murid baru, memaksa melakukan hal-hal yang memalukan, atau tindakan intimidatif dalam bentuk lainnya nggak boleh terjadi.
- Pemberian hukuman fisik, verbal, dan psikis
Hukuman bagi murid, terutama yang melibatkan kekerasan, baik fisik, verbal, maupun psikis yang tidak mendidik, harus dihentikan. Kebijakan ini sejalan dengan perlindungan hak anak di lingkungan pendidikan.
- Penggunaan atribut yang merendahkan martabat murid
Pemakaian atribut seperti kaus, topi, atau penanda lainnya yang dirasa memalukan, merendahkan, atau berdampak negatif bagi psikologis murid juga dilarang. Rusprita menekankan, kehadiran atribut pengenal MPLS harus sesuai prinsip edukatif, inklusif, dan menyenangkan.
“MPLS adalah ruang yang tujuannya untuk mendidik, jadi bukan untuk mengintimidasi ataupun mempermalukan murid-murid baru,” tegas Rusprita
Tujuan Utama MPLS
Menurut Rusprita Putri Utami, tujuan utama MPLS adalah menciptakan suasana pengenalan lingkungan yang mendidik, aman, dan kondusif. Kegiatan ini dirancang agar semua murid, terutama murid baru, merasa dikenal, diterima, dan siap belajar di lingkungan satuan pendidikan yang baru.
Beberapa poin penting yang diharapkan tercapai melalui MPLS:
- Menumbuhkan rasa percaya diri murid baru karena mereka merasa dihargai dan diterima, bukan dijadikan sasaran perundungan atau penghinaan.
- Membangun ikatan positif antara murid dan lingkungan sekolah, termasuk guru, sesama murid, dan tenaga pendidik lainnya.
- Memperkenalkan budaya dan nilai-nilai sekolah secara edukatif, tanpa unsur paksaan atau intimidasi.
- Mempersiapkan murid baru secara mental dan emosional, agar dapat belajar dengan nyaman sejak hari pertama masuk sekolah.
Kemendikdasmen berharap bahwa semua jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK, dapat menjalankan MPLS sesuai panduan ini. Dengan demikian, tidak ada lagi kasus perpeloncoan atau kekerasan tersembunyi di sekolah, sehingga seluruh murid baru dapat memulai tahun ajaran baru dengan hati penuh semangat dan aman.
“Kita ingin seluruh murid merasa siap, nyaman, dan bahagia memasuki dunia pendidikan yang baru,” tutup Rusprita.
Semoga saja ya, Millens, dengan adanya instruksi dari Kemendikdasmen ini, nggak ada lagi kasus perpeloncoan di sekolah pada masa orientasi siswa baru. (Arie Widodo/E07)
