Inibaru.id - Sarah, bukan nama sebenarnya, adalah ibu dari seorang anak penderita autisme. Saat ini buah hatinya telah menginjak usia delapan tahun. Dia mengaku kurang lebih sudah tiga tahun sejak dia mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan tersebut.
"Saya melihat gejala tersebut saat dia mulai terlihat menghindari kontak mata. Suami saya yang kali pertama menyadarinya. Semula saya anggap baik-baik saja, hingga akhirnya kami memutuskan untuk konsultasi ke layanan kesehatan anak," cerita perempuan 35 tahun tersebut, Kamis (11/12/205).
Sedikit informasi, autisme merupakan gangguan perkembangan yang memengaruhi cara seorang anak belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya.
"Saya termasuk yang terlambat mendeteksi gejala bahwa anak saya 'spesial', karena setahu saya gangguan spektrum autisme sudah bisa dikenali sejak anak berusia satu tahun," sebut perempuan asal Kota Salatiga yang saat ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini.
Terlihat sejak 6 Bulan
Sebagaimana yang dialami Sarah, data menyebutkan bahwa rata-rata orang tua baru mengetahui anak mengalami gangguan autisme pada usia 5 hingga 6 tahun, meski sejatinya gangguan spektrum autisme (ASD) dapat didiagnosis sejak usia 12 bulan.
Padahal, autisme adalah gangguan perkembangan awal yang bersifat seumur hidup. Diagnosis dini sejatinya diperlukan karena akan menjadi kunci untuk memberikan dukungan terbaik selama periode perkembangan kritis sebelum usia lima tahun.
Direktur Autism Center di Child Mind Institute, dr Cynthia Martin, yang bekerja dengan anak-anak autistik, menjelaskan bahwa tanda-tanda ASD sebenarnya sudah dapat muncul sejak bayi berusia enam bulan, meski nggak terjadi pada semua orang.
“Untuk sebagian besar anak, secara umum gejala ASD sudah bisa terlihat antara usia enam bulan hingga tiga tahun,” tutur psikolog klinis dengan spesialisasi autisme dan gangguan perkembangan saraf lain tersebut, belum lama ini.
Dua Kategori Gejala Autisme
Namun begitu, dr Cynthia mengatakan, tanda-tanda autisme memang acapkali begitu halus sehingga terlewatkan oleh orang tua, kecuali mereka memang sudah benar-benar mengetahui apa saja yang perlu diamati untuk mendeteksi kemungkinan anaknya mengalami autisme.
Gejala autisme pada bayi dan balita, dia menyebutkan, terbagi menjadi dua kategori utama. Yang pertama adalah tantangan sosial-komunikasi. Sementara, yang kedua adalah perilaku yang terbatas dan repetitif (restrictive and repetitive behaviors/RRBs).
Anak dengan ASD biasanya menunjukkan ketidakhadiran keterampilan sosial-komunikasi yang seharusnya muncul. Selain itu, terlihat juga perilaku-perilaku yang nggak khas.
Sarah mengatakan bahwa anaknya mengalami keterlambatan berbicara hingga berusia dua tahun. Dia mengaku sempat terkejut, tapi nggak begitu khawatir terhadap situasi tersebut. Dia juga mengatakan bahwa anaknya cenderung pendiam dan nggak banyak membuat gestur sebagaimana kakaknya.
"Anak kedua saya ini pendiam, tidak banyak menunjuk atau melambaikan tangan seperti kakaknya. Semula saya pikir, ya sudahlah, dia masih kecil juga," sesalnya.
Gestur sebagai Bentuk Deteksi Dini
Menurut dr Cynthia, banyak orang tua nggak menyadari bahwa anaknya mengalami autisme karena belum mendapatkan literasi tentang komunikasi sosial. Padahal, keterampilan dasar seperti melambaikan tangan, menatap wajah, atau menunjukkan sesuatu adalah bentuk awal dari komunikasi.
Bayi dan balita dengan ASD biasanya kurang mampu membedakan wajah antara orang tuanya dengan orang asing. Mereka juga cenderung menghindari kontak mata dan sangat jarang menggunakan gestur. Padahal, seharusnya kita sudah melihat setidaknya 16 gestur berbeda saat anak usia 16 bulan," sebutnya.
Beberapa gestur yang penting untuk diamati menurut Dr Cynthia antara lain:
1. Menunjuk
Menunjuk dibagi menjadi dua, yakni untuk meminta sesuatu (imperative pointing) dan berbagi ketertarikan (declarative pointing) yang dilakukan saat anak melihat sesuatu yang menarik seperti pesawat atau gajah di kebun binatang.
Nah, anak dengan ASD jarang melakukan keduanya. Dalam beberapa kasus, anak lebih memilih menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat untuk meminta sesuatu (hand-leading).
2. Memberi dan menunjukkan
Anak neurotipikal (yang fungsi otak, cara berpikir, dan memproses informasinya dianggap standar atau sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat) sering menunjukkan mainan atau memberikan sesuatu kepada kita untuk berbagi perhatian.
Sementara, anak dengan ASD cenderung fokus pada objek tanpa melibatkan orang lain.
3. Kombinasi gestur dan kata
Anak yang bahasanya sedang berkembang umumnya akan menggabungkan kata dan gestur, seperti berkata, “Lagi!” sambil menunjuk gelas jika ingin kembali meminta minum. Sementara, kombinasi antara gestur dan kata ini acapkali menjadi tantangan tersendiri bagi anak ASD.
Perilaku Repetitif dan Terbatas (RRB)
Jika gejala ASD kategori sosial-komunikasi bisa dilihat dari gestur anak, untuk kategori yang kedua, yakni RRB, terlihat dari pola perilaku yang berulang (repetitif) dan sangat terbatas (spesifik).
Perilaku ini bisa ditunjukkan dalam banyak hal. Namun, ada beberapa hal yang umum, seperti mengepakkan tangan, memutar-mutar benda, menatap objek dari sudut tertentu, terpaku pada huruf, angka, air, atau benda tertentu, kesulitan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain, atau perilaku sensorik yang ekstrem.
Dr Cynthia mengatakan, pola-pola ini biasanya menjadi semakin jelas ketika anak mulai masuk prasekolah, semisal anak nggak mau memakai sepatu sendiri hingga melakukan kegiatan di luar instruksi atau aktivitas yang dilakukan oleh teman-temannya; atau justru melakukan sesuatu secara terus-menerus."
"Beberapa perilaku repetitif sebenarnya wajar terjadi pada anak kecil. Namun, pada anak ASD, perilaku tersebut lebih intens, lebih lama, dan mengganggu aktivitas lain," sebutnya.
Perilaku yang Terlihat sejak Dini
Beberapa perilaku yang acap dilakukan anak dengan ASD sejak dini antara lain:
1. Interaksi nggak biasa dengan objek
Anak mungkin memegang benda tanpa memainkannya, melihat objek dari jarak sangat dekat, atau menatap benda dari sudut mata.
2. Minat yang sangat intens
Saat anak berinteraksi dengan air misalnya, alih-alih memainkannya, dia punya kecenderungan untuk terpaku pada air yang mengalir, menonton toilet disiram, atau punya keinginan yang kuat melihat air di mesin cuci.
3. Respons sensorik ekstrem
Beberapa anak ASD menyukai sensasi tertentu secara ekstrem, misalnya terus bergerak atau menyukai tekstur tertentu atau makanan yang sangat spesifik. Selain itu, ada juga yang sangat sensitif terhadap cahaya atau suara.
Pentingnya Deteksi Dini
Sebagian orang tua umumnya merasa ragu untuk memeriksakan anaknya karena merasa bahwa perilaku tersebut masih masuk kategori "wajar untuk anak kecil”. Padahal, menurut dr Cynthia, diagnosis dini sangatlah diperlukan karena akan memberikan akses yang sangat penting.
Diagnosis dini memastikan anak mendapatkan intervensi yang sesuai, mulai dari terapi wicara, terapi okupasi, hingga terapi perilaku, sesuai dengan usia yang paling responsif terhadap tahap perkembangan otaknya.
Menurut dr Cynthia, autisme bukanlah kondisi yang harus ditakuti, tetapi dipahami. Dengan mengenali tanda-tanda awal, baik dalam aspek komunikasi maupun perilaku, orang tua dapat memberikan dukungan lebih cepat dan lebih tepat.
Semakin dini intervensi dilakukan, semakin besar peluang anak untuk berkembang optimal sesuai potensinya. Sebagaimana kata dr Cynthia, sehalus apa pun gejalanya, ia akan terlihat jika kita punya pengetahuan untuk mengenalinya. (Siti Khatijah/E10)
